Bangkalan - Keberadaan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, belum berjalan maksimal. Meski terdistribusi, namun keberadaannya tidak digunakan sebagaimana mestinya. Bahkan dana bantuannya diduga dibuat uang jajan.
Hal tersebut diungkap oleh aktivitas Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Arif Qomaruddin saat menggelar aksi demo ke Kantor Dinas Pendidikan Bangkalan, Kamis 26 Desember 2019.
Keberadaan KIP di Bangkalan ini tidak diterima langsung si pihak penerima. Melainkan dikendalikan oleh sebagian oknum guru.
KIP merupakan kartu yang ditujukan bagi keluarga miskin yang ingin menyekolahkan anaknya yang berusia 7-18 tahun secara gratis. Mereka yang mendapat KIP akan diberikan dana tunai dari pemerintah secara reguler yang tersimpan dalam fungsi kartu KIP untuk bersekolah secara gratis tanpa biaya.
"Keberadaan KIP di Bangkalan ini tidak diterima langsung si pihak penerima. Melainkan dikendalikan oleh sebagian oknum guru. Walau sampai kepada wali murid, dana bantuan KIP tidak dibuat untuk kebutuhan sekolah, namun dibuat membeli makanan," kata Arif.
Selain itu, Arif menyebut kondisi infrastruktur sekolah terkesan minim perhatian pemerintah. Ditambah kurangnya tenaga pendidik yang profesional. Dengan begitu, aktivitas belajar mengajar pun kian terhambat.
"Banyak pendidikan di desa-desa yang sangat memprihatinkan, kelas ambruk, fasilitas sangat minim, dan terbatasnya tenaga guru," ucap Arif.
Saran Arif, jika Pemkab tidak mampu menjalankan program pemerintah pusat dan membuat pendidikan semakin amburadul, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Bangkalan Bambang Budi Mustika disarankan untuk mengundurkan diri dan diganti kepada pejabat yang lebih kompeten.
"Kalau sudah dirada berat menanggung beban, silakan pimpinan Disdik mengundurkan diri," tekannya.
Kapala Disdik Bangkalan Bambang Budi Mustika terbuka menerima semua tudingan pendemo. Ia mengklarifikasi satu persatu pokok persoalan, mulai dari keberadaan infrastruktur sekolah hingga fungsi KIP yang sebagian sudah terdistribusi. Khusus KIP, Bambang mengaku mendapat datanya dari Dinas Sosial.
"KIP itu bisa diuangkan apabila didaftarkan oleh sekolah melalui Dapodik. Namun prosedur itu tidak dilakukan oleh wali murid," ungkap Bambang.
Untuk menyiasati agar mengurangi celah keberadaan KIP, pihaknya mengaku sudah melakukan sosialisasi kepada wali murid. Sehingga penerima KIP yang dibimbing orangtuanya bisa memahami prosedur pengambilan bantuan. []