Untuk Indonesia

Kenapa Harus Menolak Jenazah Korban Virus Corona

Penolakan pemakaman jenazah korban Corona merupakan sikap tak terpuji, di luar nalar, serta harus dibasmi. Opini Lestantya R. Baskoro
Pemakaman pasien positif corona TPU Pondok Ranggon, Jakarta, belum lama ini. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengungkap sejumlah fakta di balik kematian pasien Covid-19. (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)

Oleh: Lestantya R. Baskoro

PENOLAKAN  jenazah korban virus Corona atau yang diduga terinfeksi virus ini menunjukkan dua hal, pertama tak pahamnya mereka yang menolak tentang virus tersebut dan kedua gagalnya rumah sakit memahami sensitivitas masyarakat. Dua hal ini harus segera diatasi, sebab, jika tidak, penolakan atas jenazah korban virus Covid-19 ini akan terus terjadi.

Kasus terakhir terjadi di Semarang, Kamis 9 April lalu. Warga menolak pemakaman perawat RS Kariadi, Semarang, Nuria Kurniasih, yang akan dimakamkan di TPU Sewakul, tempat di mana sanak familinya dimakamkan. Penolakan warga membuat jenazah Nuria, yang sudah dibungkus sesuai protokol WHO tentang pemakaman korban Vocid-19 dibawa kembali kemudian di makamkan di kompleks pemakaman lain. Nuria terkena Corona saat ia merawat pasien yang terinfeksi virus tersebut. Ia "pahlawan tanpa tanda jasa."

Sebelumnya, penolakan juga terjadi di Makassar dan Gowa, Sulawesi Selatan. Ada empat jenazah korban virus Corona ditolak pemakamannya oleh warga di tempat mereka yang membuat petugas kemudian memindahkan ke tempat pemakaman lain. Penolakan ini yang membuat Pemerintah Sulawesi Selatan kemudian menetapkan Pekuburan Sudiang, Makassar, sebagai tempat pemakaman korban –atau yang diduga- Covid-19.

Bukan ini saja warga melakukan penolakan pemakaman jenazah di wilayah mereka dengan alasan tertentu. Beberapa tahun silam, saat terorisme kerap terjadi di negeri ini, banyak jenazah mereka yang disangka teroris -"disangka" karena belum dibuktikan di pengadilan- ditolak dikuburkan di kampung halaman mereka sendiri. Penolakan ini tentu memiliki alasan berbeda dengan penolakan korban virus Corona. Tapi esensinya sama: mereka merasa wilayah mereka “terkotori,” “tercemari” dengan adanya jenazah tersebut.

Sikap seperti ini jelas jauh dari rasional. Dari sisi agama, bahkan menjadi tugas dan tanggung jawab orang yang hiduplah mengubur jenazah orang meninggal sebaik-baiknya. Orang meninggal telah selesai “tugasnya” di muka bumi dan tinggal yang hidup mengambil hikmah dari peristiwa yang menimpa yang meninggal. Memusuhi orang yang meninggal –dari sisi apa pun- tindakan tak masuk nalar. Dan agama mengajarkan kita semua untuk menggunakan nalar yang diberikan Sang Mahapencipta sebaik-baiknya.

Di sini pula aparat mesti harus tegas jika ada provokator yang justru memanas-manasi warga menolak jenazah tersebut.

Jenazah korban virus Corona jelas melalui sejumlah tahap –protokol- yang diatur ketat sehingga dengan demikian tak menulari siapa pun. Jenazah tersebut selain telah diberikan cairan chlorine dan disinfektan juga dibalut plastik khusus sehingga petugas pembawanya -yang secara protokol pemakaman harus memakai baju khusus pula - aman membawa dan menguburkannya. Dengan cara ini semestinya masyarakat tak perlu gusar jika ada korban virus Corona di makamkan di tempat mereka.

Kuncinya jelas pada komunikasi dan ketegasan. Pertama, sebelum pemakaman, pihak rumah sakit semestinya memastikan dulu bagaimana kaitan jenazah dengan tempat ia dimakamkan. Dalam beberapa kasus warga mempunyai alasan menolak, karena “ia bukan warga kami, warga desa lain.” Ini yang mesti diselesaikan dulu. Jika secara administratif tak masalah –atau karena ada keluarganya di desa itu yang bersedia “mengurusnya”- mestinya penolakan dengan alasan ini dihindari.

Kunci utama memang penjelasan. Pihak rumah sakit sebaiknya bekerja sama dengan kepolisian jika ditengarai ada penolakan warga terhadap jenazah korban virus Corona. Di sini keluarga korban, yang bisa jadi sudah melihat gelagat itu, segera melapor, sehingga pihak rumah sakit -yang bekerja sama dengan kepolisian- bisa melakukan pendekatan dan penjelasan kepada warga bahwa tak ada yang perlu yang dikhawatirkan dengan pemakaman jenazah korban virus Corona di daerah mereka.

Di sini pula aparat mesti harus tegas jika ada provokator yang justru memanas-manasi warga menolak jenazah tersebut. Provokator semacam ini, apa pun alasannya, harus ditangkap. Pemuka masyarakat dan ulama memiliki tugas penting untuk mengajak dan menjelaskan warga agar tak menolak pemakaman seseorang korban Covid-19. Sikap-sikap penolakan pemakaman jenazah dengan alasan di luar akal sehat harus diberantas. []

Berita terkait
Covid-19, Korban Tewas di New York 3.565 Orang
Negara bagian New York, Amerika Serikat (AS) mencatat tambahan 630 kematian baru akibat virus corona Covid-19 sehingga total menjadi 3.565 orang.
Berapa Lama Virus Corona Bertahan di Jenazah?
Orang-orang menolak jenazah Covid-19 dimakamkan di kampungnya karena takut ketularan. Berapa lama virus corona bertahan di jenazah?
Pemakaman PDP Corona di Kudus Sempat Ditolak Warga
Camat Jati, Kudus, Andreas Wahyu meminta warganya untuk tidak lagi menolak pemakaman jenazah ODP, PDP maupun positif virus corona.
0
Jawaban Jokowi Saat Ditanya Pilih Puan Maharani atau Ganjar Pranowo Capres 2024
Apa jawaban Presiden Jokowi ketika wartawan bertanya kepadanya: pilih siapa capres untuk Pilpres 2024, Puan Maharani atau Ganjar Pranowo.