Bukittinggi – Kalbe Farma bakal menjual obat Remdesivir seharga Rp 3 juta. Ternyata, Dokter Spesialis Paru di RSAM Bukittinggi telah pernah menggunakan khasiat obat tersebut untuk menangani pasien corona. Apakah sudah betul-betul teruji ampuh?
Remdesivir yang bakal masuk ke Indonesia merupakan obat yang diproduksi Hetero, perusahaan farmasi India. Obat itu akan diimpor oleh anak perusahaan PT Amarox Pharma Global. Sedangkan, yang pernah diresepkan oleh dokter di RSAM Bukittinggi merupakan pemberian WHO.
“Belum sampai ke daerah, (rencana impor itu) baru untuk pusat saja. Kami di RSAM pernah pakai obat dari WHO karena ikut penelitian solidarity trial,” ujar dr Dedi Herman SpP (K) diwawancara Tagar via Whatsapp, Jumat, 2 Oktober 2020.
Pemberian dosis awal sebesar 200 mg. Pada hari kedua sampai hari ke-14 dosisnya 100 mg.
Wakil Ketua Satgas Covid-19 RSAM Bukittinggi itu menjelaskan Remdesivir telah menjadi rekomendasi utama di Amerika Serikat. Sebab, obat ini teruji cepat menurunkan viral load, kendati memiliki efek samping.
“Di Amerika obat ini rekomendasi utama. Namun baru akan masuk ke Indonesia pada Oktober 2020 ini dan dilegalkan penjualannya oleh Balai POM,” sebutnya.
Dedi menceritakan, dirinya telah meresepkan obat itu kepada 3 pasien yang mengalami gejala berat di RSAM Bukittinggi. Katanya, pemberian dosis awal sebesar 200 mg. Pada hari kedua sampai hari ke-14 dosisnya 100 mg.
Baca juga: Kemenkes: Maksimal Rp 900.000 untuk Tes Swab Mandiri
Kata Dedi, efek samping obat sifatnya ringan. Bisa berupa mual, tidak enak perut, atau sakit kepala. Namun efek samping obat akan hilang jika penggunaan dihentikan.
“Tapi sekarang obatnya habis. Pasien yang ingin menggunakan harus cari sendiri,” terangnya.
Ditanyakan apakah Antivirus Covifor itu hanya direkomendasikan untuk pasien bergejala berat, kata Dedi tidak pula demikian. Menurutnya, obat ini bisa saja untuk pasien Covid-19 bergejala ringan hingga berat. Akan tetapi lebih baik diprioritaskan untuk yang bergejala berat karena faktor harga.
“Angsuran obat terhadap kesembuhan pasien ada. Tapi, saya harus chek dulu catatan, takut salah. Kalau hasil di negara lain sangat membantu, tergantung juga dengan kondisi pasien yang diberikan,” pungkasnya.[]