TAGAR.id, Jakarta - Menindaklanjuti Rapat Kick-off Pemantauan Pembangunan Infrastruktur Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 7 April 2022 lalu, Deputi II bersama Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pengelolaan dan Skema Penyelesaian Permasalahan Pertanahan dan Kehutanan di Kawasan IKN.
Abetnego Tarigan, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan mengungkapkan, sedikitnya terdapat tiga isu yang diadukan masyarakat dalam tinjauannya ke lapangan.
"Setidaknya ada tiga isu, pertama isu indikasi tumpang tindih lahan IKN dengan tambang, perkebunan, pemukiman wilayah adat, dan sebagainya, yang ini dinyatakan punya potensi konflik atau sengketa di kemudian hari. Kemudian isu kedua, yaitu proses pengadaan lahan IKN dianggap berpotensi menggusur wilayah adat. Dan ketiga, pelibatan masyarakat adat dalam pembangunan IKN," ungkap Abetnego Tarigan.
Tapi harus direvitalisasi, ditata sesuai dengan tata ruang, jadi tidak ada penggusuran di lokasi yang tidak dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur.
"Objektif rapat koordinasi kita kali ini adalah untuk mendapatkan pandangan secara langsung dari kementerian yang terlibat, dan saling memberikan update juga untuk pengelolaan dan skema penyelesaian permasalahan pertanahan dan kehutanan di Kawasan IKN," tambahnya.
- Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Dukung Penuh Perwujudan IKN Nusantara
- Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Selesaikan Verifikasi Faktual Lahan Sawah Dilindungi di 80 Kabupaten/Kota
Menanggapi isu proses pengadaan lahan IKN dianggap berpotensi menggusur masyarakat setempat, Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (Dirjen PTPP) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Embun Sari angkat bicara.
Ia menegaskan, prinsip pada proses pengadaan tanah, yakni tidak ada hak orang, baik itu komunal maupun individual yang digunakan untuk pembangunan IKN tanpa ganti kerugian yang layak.
"Kita akan ganti rugi sepanjang kalau lahan itu dibutuhkan untuk pembangunan. Tidak ada hak seorang pun yang kita aniaya untuk kepentingan IKN," tegasnya.
Embun Sari menjelaskan, untuk lokasi Areal Penggunaan Lain (APL) yang telah dikuasai masyarakat, perolehan tanah IKN akan diproses melalui skema pengadaan tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Apakah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang telah diperbarui dengan UU Cipta Kerja, atau dengan model B2B, dalam artian bisa jual beli langsung apakah itu hibah, ruislag, atau relokasi. Banyak opsi yang bisa dipilih," terangnya.
Di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara juga telah diterangkan secara eksplisit terkait dengan perolehan tanah oleh Otorita IKN, yakni terdapat pada Pasal 16 dan 17 yang intinya adalah first right dan land freeze.
"First right artinya pengalihan Hak atas Tanah di IKN wajib mendapatkan persetujuan dari Kepala Otorita IKN. Sedangkan land freeze, yaitu Otorita IKN memiliki hak untuk diutamakan dalam pembelian tanah di IKN, artinya tidak boleh menjual tanah sebelum ada izin dari IKN," ucap Embun Sari.
- Baca Juga: Ini Daftar Peraih Penghargaan Capaian Kinerja dalam Rakernas Kementerian ATR/BPN 2022
- Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Gerak Cepat dalam Implementasi Inpres 1/2022
Sejatinya, isu penggusuran masyarakat di kawasan IKN telah dibantah Presiden Joko Widodo dalam arahannya. Ia mengatakan bahwa Kementerian ATR/BPN harus melakukan konsolidasi, baik mengenai kepemilikan maupun penggunaan tanah di IKN. Arahan tersebut juga diartikan Dirjen PTPP bahwa masyarakat yang sudah ada di sekitar kawasan IKN harus tetap dirangkul.
"Tapi harus direvitalisasi, ditata sesuai dengan tata ruang, jadi tidak ada penggusuran di lokasi yang tidak dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur. Intinya tidak ada keinginan pemerintah sebidang tanah pun kita zalimi masyarakat untuk IKN," jelas Embun Sari. []