Jakarta - Sebuah cerita menyedihkan tentang seorang anak berkebutuhan khusus bernama Muhammad Rendy Seriawan. Karena keadaannya, belasan tahun dikurung orang tuanya di depan rumahnya, kampung Siswodipuran, Boyolali, Jawa Tengah.
Orangtuanya terpaksa mengurungnya karena khawatir jika tidak diawasi Rendy akan berlari ke jalan dan tidak bisa dikendalikan. Di ruangan sempit dengan luas hanya 3 x 4 meter, Rendy setiap hari melakukan aktivitasnya, mulai dari makan, mandi dan cuci kakus atau MCK hingga tertidur.
Saat ini seharusnya Rendy sudah duduk di bangku SMA karena usianya hampir 17 tahun. Namun dia masih bertingkah seperti anak anak yang sangat aktif berlarian di dalam ruangan.
Bahkan saat dicoba dikeluarkan agar bisa melihat dunia luar, ayahnya kewalahan untuk menangkapnya kembali. Rendy dikurung sejak tahun 2009 lalu, hal tersebut terpaksa dilakukan lantaran kedua orang tuanya bekerja dan yang di rumah tinggal neneknya yang sudah tua. Jika tidak diawasi, Rendy akan berlari ke luar halaman dan sulit dikendalikan.
Keluarga sudah berupaya untuk menyekolahkan di sekolah luar biasa. Namun karena anak sulungnya mengalami autisme sejak kecil, yang selalu ingin berlari kemana-mana. Sedangkan di sekolah itu tidak ada ruang tertutup dan tidak ada yang sanggup menjaga, akhirnya hanya bertahan sebulan bersekolah.
“Rendy itu anak berkebutuhan khusus yang diklasifikasikan anak autis, tapi mampu bela diri sedikit. Dia mampu untuk melayani diri sendiri,” kata Ketua Forum Komunikasi Guru Pembimbing Khusus (FKGPK) Boyolali, Siti Nurani, dikutip dari iNews, Jumat, 23 Juli 2021.
Dia juga tak bisa dikendalikan untuk berdiam diri. Dia selalu melarikan diri.
“Makan sendiri sudah bisa, mandi sendiri sudah bisa. Hanya dia tak bisa dikendalikan emosinya. Dan dia juga tak bisa dikendalikan untuk berdiam diri. Dia selalu melarikan diri,” katanya.
Karena keterbatasan ekonomi, orang tua hanya bisa pasrah dan berharap ada bantuan dari pemerintah atau pihak swasta yang berkenan menyembuhkan kondisi anaknya hingga memberikannya bekal ketrampilan agar rendy bisa kembali hidup normal.
“Saat masih TK (taman kanak-kanak) biasa saja. Habis TK itu sudah kelihatan. Geraknya, marahnya, semuanya kalah dengan geraknya,” kata Daryanto, ayah Rendy.
“Kalau mau belajar menulis, sebentar ditinggal langsung lari. Pernah di SLB tapi baru beberapa bulan, pihak sekolah keberatan karena ruangannya belum tertutup,” katanya. []
Baca juga