Pematangsiantar - Warga Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) menggugat Pdt Martin Rumanja Purba dan Pdt Paul Ulrich Munthe sebagai Pimpinan Pusat GKPS yang menghibahkan tanah gereja seluas 4.356 meter persegi kepada Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar, Sumut.
Gugataan tersebut telah dilayangkan melalui kuasa hukum Renhad Pasaribu ke Pengadilan Negeri Kota Pematangsiantar bernomor: 89/pdt/2020/PN/mms, tertanggal 9 September 2020.
Ubahman Sinaga, salah seorang jemaat yang ikut menggugat mengatakan, tanah hibah yang digunakan sebagai jalan raya di Jalan Pdt J Wismar Saragih oleh Pemko Pematangsiantar belakangan menimbulkan polemik.
Selain kondisi jalan yang minim rambu-rambu, di lokasi tersebut juga sering terjadi kecelakaan lalu lintas dan memakan korban pengendara.
"Juga masih ada keanehan luar biasa, bahwa pelebaran jalan itu hanya sepanjang tanah GKPS. Sebetulnya masih banyak lagi, misalnya pengurukan dan penjualan tanah urukan, pembuatan danau di kompleks kantor pusat GKPS dan juga pengangkatan manejer Badan Usaha GKPS," ujar Ubahman kepada Tagar, Jumat, 25 September 2020.
Atas fakta tersebut, kata Ubahmam, para penggugat menduga terdapat kekeliruan dalam proses pemberian hibah tanah tersebut oleh pimpinan gereja kepada pemko setempat.
Bukan tidak setuju pagar itu dibangun, tapi jangan sampai sia-sia kalau sudah dibangun
Para jemaat GKPS yang mengajukan gugatan, terang Ubahman, mensinyalir adanya pelanggaran aturan soal tata gereja dan peraturan-peraturan GKPS.
Persoalan ini sebelumnya juga sudah pernah dibahas bersama pemerintah dan itu diakui Renhad Pasaribu selaku kuasa hukum penggugat.
Renhad menyampaikan, sebelumnya warga jemaat telah melakukan pertemuan atau audensi dengan Pimpinan Pusat GKPS dan Wali Kota Pematangsiantar, Hefriansyah.
"Namun auduensi tidak ada titik temu. Bahkan pimpinan pusat tak dapat menunjukkan persetujuan majelis gereja sebagai pemegang kuasa sinode bolon atas hibah tersebut. Begitu juga dengan Hefriansyah yang mengatakan bahwa GKPS lah yang bermohon soal hibah tersebut," ujar Renhad.
Pembahasan Alot di DPRD
Persoalan tanah yang dihibahkan GKPS kepada Pemko Pematangsiantar ini pun menjadi pembahasan alot dalam sidang paripurna DPRD setempat pada Kamis, 24 September 2020.
Saat rapat pengesahan Rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun 2020, beberapa anggota dewan meminta pembangunan pagar senilai Rp 2,7 miliar yang sedang berlangsung dihentikan sementara waktu, menunggu proses hukum yang sedang berjalan di pengadilan.
Hal itu disampaikan salah seorang anggota dewan dari Fraksi PDIP, Suwandi Sinaga. Dia berpandangan perlunya unsur kehatian-hatian dalam pengalokasian dana hibah oleh pemerintah kota.
“Kami bukan mau membatalkan pembangunan itu, tetapi karena ada orang yang keberatan, yaitu simpatisan GKPS dan masalah ini sudah saya laporkan ke DPRD. Kalau pengadilan memenangkan penggugat, tanah itu tidak jadi diberikan ke pemko, bagaimana," kata dia.
Kemudian, kata mantan polisi itu menilai, tanah yang diserahkan kepada Pemko Pematangsiantar sangat jauh berbeda dengan nilai pembangunan pagar.
“Kalau dihitung luas tanah dan nilainya, bisa sampai puluhan miliar. Sementara nilai pagar yang dibangun pemko hanya Rp 2,7 miliar. Itu yang dipermasalahkan sekarang,” tuturnya.
Hal senada disampaikan anggota dewan lainnya dari Fraksi PDIP Astronout Nainggolan.
Dia meminta agar Dinas PUPR Pematangsiantar mengecek kembali keabsahan pengalihan aset GKPS ke pemko sebelum pembangunan pagar dilanjutkan.
“Saya dengar masalah ganti rugi tanah dan pagar, mereka saling gugat-menggugat ke pengadilan. Ada internal mereka saling menggugat. Dari pada pekerjaan nanti sia-sia, tolong dicek ulang situasinya,” jelasnya.
Astronout mengatakan, persoalan hibah tanah GKPS sudah pernah ia sampaikan saat rapat dengar pendapat sebelumnya. Tujuannya menghindari kerugian dari rencana pembangunan pagar senilai Rp 2,7 miliar.
“Saat RDP pun sudah saya pertanyakan mengenai nilai pagar yang dibangun dengan nilai tanah yang dipergunakan. Kan harus ada tim apraisalnya menghitung. Itu kan mekanismenya. Bukan tidak setuju pagar itu dibangun, tapi jangan sampai sia-sia kalau sudah dibangun,” ucapnya.[]