Jakarta - Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta menilai pemerintah kurang merespons provokasi media sosial terkait banyaknya penolakan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Stanislaus berpandangan, jika narasi terhadap isu ini dibiarkan beredar begitu saja di media sosial, maka efek negatif di kalangan masyarakat akan semakin meluas.
Ini yang cukup berkontribusi memanaskan situasi
"Iya pemerintah nampak kurang respon terhadap narasi-narasi di sosial media. Ketika dibiarkan oleh pemerintah maka publik akan menganggap itu benar. Ini yang cukup berkontribusi memanaskan situasi," kata dia dihubungi Tagar, Selasa, 6 Oktober 2020.
Menurutnya, peran buzzer tidak akan ada dalam menghalau gerakan narasi yang mendiskreditkan pemerintah. Lantas, dia meminta agar pemerintah muncul di tengah-tengah masyarakat.
"Saya kira ini bukan tugas buzzer, tetapi tugas pemerintah selaku penyelenggara untuk hadir di tengah masyarakat. Buzzer, siapapun yang mengendalikan, tidak dan bukan mewakili pemerintah," ujarnya.
Tidak hanya itu, peran aparat keamanan dalam melakukan patroli siber perlu dilakukan, namun tidak dengan cara-cara represif.
"Ya perlu tapi bukan ditanggapi dengan represif, kecuali yang sudah melakukan fitnah atau ujaran kebencian, yang perlu dilakukan adalah kontra narasi," kata dia.
Stanislaus menambahkan, semua pihak harus membangun negosiasi atau dialog mengenai UU Cipta Kerja. Pasalnya, jika itu tidak dilakukan maka akan merugikan banyak orang.
- Baca juga: Banyak Tolak Omnibus Law, Pengamat: Tingkat Kerawanan Tinggi
- Baca juga: Berkoalisi dengan Rakyat, AHY Tegaskan Tolak RUU Cipta Kerja
"Sebaiknya semua pihak calm down dan melakukan dialog. Tidak perlu saling konfrontasi karena masyarakat banyak yang akan dirugikan," ucap Stanislaus Riyanta.[]