Kampung Warna Warni Malang Waspada Banjir Bandang

Secara historis kampung warna warni Kota Malang sudah dua kali dihantam banjir besar tahun 1985 dan 1994.
Luapan air Sungai Brantas yang hampir menyentuh teras rumah warga saat debit air tinggi pada Rabu 25 Desember 2019 kemarin. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Malang – Kampung Warna Warni Jodipan, Kota Malang memang tidak terlepas dari potensi banjir jika sewaktu-waktu debit air Sungai Brantas tinggi. Apalagi, secara historis bahwa tempat wisata yang beralamat di Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing itu dua kali dihantam banjir besar tahun 1985 dan 1994.

Hal tersebut hampir saja terulang kembali saat debit air Sungai Brantas tinggi pada Rabu 25 Desember 2019 kemarin sore. Dimana, menurut catatan Sistem Informasi Siaga Banjir (SIGAB) di Stasiun Gadang (sebelah hilir dari Kampung Warna-Warni) debit tertinggi Sungai Brantas saat itu mencapai 109 m3/detik.

Di Stasiun AWLR (Automatic Water Level Recorder) Gadang Hilir mencatat debit air Brantas memang naik drastis setinggi 105,2 m3/det, dari 16,3 m3/det.

Meski begitu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang memberikan keterangan bahwa tingginya tersebut masih belum besar dan masuk kategori siaga normal.

”Hasil pantauan aplikasi SIGAB Rabu semalam. Di Stasiun AWLR (Automatic Water Level Recorder) Gadang Hilir mencatat debit air Brantas memang naik drastis setinggi 105,2 m3/det, dari 16,3 m3/det. Tapi, itu masih siaga normal,” ungkap Analisis BPBD Kota Malang, Mahfuzi, Kamis 26 Desember 2019.

Oleh karena itu, terjadinya hal tersebut dia menyarankan agar masyarakat sekitar untuk berhati-hati. Khususnya untuk wisatawan yang sedang menghabiskan masa liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) di kawasan tempat wisata Kampung Warna Warni Jodipan.

”Waspada terhadap kenaikan debit setiap hujan datang. Baik hujan di hulu atau di daerah yang bersangkutan. Karena, banjir bandang sewaktu-waktu bisa datang secara mendadak,” ungkap alumnus Universitas Brawijaya (UB) Malang itu.

Dia juga mengimbau agar tidak melakukan aktivitas apapun di sempadan sungai saat terjadi debit air tinggi. Misalnya seperti selfie, menyebrang, bermain dan lain sebagainya.

”Masih aman. Tapi, tetap hati-hati dan waspada saat di sana (Kampung Warna Warni Jodipan),” ucapnya.

Sementara itu, Direktur Utama Perusahaan Umum Jasa Tirta I (PJT-I), Raymond Valiant Ruritan mengatakan sebagai operator di wilayah sungai strategis nasional memang menyanyangkan kurangnya perhatian Pemerintah Kota (Pemkot) Malang atas pengelolaan Kampung Warna Warni Jodipan. 

”Kita dulu sebenarnya sudah pernah menyurati Pemkot Malang agar berhati-hati dalam pengembangan kawasan tersebut. Karena, Kampung Warna-Warni adalah area wisata itu sebagiannya menempati wilayah sempadan Sungai Brantas,” tutur alumnus Magister Pengelolaan Tanah dan Air UB Malang itu.

Lebih lanjut, Raymond menjelaskan bahwa surat yang dimaksud tersebut disampaikan dengan saran agar melakukan zonasi atau pembatasan area di sekitar tempat wisata. Dengan tujuan agar tidak membahayakan pengunjung dan penduduk setempat.

”Penampang sungai di sana diduga mengalami perubahan yang berpotensi meningkatkan daya rusak dari debit banjir. Namun, itu perlu segera dilakukan pengukuran kembali untuk memastikannya,” ujar Raymond.

Sebenarnya, dia mengungkapkan pihaknya sudah pernah melakukan pengukuran di tahun 2017. Hasilnya, terungkap masih banyak sejumlah bangunan di Kampung Warna Warni Jodipan, Kota Malang yang diketahui masuk area sempadan Sungai Brantas.

”Beruntung, dari kejadian kemarin debit air masih belum terbilang besar. Saat terjadi hujan di Kota Batu, Sungai Brantas di Stasiun Gadang (sebelah hilir dari Kampung Warna-Warni) tercatat debit tertinggi mencapai 109 m3/detik,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, Raymond menyarankan agar ada pemasangan early warning system (EWS) dan peil schaal (alat ukur muka air). Tujuannya sebagai indikator potensi tinggi banjir di kawasan Kampung Warna Warni Jodipan, Kota Malang.

Kampung Warna-warniKondisi kampung Warna Warni Jodipan, Kota Malang. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Banjir Sungai Brantas Pernah Hancurkan Rumah Warga

Bunyi gemuruh air Sungai Brantas yang seketika mengagetkan wisatawan yang berada di Kampung Warna Warni Jodipan, Kota Malang pada Rabu 25 Desember 2019 sore.

Melihat air yang tinggi dengan membawa beberapa materil seperti pohon, kayu, bambu, kasur dan kursi. Spontan, masyarakat dan wisatawan yang berada dipinggir sungai naik ke tempat yang lebih tinggi.

”Kaget dan ada rasa khawatir sebenarnya. Tapi, setelah dilihat ternyata bisa jadi tontonan yang seru. Melihat langsung sungai yang sedang banjir,” ungkap Arum Sari Widyastuti, salah satu wisatawan asal Yogyakarta tersebut.

Dengan adanya itu, Arum yang mengunjungi Kampung Warna Warni Jodipan, Kota Malang tak mau meninggalkan momen tersebut. Dari tempat yang tinggi di samping sungai. Bersama dua temannya dia asyik berswafoto.

”Ternyata seru, bisa dibuat untuk selfi dengan backround sungai brantas yang sedang naik dan Kampung Tridi disebelahnya itu,” ujar dara 25 tahun itu.

Sementara itu, fenomena tersebut sebenarnya sudah dianggap biasa oleh warga setempat. Meskipun, kejadian tersebut sejatinya memang sangat membahayakan tempat tinggal penduduk yang berdekatan langsung dengan Sungai Brantas.

”Sudah biasa seperti ini. Dan ini (tingginya debit air Sungai Brantas) masih terbilang kecil. Terakhir yang besar itu tahun 2016 kemarin, saat proses pembangunan jembatan kaca itu,” terang Heri Winanto, warga Kampung Warna Warni saat diwawancarai.

Dia mengungkapkan, semua materil pembangunan jembatan kaca dibawa oleh arus Sungai Brantas. Kurang lebih ada sebanyak 15 truk material yang dibawa dalam kejadian tersebut.

”Habis semua materilnya. Enggak ada sisanya dan harus beli lagi untuk meneruskan pembangunannya,” ujarnya sambil menunjuk lokasi tempat materil yang dibawa arus Sungai Brantas saat itu.

Sedangkan ketika ditarik ke belakang, Heri menjelaskan bahwa ada kisah kelam beberapa tahun lalu. Tepatnya pada tahun 1985 dan 1994. Bahkan, saat itu diungkapkan rumahnya hancur diseret sungai brantas.

”Saat kejadian itu, airnya dulu sampai masuk ke rumah-rumah. Tingginya kurang lebih sampai mata gambar singa itu atau sekitar 2 meteran dari tempat yang kita jajaki sekarang ini,” tuturnya.

Dijelaskannya, saat ini memang belum ada penanda khusus yang dimiliki Kampung Warna Warni Jodipan untuk mengetahui tingginya debit air Sungai Brantas. Karenanya, dia meghafalkan ciri-ciri atau tanda kapan debit air tinggi.

”Tandanya, air sungai ini bau tanahnya menyengat, airnya kecoklatan dengan disertai ada gemuruh. Seperti kemarin itu, kayak ada gemuruh kan,” terang bapak 53 tahun itu.

Dengan adanya hal tersebut, Heri mengaku sudah tidak khawatir lagi dengan kejadian yang sama. Karena dirinya sudah paham dengan situasi dan kondisi debit air sungai tinggi serta kapan harus menyelamatkan.

”Sudah enggak khawatir lagi sekarang. Karena sudah faham dan hafal kapan air sungai (Brantas) ini naik,” ungkap pria yang juga jualan di tempat wisata itu. []

Berita terkait
Drainase Buntu, Jalan di Sumenep Terendam Banjir
Tujuh titik jalan di Sumenep yang mengalami kebanjiran, dan berada di kawasan padat penduduk.
Gerhana Matahari Astronomi Club Edukasi Warga Kediri
Edukasi diberikan kepada warga Kediri tentang gerhana matahari, karena sering dikaitkan dengan hal mistis.
Tak Lirik Eri, PKB Jatim Condong ke Hanif Dhakiri
Wakil Ketua PKB Jatim menilai Hanif Dhakiri lebih dibutuhkan milineal di Surabaya untuk memimpin kota Surabaya
0
LaNyalla Minta Pemerintah Serius Berantas Pungli
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah serius memberantas pungutan liar (pungli). Simak ulasannya berikut ini.