Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengecam kasus penculikan dan kekerasan seksual. Seperti kasus yang dilakukan seseorang berinisial PB, 39 tahun terhadap seorang anak perempuan penyandang disabilitas.
Berdasarkan hasil penyidikan, tindak kejahatan pelaku memenuhi unsur pasal 76D Undang-Undang Perlindungan Anak atau melakukan persetubuhan, maka pelaku terancam mendapat pemberatan hukuman
Jika terbukti melanggar pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, atau menyetubuhi anak maka pelaku dapat diancam dengan hukuman pidana tambahan.
“Kami melalui Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPT P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta telah berkoordinasi dan bekerja bersama dengan para penyidik Polda Metro Jaya dalam proses penyidikan kasus ini. Pelaku, PB, diduga telah melanggar pasal 76E tentang pencabulan dan pasal 76F tentang penculikan pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," kata Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar, Selasa, 6 Oktober 2020.
"Jika berdasarkan hasil penyidikan, tindak kejahatan pelaku memenuhi unsur pasal 76D Undang-Undang Perlindungan Anak atau melakukan persetubuhan, maka pelaku terancam mendapat pemberatan hukuman," sambungnya.
Nahar menambahkan bahwa saat ini korban sudah dalam proses pendampingan untuk diberikan pemulihan, baik secara fisik maupun psikologis oleh tim paralegal dan psikolog UPT P2TP2A Provinsi DKI Jakarta.
“UPT P2TP2A DKI Jakarta sudah melakukan upaya penanganan terhadap kondisi korban, berupa asesmen, pendampingan psikososial, dan pendampingan proses hukum, seperti penyusunan Berita Acara Perkara (BAP) dan konsultasi hukum,” jelas Nahar.
Adapun rencana tindak lanjut yang akan dilakukan antara lain berupa pemeriksaan psikologi sesuai dengan permintaan penyidik yang akan dilakukan oleh tim psikolog dan melakukan visum lanjutan terhadap korban yang didampingi oleh tim terkait.
Nahar mengungkapkan bahwa Kemen PPPA memberikan apresiasi kepada POLRI dan UPT P2TP2A atau Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang selalu bersinergi dan saling mendukung dalam menangani kasus-kasus yang menjerat anak di daerah.
Kemen PPPA juga mengapresiasi keterlibatan masyarakat yang memungkinkan kasus ini teridentifikasi dengan cepat. Peranan masyarakat adalah faktor kunci perlindungan bagi anak Indonesia.
Korban, merupakan anak penyandang disabilitas mental kategori ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau mengalami gangguan mental yang menyebabkan anak sulit memusatkan perhatian, serta memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif, sehingga berdampak pada prestasi anak di sekolah.
Sebelumnya, diketahui bahwa korban telah diculik dan disekap oleh pelaku, PB di kawasan Sunter, Jakarta Utara, kemudian berpindah ke Boyolali, Jawa Tengah, dan Jombang, Jawa Timur selama 23 hari, sejak 8 hingga 30 September 2020. Selama disekap, korban diketahui telah mengalami kekerasan seksual yang dilakukan pelaku sebanyak 14 kali. []
Baca juga:
- Menteri PPPA Galakkan Kesetaraan Bagi Anak dan Perempuan
- Menteri PPPA Sebut Ibu Manajer Keluarga di Tengah Pandemi
- Menteri PPPA Sarankan Tetap Pakai Masker di Dalam Rumah