Keterbatasan APD, Dokter di RSSA Malang Buat Sendiri

Ketersediaan alat pelindung diri untuk tenaga medis di Malang, Jawa Timur, dalam menangani pasien virus corona atau Covid-19 masih terbatas.
Seorang petugas sedang merapikan sarana dan prasarana ruang isolasi di RSSA Malang. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Malang - Ketersediaan alat pelindung diri (APD) untuk tenaga medis di Malang, Jawa Timur, dalam menangani pasien virus corona atau Covid-19 masih terbatas. 

Selain barangnya langka, kalaupun ada harganya bisa mencapai 300 kali lipat untuk satu APD sekali pakai.

Hal itu pun sangat memprihatinkan melihat Malang Raya dan Surabaya yang masuk zona merah Covid-19 di Jatim. Menurut data per Jumat, 20 Maret 2020 disebutkan sudah menembus angka 15 orang positif. Diantaranya 13 di Surabaya dan 2 di Malang Raya.

Karena itu, pihak rumah sakit rujukan seperti Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang harus memutar otak mencari cara lain mengatasi hal tersebut. Selain membuat sendiri, alternatifnya juga mengalihkan penggunaan APD di kasus lain untuk kasus yang kondisinya lebih penting seperti Covid-19 ini.

"Untuk APD, rumah sakit memang mengalami kesulitan terkait keberadaannya. Makanya, beberapa alternatif sudah kami coba lakukan," kata Wakil Direktur RSSA Malang dr Syaifullah Asmiragani dalam keterangan resminya kepada wartawan pada Sabtu, 21 Maret 2020.

Di RSSA Malang sendiri, dipaparkannya ada dua alternatif yang akan dilakukan jika mengalami kesulitan. Pertama, dengan melakukan penurunan jumlah layanan penggunaan APD di beberapa seksi kasus lain. Misalnya, untuk kasus pembedahan.

Syaifullah mengaku sudah mengalihkannya dan memprioritaskan APD untuk kasus-kasus yang lebih urgen dan menurutnya paling emergency untuk segera ditangani.

"Kasus-kasus yang memang bisa kita ditunda, kita tunda dulu. Sehingga, APD-nya nanti bisa kita manfaatkan untuk kepentingan yang lebih urgen tadi," ujar dokter yang juga alumnus Universitas Airlangga Surabaya.

Kedua, membuat APD sendiri dengan menjahitnya dan bekerja sama dengan rekanan. Tentunya dengan menggunakan bahan yang memenuhi standar kesehatan yang ada dalam menangani kasus Covid-19 ini.

Dengan bahan apapun kami akan mencoba buat sendiri. Apabila nantinya memang betul-betul kesulitan

"Karena alatnya ini kan khusus. Mulai dari kaki sampai kepala. Jadi, kita mencari rekanan yang bisa menjahitkan (APD) untuk kita. Alhamdulillah, sekarang sudah dapat," kata dia.

Namun, kendalanya saat ini adalah kelangkaan bahan yang sesuai standar kesehatan dalam membuat APD. Kalaupun ada, harganya selangit dibandingkan harga normalnya.

"Makanya, bagian pengadaan kami mengalami kesulitan (membeli bahan APD). Memang kalau dicari ada, tapi nilainya naik 300 kali lipat," ungkap Syaifullah.

Pantauan di pasaran jual beli online, harga APD untuk tenaga medis tersebut memang mengalami kenaikan. Dari biasanya sekitar Rp 150-Rp 200 ribu, naik Rp 700-Rp 800 ribu untuk baju sekali pakai.

Ketua Tim Penyakit Infeksi Re-Emerging RSSA Malang dr Didi Candradikusuma juga mengakui APD mendasar yang sangat dibutuhkan tenaga medis dan mengalami kesulitan, yaitu masker.

"Kami bukannya tidak siap (membelinya). Tapi belinya di mana. Stok tidak ada, itu yang membuat kami kesulitan," ungkapnya.

Didi mengatakan, dirinya juga membuat APD sendiri dengan beberapa bahan alternatif lain yang sudah sesuai standar dan bisa dipakai dalam menangani pasien Covid-19.

"Dengan bahan apapun kami akan mencoba buat sendiri. Apabila nantinya memang betul-betul kesulitan," ucapnya.

Sebelum itu, dia mengatakan pihaknya juga secara rutin melakukan laporan dan permintaan ketersediaan APD dan sarana prasarana lainnya kepada Kemenkes RI.

"Kita laporan khusus ke sana. Dan Kemenkes sudah meminta laporannya secara berkala terkait keberadaan APD atau sarana prasana yang digunakan untuk pasien dan tenaga medis di sini," tuturnya.

Dan untuk saat ini, ketersediaan APD dan sarana prasarana di ruang isolasi RSSA Malang masih tercukupi. Namun, itu tidak bisa jadi patokan melihat begitu cepat dan banyaknya yang sakit.

"Apalagi sekarang pannic buying APD, terutama masker itu yang membuat kami kesulitan. Tapi, (APD) untuk tenaga medis dan sarana prasarana yang ada di ruang isolasi masih tercukupi," terangnya. []

Berita terkait
Asimtomatik Carrier, Sang Pembawa Virus Corona
Asimtomatik Carrier, sebutan untuk pembawa virus corona Covid-19. Ia sendiri fisiknya kuat, tidak terlihat sakit, tapi ia bisa menulari orang lain.
Efek Corona, Omzet Pedagang Bantaeng Menurun
Imbauan pemerintah terkait social distancing akibat pandemi corona, berimbas pada omzet pedagang di Bantaeng menurun.
Corona Indonesia Hari Ini: 450 Positif, 20 Sembuh, 38 Meninggal
Info terbaru, jumlah korban telah mencapai 450 orang diantaranya 20 pasien sembuh dan 38 pasien meninggal tertanggal Sabtu, 21 Maret 2020.