Komnas HAM Minta Kejagung Tuntaskan Kasus Rasial Papua

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mendesak Kejagung tuntaskan masalah rasial mahasiswa Papua di Jawa Timur.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, saat ditemui di Surabaya. (Foto: Tagar/ Ikhwan Fajar)

Surabaya - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera membuat koneksitas peradilan untuk menuntaskan masalah rasial terhadap mahasiswa asal Papua di Jawa Timur (Jatim). Menurutnya, pengungkapan kasus tersebut perlu akuntabilitas dan transparan dalam penegakan hukum.

"Kasus ini menuntut akuntabilitas dan transparansi, dijamin dengan mekanisme yang dipilih. Ya, koneksitas ini otoritasnya memang di Kejagung. Jadi Jaksa Agung bikinlah koneksitas," kata dia saat ditemui awak media di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Jalan Kidal Surabaya, Senin, 26 Agustus 2019.

Choirul mengatakan, pemeriksaan terhadap oknum TNI yang diduga mengeluarkan kata-kata rasial harus dilakukan secara terbuka. Pasalnya, ia menilai peradilan di ranah TNI sulit terpantau.

Kami panggil tujuh orang mengenai dugaan ujaran kebencian.

"Kalau tertutup, masyarakat sulit percaya sidangnya transparan atau tidak. Sehingga muncul pertanyaan, kenapa tentara enggak diadili dalam peradilan umum?. Untuk itulah, Jaksa Agung bikin surat perintah pengadilan koneksitas," kata dia.

Ia juga menilai, tantangan terbesar dalam penyelesaian kasus adalah tanggung jawab rasa keadilan untuk menghilangkan tindakan diskriminasi rasial, khususnya yang terjadi di Asrama Mahasiswa Papua Surabaya.

Baca juga: Mahasiswa Papua di Medan Ingin Bumi Cendrawasih Merdeka

Menurut Choirul, letupan peristiwa di Jayapura, Manokwari, Fak Fak, dan Sorong terjadi akibat tumpukan emosi akibat tidak adanya pengungkapan kasus tindak kekerasan yang terjadi lima tahun lalu di Paniai dan Wasior, Papua.

"Ini ekspresi dari kerinduan masyarakat Papua soal keadilan. Oleh karenanya Presiden Jokowi harus menjawab rasa keadilan itu," tegas dia.

Choirul mengaku sampai saat ini pihaknya belum mengeluarkan rekomendasi untuk penyelesaian masalah tersebut. Alasannya, Komnas HAM masih mengumpulkan informasi dan klarifikasi terkait dua hal yakni perusakan bendera merah putih dan juga ucapan rasial kepada mahasiswa Papua di Surabaya.

"Kami masih mengumpulkan semua (informasi dan klarifikasi). Kami kemarin dikasih banyak informasi sama teman-teman pendamping LBH Surabaya. Begitu juga dengan Wakapolrestabes dan teman-teman mahasiswa Papua yang ada di Kalasan (Asrama Mahasiswa Papua Surabaya)," kata dia.

Terduga Pelaku Rasisme Diperiksa

Sementara itu, Kepolisian Daerah (Polda) Jatim telah memeriksa setidaknya sembilan orang terkait ucapan dan tindakan rasial di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, serta 64 orang terkait perusakan bendera merah putih.

Tri SusantiTri Susanti bersama kuasa hukumnya Sahid saat di Mapolda Jatim. (Foto: Tagar/Fajar Ikhwan)

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera mengungkapkan hari ini pihaknya memanggil dan memeriksa tujuh orang dari perwakilan organisasi masyarakat (Ormas), termasuk Tri Susanti yang menjadi korlap gabungan ormas saat aksi di depan Asrama Mahasiswa Papua Surabaya.

Barung menambahkan, pemeriksaan di Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim itu dilakukan untuk mencari kesaksian terkait video yang beredar di media sosial.

"Kami panggil tujuh orang mengenai dugaan ujaran kebencian atau hate speech yang dilakukan oleh masyarakat ormas dan OKP," kata Barung.

Sementara Tri Susanti yang datang ke Mapolda Jatim bersama kuasa hukumnya, Sahid, enggan berkomentar banyak terkait pemanggilan dirinya oleh Polda Jatim. kepada awak media, politikus Partai Gerindra itu mengaku pemanggilan atas nama pribadi, bukan atas nama ormas.

Susi, panggilan akrabnya, juga mengaku tidak tahu siapa saja yang bakal diperiksa kepolisian pada hari ini. "Saya enggak tahu, karena saya tidak bisa komunikasi (dengan Korlap yang lain), " kata dia.

Terkait ancaman pelanggaran Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Susi mengaku tidak merasa pernah menyebarkan konten bermuatan ujaran kebencian atau apapun. "Tidak ada. Baru diperiksa pertama kali," katanya.

Kuasa hukum Susi, Sahid membenarkan jika kliennya diperiksa soal dugaan pelanggaran Pasal 28 ayat 2 UU Terkait penyebaran kebencian atau menimbulkan permusuhan terhadap kelompok atau golongan.

"Ibu Susi hanya saksi terkait laporan di Polres (Polrestabes Surabaya). Kalau laporan di Polda keliatannya tidak ada," ujarnya. []

Berita terkait
Tokoh Sulsel Kecam Tindakan Rasis Terhadap Orang Papua
Kecam tindakan rasisme, tokoh Sulsel: Makassar harus jadi juru damai karena berada di tengah Indonesia.
Solusi Persoalan Papua Menurut Hasto Kristiyanto
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto berikan solusi mengenai persoalan di Papua. Begini solusi yang dianjurkannya.
Zulhas: Pemerintah Harus Bisa Rebut Hati Rakyat Papua
Ketua MPR Zulkifli Hasan atau Zulhas meminta pemerintah memperlakukan khusus rakyat Papua, tak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur.