Untuk Indonesia

Ketika Semua Sistem Digitalisasi, Siapkah Desa Kita?

Sebuah sistem yang didesain dengan pemanfaatan teknologi digital karena dipaksa situasi pandemi Covid-19, dalam pengurusan Akta, KK dan KTP-el.
Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Oleh: Benardo Sinambela*

Hari ini saya untuk kesekian kalinya kembali menginjakkan kaki di Pulau Kalimantan, tepatnya di Kalimantan Timur, sebelumnya saya di Kalimantan Utara. Di perjalanan menuju bandara, seorang teman berdiskusi dengan saya lewat sambungan telepon. Dia menceritakan sebuah permasalahan pelik yang mereka hadapi di daerahnya karena satu kebijakan yang lebih maju, namun sekaligus menimbulkan persoalan atau kesulitan baru di kalangan masyarakat pedesaan.

Sebuah sistem yang didesain dengan pemanfaatan teknologi digital karena dipaksa situasi pandemi Covid-19. Sistem itu diterapkan dalam pengurusan Akta, Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el). Kelihatannya sangat inovatif, lebih mudah, murah, dan praktis karena masyarakat tidak harus ke kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang jaraknya jauh dan belum tentu selesai dalam satu hari jika diurus dengan cara konvensional atau cara lama.

Mendengar penjelasan di atas, saya langsung menanggapi, bahwa cara baru yang diterapkan itu benar-benar adalah sebuah kemajuan, dan yang pasti sedikit banyak akan memutus mata rantai penyelewengan atau korupsi di kalangan birokrat desa, camat dan juga dinas terkait. Kita harus akui, bahwa salah satu praktik korupsi terkecil di desa adalah masalah terkait pengurusan Akta, KK dan KTP-el. Siapa mau cepat-cepat dapat, cuan-nya juga harus banyak, yang dalam kehidupan warga pedesaan sering disebut sebagai 'ongkos' pengurusan atau 'uang tinta' para kepala atau aparat desa.

Inilah penilaian awal yang saya sampaikan menanggapi penjelasan teman yang bercerita di atas. Saya memberi pendapat seperti itu karena hal yang sama toh juga saya sampaikan dalam beberapa kesempatan berdiskusi bersama pemuda desa dan para perangkat desa dalam kapasitas saya sebagai pemuda yang memberikan beberapa masukan.

Kenapa? Karena sejatinya teknologi hadir untuk mempermudah kita dalam setiap urusan-urusan pekerjaan dan sekaligus memberi nilai tambah dalam setiap usaha atau bisnis, pun itu bisnis kecil atau besar, produk UMKM di desa atau produk dari perkotaan. Dalam hal ini, saya mengapresiasi jika ada kepala daerah yang secara konkrit menciptakan inovasi baru yang memanfaatkan teknologi dan digital untuk optimalisasi pelayanan bagi masyarakat desa.

Selanjutnya, teman saya menyampaikan beberapa hal yang menjadi masalah baru, yang muncul setelah adanya kebijakan digitalisasi pengurusan Akta, KK dan KTP-el tersebut. Pertama, tidak semua masyarakat memiliki dan tau memakai atau bahkan mengopreasionalkan akun e-mail. Ke dua, tidak semua masyarakat memiliki dan tau mengoperasionalkan aplikasi WhatsApp. Ke tiga, tidak semua masyarakat memiliki dan tau menhoperasionalkan handphone canggih. Ke empat, bahkan, tidak semua masyarakat terjangkau sinyal yang secara otomatis berimplikasi pada ketidakpemilikan nomor handphone.

Perlu dipikirkan pembenahan kantor desa dengan akses internet yang memadai, agar kantor desa bisa menjadi tempat warga mengakses internet

Jika dilihat dari data pengguna internet di Indonesia, sebanyak 175,4 juta penduduk sudah mengakses internet, itu artinya persentase penetrasi pengguna internet di Indonesia sudah menyentuh angka 64 persen. Itu artinya sebanyak 36 persen penduduk belum terjangkau akses internet, dan itu artinya sejumlah 97,9 juta penduduk belum merasakan akses internet.

Zaman memang sudah membawa kita sampai sejauh ini, semakin hari semakin pesat perkembangannya. Menurut saya, sewajibnya kita harus mengikuti perkembangan zaman agar tidak tergilas, terlebih karena kehadiran dan modernisasi teknologi adalah untuk mempermudah pekerjaan manusia, mempercepat dan menjadikan ruang kita tanpa batas.

Kehadiran ruang virtual membuat kita memiliki tambahan ruang juga untuk mengekspresikan diri, menjual hasil-hasil UMKM dan potensi-potensi di desa ke siapapun yang dapat akses internet, termasuk mempermudah urusan administratif kependudukan yang notabane juga banyak masyarakat yang masih mengalami kendala kepemilikan.

Kendala kepemilikan administrasi kependudukan di daerah pedesaan akhir-akhir ini menjadi sangat meresahkan terlebih karena mendekati pendaftaran anak sekolah dasar, ini jugalah sebabnya kenapa teman saya sempat-sempatkan untuk berdiskusi soal digitalisasi pengurusan administrasi kependudukan.

Banyak dari penduduk desanya yang terkendala, terlebih karena adanya politik di pedesaan yang semakin runyam, siapa yang pendukung kepala desa yang menang, dia yang selalu didahulukan. Itu sebabnya penduduk yang tidak memiliki nomor handphone dan email sangat jarang dilayani, pun ketika mereka pergi ke kantor camat dan ke kantor Dukcapil akan disuruh pulang, disuruh tetap daftar melalui online.

Melihat situasi desa dan penduduk kita yang masih banyak tidak terkoneksi internet, maka perlu dibuat dua opsi pengurusan administrasi kependudukan warga desa. Pertama, pengurusan secara online harus tetap dijalankan, namun perlu diperbaiki sistemnya, juga pembenahan infrastruktur jaringan internet hingga ke desa. Kenapa perlu dilanjutkan? Karena ke depan zaman akan semakin terarah pada kemajuan teknologi informasi, dan tidak akan mungkin mundur lagi.

Ke dua, bagi desa yang belum ada akses internet, harus diberikan kelonggaran untuk keperngurusan secara offline atau konvensional, supaya bagi warga yang belum punya smartphone dan belum paham menggunakan internet bisa tetap mengurus keperluan administrasi kependudukannya tanpa kendala. Karena tidak mungkin kita juga mengorbankan mereka yang belum tersentuh internet sama sekali.

Pemerintah perlu mengambil peran agar semua desa atau daerah bisa terjangkau jaringan internet, jangan sampai masyarakat di desa yang dikorbankan karena sistem yang dibangun hanya berdasarkan penglihatan atau analisis daerah yang di perkotaan dan sudah terjangkau jaringan internet. Sederhananya, pemerintah tidak boleh mengabaikan mereka yang jauh dipinggiran dan berada di daerah 3T.

Ke tiga, perlu dipikirkan pembenahan kantor desa dengan akses internet yang memadai, agar kantor desa bisa menjadi tempat warga mengakses internet, atau mungkin mengakses keperluan pengurusan administrasi kependudukan, terlebih agar menjadi tempat belajar bagi pemuda desa, mencari bacaan-bacaan buku dari internet, menjadi tempat belajar dan mencari pengalaman dari fasilitas dan konten-konten edukasi yang ada di ruang virtual yang tiada terbatas.

Ke tiga poin di atas harus benar-benar diperhatikan oleh pemerintah, dari pusat hingga ke desa. Sampai kapan? Sampai semua benar-benar siap secara infrastruktur, sarana dan prasarana yang dibutuhkan, termasuk sumber daya manusia dan mental masyarakat, mental yang selalu siap untuk menerima perubahan-perubahan yang terjadi setiap saat.

*Kabid Medkominfo PP GMKI M. B 2018-2020, Founder Pemuda Desa Mandiri (PUSARI)

Berita terkait
Asuransi Tugu Kembangkan Platform Digital
Asuransi Tugu Pratama Indonesia terus mengembangkan platform digital untuk memberikan kemudahan masyarakat mengakses informasi.
Kemendag Dukung Kredit Modal Kerja UMKM via Digital
Pemerintah mempercepat pemulihan ekonomi di masa pandemi melalui kucuran modal kepada UMKM
RMI Usul Konsep Taman Digital di Provinsi Riau
Rumah Milenial Indonesia (RMI) Riau mengusulkan Taman Digital di beberapa lokasi ruang publik dan ruang terbuka hijau di Provinsi Riau.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.