Komnas HAM: Impunitas Mengancam Demokrasi

Impunitas menjadi penghalang dalam setiap penuntasan kasus HAM di Indonesia. sehingga tidak tuntas penyelesaiannya.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik saat diwawancarai di Kota Batu, Senin 9 Desember 2019. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Malang – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik mengatakan impunitas atau sebuah tindakan yang terbebas dari hukuman serta tidak bisa di pidana selalu menjadi penghalang dalam setiap penuntasan kasus HAM di Indonesia. Sehingga, dalam penuntasaanya tidak pernah selesai.

”Impunitas itu terus terjadi dan terus menerus dalam kasus HAM ini. Bahkan, peristiwa Mei kemarin itu juga impunitas,” ungkap Taufan, Senin 9 Desember 2019.

Oleh karena itu, dia mengungkapkan pelaku yang pernah melakukan kejahatan HAM di satu peristiwa sebelumnya. Sangat dimungkinkan, pelaku tersebut akan melakukan lagi di kasus berikutnya. Sehingga, dalam penuntasannya tidak akan pernah selesai sampai kapanpun.

Impunitas itu terus terjadi dan terus menerus dalam kasus HAM ini.

”Makanya, kita bilang. Impunitas itu membuat ketidakadilan hukum di Indonesia dan mengancam demokrasi. Itu kan terjadi,” tutur pria yang juga Dosen Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) itu.

Dia menyebutkan, setidaknya masih ada 11 kasus HAM berat yang belum selesai hingga saat ini. Diantaranya yaitu Tragedi 1965 - 1966, Kasus Talangsari, Penembakan Misterius (Petrus), Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Paksa (aktivis), Wasior Wamena

Selanjutnya Santet Banyuwangi, serta empat kasus di Aceh yang meliputi Simpang Kaka'a, Simpang Gajah, Rumah Gedong dan Bener Meriah.

”Itu kasus HAM berat ya yang di luar Cak Munir ya. Memang, dari tiga kasus HAM yang sebelumnya sudah masuk ke Pengadilan. Tapi, lagi-lagi enggak menyentuh pelaku utamanya,” ujar Taufan dengan nada jengkel.

Meski begitu, dia merasa sedikit senang karena Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI, Mahfud MD membuka pintu untuk penuntasan kasus HAM ini. Salah satunya ada rencana akan membentuk dan menghidupkan kembali Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

”Kita melihat itu sebagai satu langkah maju. Tapi, kan begini. Ini, pak Mahfud dengan gagasannya menurut beliau adalah arahan presiden. Jadi, kita mau melihat komitmen dan keseriusannya seperti apa,” tuturnya.

Sebelumnya, Taufan menyampaikan memang sudah ada undangan dari pemerintah melalui Menkopolhukam RI. Tujuannya untuk membahas ide pembuatan KKR tersebut. Di mana, nantinya juga akan ada pertemuan tiga pihak antara Komnas HAM, Menkopolhukam RI dan Jaksa Agung.

Akan tetapi, dirinya meminta untuk pembentukan KKR tersebut tidak ada polemik yang sama dengan sebelumnya. Artinya, jangan seperti Menkopolhukam RI terdahulu dengan mengeluarkan ide-ide yang tidak ada dasar hukumnnya.

”Kalau selama ini kan polemik terus. Pembentukan DKN (Dewan Kerukunan Nasional) misalnya, atau tim gabungan terpadu. Itu tidak ada keseriusan,” jelas alumnus S2 di University of Essex, Inggris tahun 2005 itu.

Oleh sebab itu, dia meminta ada dua kesepakatan dalam pembentukan KKR. Pertama yaitu sepakat menghindari polemik tersebut. Kedua yaitu ide tersebut menurutnya harus mendengarkan suara korban atau keluarga korban.

”Kita minta itu. Dan beliau (Mahfud MD) akhirnya setuju dengan itu. Makanya, untuk selanjutnya akan masuk dalam pembahasan yang lebih mendalam dan substantif,” kata dia.

Sementara untuk kapan akan dilakuan pembahasan tersebut. Taufan menyampaikan akan segera dilakukan dalam waktu dekat ini. Apalagi, Menkopolhukam RI menurutnya meminta untuk dipercepat.

”Mestinya hari Jumat lalu, cuma enggak bisa. Tapi ini segera akan dilakukan rapat lagi. Tentunya, nanti akan diperluas lagi pembahasannya,” ujarnya. []

Berita terkait
Museum HAM di Kota Batu, Sejarah Perjuangan Munir
Munir dianggap sebagai aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia, sehingga perlu adanya museum HAM Munir.
Habitat Terganggu, Ular Kobra Ancam Warga Jember
Damkar Jember mengatakan serangan ular kobra dikarenakan habitat ular yang awalnya terdapat di gumuk atau bukit pasir beralih fungsi
Gerindra Siapkan Jenderal Maju Pilwalkot Surabaya
Gerindra Jatim yakin calon yang bakal diusung partainya memiliki potensi besar menang di Pilwalkot Surabaya.
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.