Kekeringan di Gunungkidul, Warga Manfaatkan Air Telaga

Akibat kekeringan yang berkepanjangan, warga Gunungkidil memaanfaatkan air telaga untuk kebutuhan sehari-hari.
Warga di Desa Karangawen, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul manfaatkan air telaga untuk penuhi kebutuhannya, Kamis 4 Juli 2019. (Foto: Tagar/Hidayat)

Gunungkidul - Kekurangan air bersih pada awal musim kemarau saat ini dirasakan oleh sebagian masyarakat di Kabupaten Gunungkidul. Untuk memenuhi kebutuhan, air dari telaga pun dimanfaatkan sebelum mengering.

Sugimin, 55 tahun, warga di Dusun Pokak, Desa Karangawen, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul, mengatakan kekurangan air bersih ini sudah dialami sejak April lalu. Bak penampungan air hujan di rumahnya telah habis dan tak terisi lagi.

Beruntung air di Telaga Karangkidul, Desa Karangawen yang berjarak sekitar satu kilometer dari rumahnya belum surut sampai saat ini. "Di telaga desa ini, kami sekeluarga mandi dan mencuci. Untuk minum sapi ternak juga kami ambilkan dari telaga," kata dia, ditemui di Telaga Karangkidul, Kamis, 4 Juli 2019.

Akibat kekeringan, warga Kabupaten Gunungkidul memaanfaatkan air telaga untuk mandi dan mencuci, sedangkan untuk memasak warga membeli air yang harganya ratusan ribu.

Sedangkan untuk keperluan memasak dan kakus, Sugimin mengatakan sudah sejak April lalu membeli air bersih dari sumber air Bribin, Kecamatan Semanu. Harganya kisaran Rp 100 ribu untuk lima ribu liter air yang dapat dipakai selama satu bulan oleh enam orang anggota keluarganya.

Artikel lainnya: Koruptor APBD Gunungkidul Akhirnya Pasrah Dibui

"Harganya variasi, kalau dari Bribin seratus ribu. Tapi kalau beli dari daerah Pracimantoro (Jawa Timur), bisa mencapai 150 ribu rupiah," katanya.

Sugimin menyebut pengeluaran untuk kebutuhan air bersih akan semakin membengkak ketika air dari telaga surut. Biasanya saat puncak musim kemarau, ia membeli air bersih bisa dua kali dalam satu bulan. "Kalau air telaga surut, bisanya ya beli air," kata pria yang berprofesi sebagai petani ini.

Biaya pengeluaran itu pastinya tak akan cukup ketika hanya menggantungkan hasil produksi dari pertanian yakni padi dan palawija yang lahannya tak seberapa. Untuk menutupnya, biasanya dengan bekerja sebagai buruh bangunan atau mencari batu.

"Kalau padi, setiap musim hujan hanya sekali tanam saja. Setelah itu palawija, kacang-kacangan," ujarnya.

Warga lain, Sunardi, 43 tahun, dari Dusun Karangawen, Desa Karangawen, Kecamatan Girisubo, mengatakan pada April lalu ia hanya membeli satu tangki air atau lima ribu liter untuk kebutuhan selama satu bulan dengan jumlah anggota keluarga sebanyak tujuh jiwa.

Namun untuk Mei dan Juni lalu, ia mengaku sudah membeli air bersih sebanyak tiga kali dengan volume air yang sama. "Tapi kebutuhan semakin banyak, meski mandi dan mencuci juga tetap di telaga," bebernya.

Sementara, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gunungkidul, Edi Basuki mengatakan, ada anggaran sebesar Rp 530 juta yang sudah dialokasikan untuk bantuan droping air bersih selama musim kemarau tahun ini. 

"Kalaupun terjadi kemarau panjang dan anggarannya kurang, nanti akan kami sampaikan ke pimpinan," kata dia.

Sejak Juni hingga saat ini droping air bersih pun telah berlangsung. Setidaknya sudah ada enam kecamatan yang terus menerima bantuan air bersih, yaitu di Girisubo, Rongkop, Tepus, Paliyan, Panggang, dan Purwosari.

Edi juga mengungkapkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan kecamatan-kecamatan. Guna melakukan pendataan wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan. "Potensi kekeringan hampir setiap tahun dialami di 15 kecamatan," katanya.

Kecamatan yang dimaksud di antaranya adalah Girisubo, Paliyan, Purwosari, Rongkop, Tepus, Ngawen, Ponjong, Semin, Patuk, Semanu. Kemudian Kecamatan Panggang, Gedangsari, Tanjungsari, Purwosari, dan Saptosari.

Artikel lainnya: Jangan Jual Beli Ternak di Zona Antraks Gunungkidul

Total dari kecamatan itu yang mempunyai potensi kekurangan air bersih sebanyak 104.166 jiwa. "Itu belum termasuk Kecamatan Saptosari, karena datanya belum dikirim. Akan kami update lagi," ujarnya.

Bencana kekeringan di Gunungkidul juga berdampak pada gagalnya tanaman padi petani dipanen. Data dari Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kabupaten Gunungkidul menyebut ada 1.918 hektar lahan pertanian padi gagal panen.

Kepala DPP Kabupaten Gunungkidul, Bambang Wisnubroto mengatakan, 1.918 hektar tanaman padi yang gagal panen itu tersebar di sembilan kecamatan. Yaitu di Ponjong 10 hektar, Girisubo seluas 6 hektar, Patuk ada 154 hektar, Playen 50 hektar.

Kemudian Kecamatan Wonosari ada 2 hektar, Karangmojo 47 hektar, Semin 505 hektar, Ngawen 185 hektar, dan Gedangsari 860 hektar. "Langkah yang kami lakukan, dengan monitoring produksi pertanian," katanya.

Selain monitoring, pihaknya juga dalam proses mengajukan bantuan benih padi kepada Kementerian Pertanian. "Kami ajukan bantuan cadangan benih padi nasional untuk lahan seluas 1.800 hektar," paparnya. []

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.