Pandemi Virus Corona Memicu Revolusi Bersepeda di Uni Eropa

Pandemi virus corona membangkitkan kegemeran bersepeda di beberapa negara Eropa bahkan disebut sebagai memicu revolusi bersepeda
Jalur sepeda baru di Brussel, Belgia memiliki ruang ekstra untuk memastikan jarak sosial tetap terjaga (Foto: bbc.com/indonesia).

Jakarta - Dari Bucharest ke Brussels, dan dari Lisabon ke Lyon, pandemi virus corona telah memicu investasi pada jagat persepedaan di seluruh Eropa. Pandemi memicu revolusi bersepeda di negara-negara Uni Eropa.

Lebih dari 1 miliar euro atau setara dengan Rp 17 triliun telah digelontorkan untuk membangun infrastruktur yang mendukung kegiatan bersepeda. Hasilnya, 2.300 kilometer jalur sepeda diwujudkan sejak pandemi dimulai.

"Bersepeda telah menang banyak," kata Jill Warren dari Federasi Bersepeda Eropa yang berbasis di Brussels, Belgia. "Momen ini telah menunjukkan pada kita bahwa potensi bersepeda telah mengubah kota dan kehidupan kita."

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Pada bulan Juli 2020, Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) mendata jumlah pesepeda yang berlalu lintas di Jakarta saja meningkat hingga 1.000%.

Namun ada keraguan mengenai kelanjutan tren ini. "Jalur sepeda sementara sangat menarik bagi pesepeda baru. Kalau kebijakan itu dijalankan secara konsisten dan tegas, pasti pesepeda baru akan terbiasa menggunakannya," ujar Toto Sugianto, pembina

Berikut lebih rinci mengenai revolusi sepeda yang telah terjadi di Eropa. Untuk apa saja anggaran senilai Rp17 triliun yang digelontorkan bagi kegiatan bersepeda? Dan apa dampak jangka panjang dari investasi ini? Inilah yang telah dilakukan oleh empat kota besar.

sepeda milanBersepeda di Milan, Italia (Foto: wantedinmilan.com)

1. Milan Mengubah Haluan

"Kami sebelumnya sudah berusaha membangun jalur-jalur sepeda, tapi para pengemudi mobil protes," kata Pierfrancesco Maran, wakil wali kota Milan bidang perencanaan kota, kawasan terbuka hijau dan pertanian. "Seseorang berkata pada saya, 'Kamu membutuhkan virus corona untuk [mewujudkannya] di sini!"

Pusat industri Italia di wilayah utara ini merupakan salah satu kota pertama di Eropa yang menggelontorkan anggaran pada infrastruktur sepeda, sebagai sebuah cara untuk membuat orang kembali bergerak. Ada 35 kilometer jalur sepeda baru, meskipun banyak di antaranya masih belum permanen.

"Banyak pesepeda yang sebelumnya menggunakan transportasi umum. Tapi sekarang, mereka butuh sebuah alternatif," kata Mara. "Sebelum ada Covid, kami punya 1.000 pesepeda (di jalan utama perbelanjaan), tapi sekarang ada 7.000."

Namun, seiring semakin populernya sepeda, terjadi tekanan pada dunia usaha yang berkaitan dengan sepeda.

Alessandro, pemagang di pabrik sepeda Pepino Drali yang berusia 92 tahun, mengatakan bisnis ini kembali dibuka pada awal Mei. "Orang-orang berdiri di jalanan dengan sepeda-sepeda di tangan mereka, dan antrean sampai ke tikungan," kenangnya.

"Sangat ruwet untuk tetap memproduksi sepeda; virus corona membuat kami tak dapat menemukan banyak suku cadang lagi," tambahnya.

Meskipun bisnis meningkat, tapi tidak semua orang senang. Banyak yang berpikir perubahannya tidak cukup jauh.

"Ada beberapa jalur yang telah dibangun, tetapi dibandingkan antara kebutuhan dan keperluan kota ini, serta keinginan masyarakat, jalur-jalur itu benar-benar ibarat setetes air di lautan," kata seorang pengacara lingkungan, Anna Germotta.

Dia, seperti banyak orang lainnya, meyakini tren bersepeda ini adalah kesempatan sekali dalam sebuah generasi, untuk kembali merancang ulang kota-kota sehingga dapat berjalan selaras dengan pengguna sepeda.

"Virus corona adalah momen yang memungkinkan setiap pembuat kebijakan dapat mengubah kota-kota mereka," kata dia. "Kegagalan untuk mengambil keberanian untuk berubah sekarang, dalam sebuah situasi yang membuat Anda punya waktu untuk mempersiapkan masyarakat, bisa menjadi sebuah malapetaka."

Dalam langkah persiapan, pemerintah lokal di Italia ini telah menghabiskan 115 juta euro atau hampir Rp 2 triliun untuk merangsang masyarakat bersepeda.

Pemerintah menjanjikan subsidi lebih dari 500 euro atau Rp 8,6 juta jika warga ingin beli sepeda baru atau sepeda listrik, agar orang tak menggunakan transportasi umum atau mobil.

sepeda parisPesepeda di Paris, Prancis (Foto: wanderlustcrew.com)

2. Paris Memimpin

Dengan jalur sepeda sepanjang lebih dari 800 kilometer, Wakil Wali Kota Paris, David Belliard, berbicara tentang sebuah tranformasi besar di ibu kota Prancis. Sebanyak 20 juta euro atau sekitar Rp 345 miliar telah diinvestasikan dalam infrastruktur pesepedaan, sejak pandemi dimulai. "Ini seperti sebuah revolusi," kata Belliard.

"Perubahan paling ikonik adalah Rue de Rivoli yang biasanya sibuk, membentang dari timur hingga barat Paris. Beberapa ruas jalan ini sekarang sudah bebas dari kendaraan mobil. Lebih banyak ruang untuk bersepeda, maka akan semakin banyak penggunanya."

Tingkat bersepeda meningkat hingga 27% dibandingkan pada saat yang sama tahun kemarin. Hal ini sebagian karena pendekatan ekstensif yang ditempuh oleh pemerintah Prancis, yang menawarkan subsidi 50 euro atau setara Rp 860.000 pada biaya perbaikan sepeda.

"Ini seperti surga bagiku," kata Rémy Dunoyer, mekanik sepeda di pusat kota Paris. "Sepeda benar-benar menjadi sangat populer."

Bengkelnya tetap buka meskipun di masa karantina wilayah. Lantas ketika usaha yang lain tutup sementara, dan merumahkan karyawan, bisnis sepedanya justru berkembang. "Kami harus menambah karyawan, karena banyaknya perbaikan sepeda," jelasnya.

Dan dalam rangka membangun budaya bersepeda, pemerintah menawarkan pelatihan bersepeda secara cuma-cuma. "Normalnya, kami melatih 150 orang dewasa tiap tahun untuk bersepeda, dan sekarang pesertanya dengan cepat berlipat ganda menjadi 300 orang," kata Joël Sick, pengajar sepeda di Maison du Vélo, di tepi Sungai Seine.

3. Prioritas Bagi Pesepeda di Brussels

Menuju sebelah utara Paris, jalur sepeda sejauh 40 kilometer telah dibangun di sepanjang jalan-jalan tersibuk di Brussels.

Guna mengosongkan ruang agar aturan penjarakan sosial dapat diterapkan, ada sebuah area yang memprioritaskan pejalan kaki dan pesepeda dibanding mobil. Batas kecepatan juga telah diberlakukan lagi di seluruh kota.

April lalu, Menteri Transportasi Elke Van den Brandt menulis sebuah surat terbuka kepada warga, meminta semuanya menghindari transportasi umum.

"Bus yang penuh di jam sibuk, tentunya bukan hal yang kita inginkan," katanya. "Alternatifnya adalah meminta orang untuk naik mobil saja. Tapi itu bukan sebuah solusi."

Dan tampaknya, langkah-langkah terbaru telah mendorong warga untuk bersepeda. Pengguna sepeda naik hingga 44% jika dibandingkan dengan tahun lalu.

"Setiap orang punya sepeda sekarang," kata Diana, yang sedang mengantre di luar bengkel sepeda. "Saya punya satu sebelum pandemi, tapi sekarang saya menggunakannya tiap hari."

Tapi ada tantangan tak terduga akibat pandemi ini.

"Saya sudah membayangkan untuk membeli sepeda baru yang cantik dengan helm yang cocok... tapi tak ada sepedanya," jelas warga Brussel, Vesselina Foteva. "Saya mau pesan satu, tapi mereka bilang, saya harus menunggu setidaknya dua bulan."

Dia pindah ke Brussels dua pekan sebelum pandemi merebak, dan melihat perubahan kota di depan mata. "Saya memutuskan, saya ingin mengambil semua cara yang bisa membuat saya tetap sehat, dan menghindari transportasi publik."

Karena tak bisa punya sepeda baru, Foteva akhirnya beralih ke layanan sepeda berbasis langganan, Swapfiets. "Bisnis kami meningkat hingga 60% di Brussels selama karantina wilayah," kata pendiri Swapfiets, Richard.

"Milan dan Paris telah menggelontorkan anggaran besar-besaran untuk infrastruktur selama pandemi ini, jadi di sana lah kami akan membuka toko kami selanjutnya."

bersepeda di amsterdamBersepeda di Amsterdam, Belanda (Foto: bbc.com/indonesia).

4. Bersepeda Semakin Digemari di Amsterdam

Tidak seperti kota-kota besar lainnya, Amsterdam sudah memiliki infrastruktur bersepeda sebelum ada pandemi. Kota di Belanda ini terkenal karena punya lebih banyak sepeda daripada penduduknya, dan 767 kilometer jalur sepeda sudah dibangun dengan baik.

Tapi, dampak dari virus corona pada mobilitas perkotaan telah berdampak besar. "Ini sungguh gila, melihat apa yang kami pikir baru akan terjadi 10 tahun mendatang, tapi ini justru terjadi hanya dalam waktu tiga hingga enam bulan," kata Taco Carlile, pemilik perusahaan sepeda listrik Van Moof, yang telah menjual produknya dengan jumlah lebih banyak dalam empat bulan pertama pada 2020, ketimbang dua tahun terakhir.

"Orang-orang melihat betapa lebih indahnya kota mereka dan betapa lebih layak huninya kota ini dengan lebih banyak sepeda dan sedikit mobil," kata Carlile. "Sekarang, mereka tidak ingin kembali."

Sepeda elektrik (e-bike) adalah jenis sepeda yang paling laku di Belanda. Dan penjualan sepeda kargo juga meningkat hingga 53% sejak dimulainya pandemi.

Judith dan Johan Hartog membeli sepeda kargo sejak dimulainya karantina wilayah.

"Rasanya tidak nyaman bepergian dengan transportasi umum lagi, dan ini sebenarnya waktu yang tepat untuk menggunakan sepeda kargo," kata Judith.

Keduanya ingin menjaga keluarga tetap aman dari risiko transportasi umum, dan seperti orang kebanyakan, mereka menginvestasikan tabungan untuk bersepeda.

5. Apakah Gaya Hidup Ini Akan Bertahan?

Kebanyakan kota-kota bersiap untuk sebuah masa depan yang tidak pasti - tak ada jaminan, cara hidup yang lama akan bisa diterapkan lagi. "Pandemi benar-benar mengubah pola pikir dengan sangat cepat," kata Jill Warren dari Federasi Bersepeda Eropa.

Bersepeda terbukti menjadi solusi bagi lebih banyak orang.

Tapi pertanyaannya adalah apakah mereka akan mempertahankan gaya hidup bersepeda begitu pandemi sirna, serta apakah perpindahan ke sepeda adalah permanen.

"Ini membutuhkan kemauan politik, ini membutuhkan biaya, ini membutuhkan aktivisme dari sisi masyarakat yang menginginkannya," kata Warren.

Dia meyakini ini butuh keberanian dari politisi untuk membuat perubahan menjadi nyata (bbc.com/indonesia). []

Berita terkait
Kota-kota yang Memanjakan Pengguna Sepeda di Uni Eropa
Beberapa kota di Eropa membangun jalur agar ramah bagi sepeda sehingga memanjakan pesepeda yang juga ramah lingkungan