TAGAR.id, Jakarta - Status Bharada E masih saksi, bukan tersangka. Bharada E, polisi yang menembak Brigadir J di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat, 8 Juli 2022.
Menurut Kapolres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Budi Herdi Susianto, Bharade E status masih saksi, karena posisinya saat kejadian adalah membela diri.
Dan Brigadir J yang tewas diduga sebagai terduga pelaku tindak pidana pengancaman dengan senjata dan pelecehan.
Namun, itu justru dipertanyakan Indonesia Police Watch (IPW), Rabu, 13 Juli 2022. Kenapa Brigadir J yang terduga pelaku malah dilakukan tindakan bedah mayat atau autopsi.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, "Yang menjadi pertanyaan, tindakan bedah mayat tersebut tujuannya untuk apa? Padahal bedah mayat umumnya dilakukan untuk seorang korban kejahatan bukan pelaku kejahatan."
Bharada E dan Brigadir J merupakan anggota polisi yang bertugas di Propam Mabes Polri.
Mereka bertugas di rumah Irjen Ferdy Sambo. Bharada E sebagai ajudan Sambo. Brigadir J sebagai sopir Putri Candrawati istri Sambo.
Latar Belakang Bharada E
Kapolres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Budi Herdi Susianto dalam konferensi pers, Selasa, 12 juli 2022, mengatakan Bharada E adalah penembak nomor satu di Resimen I Pasukan Pelopor di jajaran Korps Brimob.
Tidak hanya itu, Bharada E juga satu di antara pelatih vertical rescue atau pelatih teknik evakuasi dari titik rendah menuju titik tinggi, atau sebaliknya.
Diduga ada dua peluru yg sampai dua kali mengenai Brigjen J, yakni di jari tembus ke dada dan di lengan kiri tembus ke mulut.
Dalam peristiwa tersebut, Bharada E menggunakan senjata api jenis Glock 17 dengan lima buah peluru yang ditembakkan. Lima peluru yang membuat Brigadir J tewas.
Sedangkan Brigadir J bersenjata HS 16 dan ditemukan tersisa sembilan peluru yang ada di magasen.
Selain itu, Budhi menjelaskan, Bharada E menembak sebanyak lima kali namun terdapat tujuh luka tembakan.
Ada dua peluru yang menembus sampai dua kali, yaitu dari jari tembus dada dan di lengan kiri tembus mulut.
"Diduga ada dua peluru yg sampai dua kali mengenai Brigjen J, yakni di jari tembus ke dada dan di lengan kiri tembus ke mulut," tutur Budhi.
Bharada E mengatakan dalam peristiwa tersebut posisinya membela diri.
Budhi Herdi Susianto mengatakan hingga saat ini, status Bharada E bersama tiga orang lainnya masih sebagai saksi.
"Perlu kami sampaikan bahwa yang bersangkutan sebagai saksi karena sampai saat ini kami belum menemukan satu alat bukti yang mendukung untuk meningkatkan statusnya sebagai tersangka," kata Budhi.
Hal tersebut, katanya, sesuai pasal 184 KUHP bahwa ada lima alat bukti yang harus dikumpulkan oleh Polri.
"Pertama saksi, kedua keterangan ahli, ketiga surat atau dokumen, keempat petunjuk, dan kelima keterangan terdakwa," ujarnya.
Kepolisian juga mengirimkan tim psikolog untuk empat saksi di TKP, yaitu Bharada E, saksi R, saksi K, dan Putri Candrawati istri Irjen Ferdy sambo.
Menurut Budhi, keempat saksi diberi pembinaan psikologi karena mereka menyaksikan banyak peluru yang ditembakkan di TKP.
Pihaknya masih melakukan penyelidikan dengan meminta keterangan dua saksi sebelum menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP).
Tim Khusus untuk Membuat Terang
Banyak pihak termasuk Keluarga Brigadir J dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD melihat banyak kejanggalan dalam penanganan dan penjelasan Polri dalam kasus polisi tembak polisi ini.
Di antara kejanggalan adalah CCTV rusak di lokasi kejadian, hape Brigadir J hilang usai kejadian, dan banyak luka sayatan di tubuh Brigadir J. Luka sayatan, padahal dinyatakan ia tewas karena luka tembakan.
Karena itulah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini. Tim khusus melibatkan beberapa lembaga dan pihak independen: Komnas HAM, juga Kompolnas.
Listyo Sigit mengatakan ia juga ingin kasus ini ditangani dengan benar sehingga menjadi terang benderang. []