Jakarta - Kematian terkait virus corona yang dialami dua pemuka Gereja Ortodoks Serbia di Eropa, menyoroti kekhawatiran mengenai apa yang dilakukan dan yang tidak dilakukan oleh institusi dan umat keagamaan untuk mencegah penyebaran virus corona.
Semakin banyak laporan muncul mengenai orang-orang yang menghadiri upacara keagamaan dan kemudian tertular virus itu. Sebagian kasus muncul setelah sejumlah umat paroki mengabaikan himbauan gereja dan para pejabat kesehatan untuk mengenakan masker, menjaga jarak dan melakukan langkah lain guna mengatasi virus yang telah menewaskan hampir 1.4 juta orang di seluruh dunia.
Banyak warga di Belgrade yang melayat ke Irinej, petinggi Gereja Ortodoks, tidak mengenakan masker dan sebagian bahkan mencium kaca yang menutupi jenazah.
Irinej meninggal tiga minggu setelah pemakaman seorang pemuka gereja lain di dekat Montenegro dimana para pelayat menciumi jenazahnya yang diletakkan dalam peti terbuka.
Insiden tersebut terjadi sementara Serbia melaporkan ribuan infeksi virus corona baru setiap hari di negara berpenduduk tujuh juta itu. Laporan situs independen, worldometer, tanggal 23 November 2020 WIB, menunjukkan jumlah kasus virus corona di Serbia mencapai 121.120 dengan 1.199 kematian. Kasus harian terbanyak dilaporkan tanggal 20 November 2020 dengan jumlah 6.254.
Dalam beberapa hari belakangan ini Pemerintah Serbia telah memperketat upaya untuk mencegah penyebaran virus. Sementara sistem kesehatan negara itu kewalahan merawat semakin banyak orang dengan penyakit Covid-19, sebagian pasien di beberapa rumah sakit di Belgrade dengan kondisi tidak terlalu serius, dipindah ke rumah sakit di tempat lain.
Di Amerika Serikat (AS) juga terdapat sejumlah laporan baru-baru ini mengenai kasus infeksi virus corona dan kematian akibat virus corona yang terkait dengan upacara keagamaan (vm/ft)/voaindonesia.com. []