Kejaksaan Dairi Mulai Periksa Tersangka Korupsi Cetak Sawah

Kejari Dairi memulai pemeriksaan tersangka kasus dugaan korupsi pencetakan sawah Tahun Anggaran 2011 di Desa Simungun.
Kepala Kejaksaan Negeri Dairi, Syahrul Juaksha Subuki (Foto: Tagar/Robert Panggabean)

Dairi - Kejaksaan Negeri (Kejari) Dairi, memulai pemeriksaan tersangka kasus dugaan korupsi pencetakan sawah Tahun Anggaran 2011 di Desa Simungun, Kecamatan Siempat Nempu Hilir, Kabupaten Dairi, Sumut.

Adapun tiga tersangka, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) inisial ES, seorang anggota DPRD Sumut inisial AST, dan seorang pengusaha inisial JS.

Dari ke tiga tersangka itu, satu di antaranya berinisial ES terjadwal diperiksa Selasa, 22 September 2020.

Kepala Kejari Dairi, Syahrul Juaksha Subuki membenarkan hal itu saat dikonfirmasi di kantornya, Selasa, 22 September 2020. Dia menyebut, baru ES yang akan diperiksa karena faktor domisili di Dairi.

“Ya, hari ini. Belum datang. Baru satu kami panggil karena domisili, yang di sini dulu. Karena yang domisili di luar kan pertimbangan ini, lintas wilayah. Karena ini situasi covid, kami bedakan nanti waktunya,” kata Syahrul.

Sebagaimana salinan surat panggilan tersangka diperoleh wartawan, surat panggilan ES ditandatangani Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Dairi, Anthonius Ginting tertanggal 18 September 2020. ES diminta hadir pada Selasa, 22 September 2020 pukul 10.00 WIB.

“Untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi perluasan sawah/cetak sawah dana tugas pembantu Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian RI pada Dinas Pertanian Kabupaten Dairi TA 2011 di Desa Simungun, Kecamatan Siempat Nempu Hilir,” demikian kutipan surat itu.

Diberitakan sebelumnya, Kejari Dairi menetapkan tiga tersangka baru kasus dimaksud pada Maret 2020. Terkait modus, Syahrul mengatakan, ada anggaran yang tidak dijalankan sesuai peruntukannya.

Penegakan hukum, tidak pandang bulu, semua yang berperan harus bertanggung jawab secara hukum

“Bahwa ada anggaran, oleh ketentuan diperintahkan untuk melakukan cetak sawah. Tetapi faktanya nggak ada sawahnya. Tapi di satu sisi, uang negara habis terserap. Siapa pihak-pihak terkait saya kira semua pihaklah yang terlibat baik sebagai pengelola anggarannya, sebagai pelaksananya, maupun unsur kelompok taninya,” papar Syahrul.

Syahrul juga membenarkan bahwa atas kasus cetak sawah fiktif itu, sebelumnya dua orang pengurus kelompok tani telah dipidana.

“Sebagaimana diketahui bersama bahwa terdahulu sudah pernah kami tetapkan dua orang tersangka dan prosesnya bergulir sampai diputus pengadilan dan berkekuatan hukum tetap. Dari perkembangan perjalanan pemeriksaan, mulai dari penyidikan sampai persidangan itu terungkap fakta keterlibatan pihak lain yang memang secara nyata ada perannya sehingga tindak pidana bisa terwujud. Namanya penegakan hukum, tidak pandang bulu, semua yang berperan harus bertanggung jawab secara hukum,” katanya.

Ditambahkan Syahrul, penanganan perkembangan kasus di Kejari Dairi yang membawahi dua wilayah, Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat ternyata dipantau pimpinan kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Saya baru tau juga setelah kemarin kami gelar perkara di hadapan KPK. Dairi dan Pakpak Bharat ini dimonitor terus perkembangan penanganan perkara yang sedang ditangani. Beberapa waktu lalu kami dapat undangan untuk melakukan gelar perkara dalam rangka koordinasi dan supervisi penanganan perkara oleh KPK. Salah satu yang disupervisi adalah ini, perkara cetak sawah. Ternyata dari awal sudah dipantau,” katanya.

Informasi dihimpun, pada 2011 Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana pada Kementerian Pertanian (Kementan) mengalokasikan anggaran pencetakan sawah di Desa Simungun.

Kegiatan tersebut berpedoman pada Peraturan Menteri Pertanian nomor: 66/Permentan/OT.140/12/2010 tanggal 29 Desember 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Untuk Pertanian Tahun Anggaran 2011.

Kementan pun mengucurkan dana kurang lebih Rp 750 juta melalui Kelompok Tani Maradu di Desa Simungun, untuk pencetakan sawah seluas 100 hektare. Peruntukan dana tersebut untuk pencetakan sawah, penyediaan bibit dan lainnya.

Belakangan terungkap, tidak ada sawah di lokasi sesuai kegiatan itu. Di lahan 100 hektare tersebut terdapat tanaman jagung, kacang dan pohon durian.

Kasus itu pun bergulir hingga ke pengadilan. Pengurus Kelompok Tani Maradu, Ignatius Sinaga dan Arifuddin Sirait divonis majelis hakim tindak pidana korupsi masing-masing 1 tahun 6 bulan penjara.

Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, Ignatius Sinaga dan Arifuddin Sirait disebut merugikan keuangan negara sebesar Rp 567.978.000.[]

Berita terkait
RSUD Dairi Terima Bantuan Vitamin dan APD dari Jaksa
Turut berperan serta pada penanggulangan Covid-19, Kejaksaan Negeri Dairi menyerahkan bantuan ke RSUD Sidikalang.
Korupsi Bansos, Belum Ada Pemeriksaan Polda di Dairi
Terkait dugaan korupsi bansos beberapa pejabat di Pemerintah Kabupaten Dairi, mengaku tidak mengetahui adanya penyelidikan itu.
Biaya Pemeliharaan Jalan di Dairi Diduga Dikorupsi
Kegiatan pemeliharaan ruas jalan provinsi di Kabupaten Dairi, terkesan asal jadi dan diduga dikorupsi.
0
Kemenkes Ingatkan Masyarakat Agar Waspada karena Kasus Covid Meningkat
Meski kenaikan kasus di Indonesia masih dapat dikendalikan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan masyarakat untuk waspada