Kisah Perjuangan Intan Khasanah Sembuh dari Kanker

Intan Khasanah sebagai pejuang kanker getah bening berhasil melalui tantangan hingga kini sehat normal.
Intan Khasanah pejuang kanker getah bening yang kini telah sembuh total. (Foto: Tagar/Santi Sitorus)

Jakarta - Namanya Intan Khasanah, usia 23 tahun. Perempuan berhijab ini mengidap kanker getah bening atau limfo hodgkin. Sempat mengalami lumpuh tiga bulan, bahkan kecil kemungkinan bisa melanjutkan hidup.

Namun dengan segala perjuangan, perempuan kelahiran Padang, Sumatera Barat, 25 Februari 1996 ini bisa sembuh. Intan kini bisa mengekspresikan segala hobi dan cita-citanya dengan kesehatan yang normal.

Intan bercerita, awal mula penyakit yang diidapnya saat mendapati ada dua buah benjolan di bagian leher. Ukurannya sebesar kelereng. Tidak terasa sakit saat benjolan itu ditekan. Intan membiarkannya selama delapan bulan. 

"Muncul dua benjolan sebesar kelereng. Terus uda jalan delapan bulan," katanya dalam acara Harapan Baru Bagi Pasien Kanker Limfoma Hodgkin dengan Terapi Inovatif di Jakarta, Rabu, 13 November 2019.

Namun, mahasiswi Universitas Indonesia ini merasakan penurunan berat badan yang luar biasa. Selain itu, pada malam hari sering berkeringat yang berlebihan, terasa lelah meski tanpa melakukan aktifitas berat. "Lelah aja bawaannya. Enggak ada tenaga sama sekali," kata Intan.

Orang tuanya lalu memilih untuk membawanya berobat. Saat itu Intan dibawa ke salah satu rumah sakit swasta di Pekanbaru, Riau. Dokter di rumah sakit itu mendiagnosis Intan mengidap penyakit Tuberclosis (TBC). Intan mendapat asupan obat untuk penyakit tersebut. Namun, usahanya tidak membuahkan hasil.

Rupanya dokter kurang tepat dalam mendiagnosa terhadap penyakit yang diderita Intan. Lalu orang tuanya memutuskan membawa Intan menjalani pengobatan ke salah satu rumah sakit kanker di Jakarta.

Perempuan 24 tahun itu diperiksa. Alhasil, penyakit yang telah bersarang di dalam tubuhnya sejak 2013 adalah kanker getah bening. Dalam dunia kedokteran disebut kanker limfo hodgkin.

Benjolan yang bersarang selama delapan bulan itu ternyata sel-sel kanker yang berada di dalam tubuhnya sudah menjalar kemana-mana. Dokter mendiagnosis bahwa benjolan yang awalnya berada di leher sudah berpindah ke bagian tulang belakang.

Intan ingat waktu itu dokter menyebut kanker yang dideritanya sudah mencapai stadium 4. Intan harus masuk perawatan intensif di ruang rawat gawat darurat (ICU). Di ruang itu, ventilator pun dipasang pada bagian tubuhnya.

Jadi aku hanya bisa telentang di rumah sakit selama tiga bulan.

Dia juga ingat atas kondisinya itu kecil kemungkinan bisa selamat dari masa kritis. Selain itu, semua organ tubuhnya sudah tidak berfungsi dengan baik. Kaki, tangan, hingga badannya tidak bisa bergerak.

"Awalnya badan masih bisa dimiringkan, kaki masih bisa diangkat. Tapi lama-lama semuanya enggak bisa diangkat. Jadi aku hanya bisa telentang di rumah sakit selama tiga bulan," ujar Intan.

intan dan ibunyaIntan Khasanah (kanan) bersama ibunda tercinta. (Foto: instagram@intankhasanah/Tagar/Santi Sitorus)

Melihat kondisi itu, tim dokter mengenjot Intan dengan berbagai suntikan dan obat-obatan. Ternyata, usaha para dokter itu tidak sia-sia. Alumni mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia itu berhasil pulih kembali dari masa kritis.

Setelah itu, pihak rumah sakit mengajurkan Intan untuk menjalani pengobatan medis kemoterapi di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Tak tanggung-tanggung, Intan harus menjalani enam kali regimen kemoterapi Adryamycin, Bleomycin, Vinblastine, Dacarbazine (ABVD) atau kemoterapi yang digunakan dalam pengobatan lini pertama pada kanker.

Intan juga harus menjalami satu kali kemoterapi DHAP yang digunakan untuk induksi remisi dalam kanker, kemudian radiasi, dan yang terakhir tahap operasi.

Menurut Intan, tahap ABVD merasakan sangat perih yang luar biasa. Intan merasa seperti disayat-sayat karena pembuluhnya ditusuk saat memasukkan infus. Dampak yang dialami Intan, tangan bengkak serta sakit di sekujur tubuh.

Intan mengaku capek menjalani kemoterapi terus. Apalagi pembuluhnya kecil, sehingga susah dipasang infus dan obat kemo. "Pas masuk pertama kali itu perih, rasanya kayak disayat-sayat gitu. Bahkan selesai itu tangan bengkak banget, lemes. Badan pada sakit semua," ujarnya.

Pejuang kanker ini mengaku saking capeknya menjalani proses kemoterapi setiap bulan, Intan sempat kabur dari penanganan medis. Itu terjadi pada 2014, saat diterima menjadi mahasiswa baru di Fakultas Komunikasi UI. Saat itu Intan belum sembuh dari kankernya.

Setelah memilih kabur, Intan memutuskan memilih pengobatan alternatif. Intan kerap mendapat suntikan stelsel pada bagian perut. Namun, menyadari apa yang dilakukan itu hanya menunda waktu kankernya tidak kambuh saja.

Aku kan manusia, kadang aku down karena pengen juga kayak manusia sehat seperti yang lainnya.

Pada 2016, saat Intan mengenyam pendidikan semester 4 di UI, kankernya kambuh lagi. Bahkan semakin parah. Akhirnya Intan memutuskan untuk menjalani penanganan medis di rumah sakit lagi.

Intan merasa beruntung karena mendapat penanganan dokter spesialis kanker. Namanya dr. Tubagus Djumana Atmakusuma. Intan mendapat penanggulangan kanker seperti suntikan Navagreen. Tujuannya untuk menaikkan sel darah putih.

Pengakuan Intan, suntikan Navagreen ini sangat berefek dashyat. Tapi karena sudah tidak ada pilihan lain, maka harus dijalani dari pada kanker yang bersarang di tubuhnya menjemput ajal. "Efeknya kadang parah, kadang enggak. Dilewatin aja sih, dari pada kankernya makin parah mending merasakan efeknya," ucap perempuan berhijab itu.

intan csIntan Khasanah (belakang, dua dari kanan) bersama teman-temannya. (Foto: instagram@intankhasanah/Tagar/Santi Sitorus)

Perjuangannya tidak sampai di situ, Intan harus menjalani proses operasi sel saraf tulang belakang. Melewati proses panjang, terkadang Intan merasa down, karena ingin merasakan seperti manusia normal. "Aku kan manusia, kadang aku down karena pengen juga kayak manusia sehat seperti yang lainnya," katanya.

Perempuan yang hobi ngedance ini merasa sedih. Saat menjadi mahasiswa baru, Intan tidak merasakan euforia seperti berkenalan dengan teman-teman baru. "Aku pengen ngerasain gimana sih euforia yang di ospek sama teman-teman kan, karena di situ kita punya teman-teman baru," ucap Intan.

Meski masih menjalani masa pengobatan kanker, keinginannya berinteraksi dengan teman di kampusnya begitu besar. Bahkan, saat menjalani perawatan intensif di rumah sakit yang tubuhnya dipenuhi selang infus, Intan mencuri waktu untuk mengikuti persentasi untuk ujian tengah semester (UTS) di kampus.

Akhirnya perjuangan Intan memang tidak sia-sia. Kini, Intan telah bisa sembuh total dengan mengikuti segala anjuran dokter. Selain itu, ia juga memiliki keyakinan penuh bahwa dirinya yang dianggap lumpuh dan tidak memiliki masa depan ternyata bisa bangkit dengan semangat besar.

"Jangan merasa diri terlalu berbeda dengan yang lain. Jalani aja hidup seperti biasa. Anggap saja kita sama seperti orang yang sehat. Pasti bisa mewujudkan hobi dan cita-cita," ujar Intan penuh semangat.

Kini Intan sudah tidak lagi mengonsumsi obat-obatan penyembuh kanker. Hanya saja ia masih harus rutin periksa PTScan sekali sebulan. "Aku udah enggak minum obat lagi. Sudah sehat 100 persen per Juli 2019 kemarin," ucapnya. []

Baca Juga:

Berita terkait
Empat Gejala Kanker Tulang yang Harus Diwaspadai
Kanker bisa menyerang tubuh bagian mana pun, termasuk tulang. Hal ini tentunya sangat berbahaya karena berisiko dengan kematian.
Kanker Rhabdomyosarcoma Renggut Nyawa Bocah Kulon Progo
Bocah yang terserang penyakit rhabdomyosarcoma yaitu kanker jaringan lunak yang menyerang otot rangka, meninggal dunia.
Picu Kanker, Obat Ranitidin Ditarik BPOM
BPOM menarik peredaran obat yang tercemar N-nitrosodimethylamine (NDMA) di dalam produk ranitidin.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.