Ini pasti pertanyaan yang ada dalam pikiran banyak orang.
Adian Napitupulu dikabarkan sudah dua kali menolak untuk dijadikan menteri oleh Jokowi. Dan kedua permintaan itu ditolak Adian karena ia ingin konsentrasi di kursi DPR RI.
Kenapa Adian menolak jadi menteri? Bukankah itu jabatan yang bergengsi?
Situasi ini mirip dengan tudingan kepada saya dari banyak orang, "Kalau Jokowi menang, maukah Bang Denny menjadi komisaris?"
Saya selalu ketawa mendengar pertanyaan itu. Saya sendiri bingung, kenapa harus jadi komisaris? Ada apa di jabatan komisaris sehingga harus menjadi pencapaian tertinggi dalam kehidupan seseorang?
Lama-lama saya mengerti, bahwa banyak orang yang melihat jabatan itu dari sisi materi. Bahwa di sana ada uang dan ada gengsi. Hanya itu. Tidak melihat dari banyak sisi, seperti "Apakah komisaris di sebuah perusahaan adalah passion saya dalam bekerja?"
Karena memang posisi menteri bukan passion dia.
Saya tentu tidak punya passion untuk berada dalam sebuah perusahaan besar. Tidak cocok. Dan jika saya harus paksakan ketidakcocokan itu hanya demi uang dan gengsi, bisa dibayangkan bagaimana tersiksanya saya di sana kelak.
Dikira jadi komisaris itu enak? Duduk ongkang-ongkang, dapat uang tiap bulan, belum bonus keluar negeri. Yang tidak dipikirkan adalah bahwa komisaris itu juga punya tanggung jawab sebagai pengawas, dan itu bukan kerjaan gampang, setidaknya bagi saya.
Kalau disuruh nulis, saya pasti bisa. Ada yang mau jadi donatur untuk bikin film? Waw, senang bangettt.
Tapi jadi komisaris? Eh, entar dulu.
Begitu juga dengan Adian.
Adian saya yakin adalah orang yang mampu mengukur dirinya. Dia besar di jalan dan bukan orang yang gila jabatan. Jabatan menteri yang merupakan pelaksana teknis tugas presiden, tentu tidak cocok baginya.
Adian seperti saya, tidak pusing dengan gengsi. Apa adanya dan ingin bekerja di tempat yang menyenangkan hati. Memang jadi menteri enak? Sudah harus kerja keras memenuhi target presiden, juga harus ikut ke mana saja dia pergi.
Adian Napitupulu lebih cocok di DPR, sesuai dengan passion-nya sebagai politikus. Ia bisa mendebat, merancang peraturan, tanpa harus sibuk dengan kegiatan lain yang menyita waktu merdekanya.
Jadi kenapa Adian tidak mau jadi menteri?
Ini karena memang posisi menteri bukan passion dia. Sama seperti menjadi komisaris itu, bukan gue banget.
Tapi yang pasti kesukaan saya dan Adian sama. Kami sama-sama suka menghilang dari keramaian, nongkrong di pojokan yang sepi dari orang, membakar sigaret berbatang-batang, sambil seruput kopi hitam, dan memikirkan bagaimana negara ini bisa dengan baik berjalan.
Sudah mulai paham, kan? Seruput dong kopinya.
*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
Baca juga: