Kerusuhan Gedung Kongres Amerika Lebih Besar dari Perkiraan

Perusuh, termasuk pendukung supremasi kulit putih, mencoba menghentikan proses sertifikasi hasil Pilpres 2020 pada 6 Januari 2021
Pejabat Kepala Polisi Gedung Kongres AS, Yogananda Pittman (Foto: voaindonesia.com/AP)

Jakarta - Pejabat Kepala Kepolisian Kongres Amerika Serikat (AS) pada hari Kamis, 25 Februari 2021, didesak untuk menjelaskan kenapa pihaknya tidak siap menghalau massa pemberontak dalam kericuhan di Gedung Kongres AS. Perusuh, termasuk pendukung supremasi kulit putih, mencoba menghentikan proses sertifikasi hasil Pilpres 2020 pada 6 Januari 2021. Kericuhan dipicu oleh data yang meleset dari perkiraan.

Sebelumnya, para pejabat telah lebih dulu memiliki data intelijen menarik terkait dengan kericuhan di Gedung Kongres.

Kantor Berita Associated Press melaporkan, Pejabat Kepala Polisi Gedung Kongres AS, Yogananda Pittman, membantah bahwa aparat gagal menanggapi peringatan kekerasan denga serius sebelum pemberontakan pada 6 Januari 2021. Tiga hari sebelum kejadian, Kepolisian Kongres mendistribusikan dokumen internal yang memperingatkan bahwa “Ektremis bersenjata siap melakukan kekerasan dan dapat menyerang Kongres karena mereka melihatnya sebagai upaya terakhir untuk membalikkan hasil pemilu,” kata Pittman.”Akan tetapi, kericuhan itu nyatanya jauh lebih besar dari yang mereka perkirakan,” ujarnya.

pendukung serbuPendukung Trump serbu Gedung Capitol: Apa yang terjadi? (Foto: bbc.com/indonesia)

Tidak ada data intelijen itu. Meski kami tahu kemungkinan tindak kekerasan oleh ekstremis, tidak ada ancaman kredibel yang mengindikasikan bahwa puluhan ribu orang akan menyerang Kongres AS. “Begitu pula intelijen yang diterima dari FBI (Federal Bureau of Investigation - Biro Investigasi Federal )maupun mitra penegakan hukum lainnya, tidak ada yang menunjukkan ancaman semacam itu,” kata Pittman.

1. Perusuh Dikira Pendukung Trump yang Biasa

Kemudian, saat diinterogasi oleh ketua subkomite DPR, Tim Ryan, Pittman mengatakan bahwa meski mungkin ada ribuan orang yang menuju gedung Kongres dari unjuk rasa kelompok yang pro-Trump, hanya sekitar 800 orang yang benar-benar masuk ke dalam gedug.

Pittman mengakui bahwa protokol komando untuk insiden yang dimiliki badan yang dipimpinnya “tidak ditaati,” dan terdapat “kegagalan berlapis.” Aparat keamanan dibiarkan tanpa komunikasi yang baik maupun pengarahan yang kuat dari atasan mereka, ketika gerombolan pemberontak itu menerobos gedung Kongres.

impeachment trumpKarikatur Capitol Hell dari Vladdo (Foto: dw.com/id)

Anggota panel dari Partai Republik, Jaime Herrera-Beutler dari Washington, mengatakan bahwa pejabat tinggi Kepolisian Kongres “entah gagal menanggapi secara serius intelijen yang diterima atau intelijen itu gagal menjangkau orang-orang yang tepat.”

Dalam kesaksiannya pada sidang di DPR awal pekan ini, pendahulu Pittman mengatakan polisi awalnya memperkirakan kedatangan gerombolan demonstran yang marah, tetapi mengira mereka adalah pendukung Trump yang biasa. Namun Pittman mengatakan intelijen yang dikumpulkan sebelum terjadinya kericuhan mendorong polisi mengambil langkah-langkah khusus, termasuk mempersenjatai pasukan, melakukan pengacakan sinyal atau jamming radio yang digunakan oleh para penerobos dan menerjunkan mata-mata ketika berlangsung unjuk rasa di halaman Ellips, di mana Trump menyuruh pendukungnya pergi ke gedung Kongres untuk “berjuang habis-habisan.”

Pada 3 Januari 2021, kepolisian Kongres membagikan peringatan penilaian intelijen bahwa anggota milisi, supremasi kulit putih dan kelompok ekstremis lainnya kemungkinan besar akan berpartisipasi, bahwa para demonstran akan dipersenjatai dan bahwa ada kemungkinan mereka akan datang ke gedung Kongres untuk mencoba menggangggu proses pengesahan suara pemilu, menurut Pittman.

Tapi, di saat bersamaan, ia mengatakan polisi tidak memiliki cukup data intelijen untuk memprediksi terjadinya pemberontakan dengan kekerasan yang mengakibatkan hilangnya lima nyawa, termasuk seorang polisi Kongres. Mereka siap menghadapi masalah, tapi bukan dalam bentuk penyerbuan.

“Meskipun asesmen khusus pada 3 Januari 2021 yang dikeluarkan kepolisian menyebutkan kemungkinan besar terjadinya kekerasan di area Kongres oleh kelompok ekstremis, penillaian itu tidak menyebutkan ancaman kredibel khusus yang mengindikasikan bahwa ribuan orang Amerika akan turun ke Gedung Kongres AS untuk menyerang petugas kepolisian dengan tujuan menerobos ke dalam gedung Kongres untuk melukai anggota dan mencegah pengesahan suara elektoral,” kata Pittman.

2. Polisi Mencoba Menyelamatkan Rekan Kerja yang Menghadapi Bahaya

Steven Sund, mantan kepala pasukan kepolisian yang mengundurkan diri setelah kericuhan, bersaksi pada hari Selasa, 23 Februari 2021, bahwa kajian intelijen memperingatkan anggota supremasi kulit putih, anggota kelompok sayap kanan Proud Boys dan sayap kiri Antifa akan berada di antara kerumunan dan mungkin melakukan tindak kekerasan.

polisi berusahaPolisi berusaha melumpuhkan seorang demonstran pendukung Trump di Gedung Capitol hari Rabu, 6 Januari 2021 (Foto: bbc.com/indonesia – Reuters)

“Kami telah merencanakan kemungkinan kekerasan, kemungkinan adanya beberapa orang yang bersenjata, bukannya kemungkinan adanya serangan terkoordinasi bergaya militer yang melibatkan ribuan orang terhadap Kongres,” kata Sund.

FBI juga meneruskan peringatakan kepada pejabat penegak hukum setempat tentang unggahan daring bahwa “perang” akan tiba. Namun Pittman mengatakan bahwa hal itu tidak cukup untuk bisa mempersiapkan diri menghadapi gerombongan yang menyerang Kongres.

Jumlah petugas jauh lebih sedikit dibandingkan ribuan pericuh yang menuju ke gedung Kongres, di mana sebagian di antaranya membawa papan kayu, senjata bius, semprotan anti-beruang hingga pipa logam, sambil mencoba menerobos jendela dan pintu dan menyerbu Kongres. Aparat dipukul dengan pagar barikade, didorong hingga jatuh, terjepit pintu, dipukuli hingga berlumur darah, ketika para anggota Kongres dievakuasi dan staf Kongres bersembunyi di ruang-ruang kantor.

Pittman juga mengatakan departemennya menghadapi “tantangan internal” ketika menanggapi kericuhan tersebut. Aparat tidak mengunci kompleks gedung Kongres dengan baik, meski sudah ada perintah melalui radio untuk melakukannya. Ia juga menyebut petugas tidak mengerti kapan mereka diperkenankan mengerahkan kekuatan yang mematikan, dan bahwa senjata kurang mematikan yang dimiliki petugas tidak bekerja seperti yang mereka harapkan.

Sementara Pittman mengatakan dalam kesaksiannya bahwa para sersan dan letnan seharusnya meneruskan intelijen ke jajaran departemen, banyak polisi mengaku hanya menerima sedikit bahkan tidak ada informasi maupun pelatihan sama sekali terkait apa yang mereka akan hadapi.

pendukung trump serbuPendukung Trump menyerbu Gedung DPR AS, Capitol Hill di Washington, D.C., 6 Januari 2021. (Foto: voaindonesia.com - Thomas P. Costello/USA TODAY via REUTERS)

Empat polisi mengatakan kepada Associated Press tidak lama setelah kericuhan bahwa mereka tidak mendengar informasi apapun dari Sund, Pittman, maupun komandan mereka lainnya ketika gedung Kongres diterobos. Para polisi dibiarkan dalam banyak kasus untuk berimprovisasi atau mencoba menyelamatkan rekan kerja yang menghadapi bahaya.

Pittman juga menghadapi tekanan internal dari jajarannya, terutama setelah serikat Polisi Kongres baru-baru ini mengeluarkan mosi tidak percaya terhadapnya. Ia juga harus memimpin departmennya sambil mulai menghadapi sejumlah investigasi terkait kegagalan penegak hukum melindungi gedung tersebut.

Kepolisian Kongres sendiri tengah menginvestigasi tindakan 35 polisi pada waktu kericuhan; enam di antaranya diskors dengan bayaran, kata juru bicara kepolisian (rd/jm)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Reaksi Dunia Atas Kerusuhan Pro-Trump di Gedung Kongres AS
Reaksi beragam berupa terkejut, sedih dan sarkasme dari berbagai penjuru dunia terkait penyerbuan gedung Kongres AS oleh pendukung Trump
Anggota DPR Pro-Trump Mundur Pasca Kerusuhan Gedung Capitol
Seorang anggota DPR pro-Trump yang merekam video dirinya menerobos Gedung Capitol AS pada 6 Januari 2021 telah mengundurkan diri
Presiden Biden Kecam Ekstremisme Politik yang Picu Kerusuhan
Presiden Joe Biden, mengecam konfrontasi “ekstremisme politik” yang mengilhami kerusuhan di Gedung Capitol, Washington DC, 6 Januari 2021
0
SDR: Kenapa KPK Tak Kunjung Panggil Gubernur DKI, Dispora, Bank DKI & FEO
Sementara dalam kepentingan penanganan kasus dugaan korupsi, baik Mabes Polri dan KPK tentunya akan merujuk pada hasil pemeriksaan BPK.