Jakarta - Pengamat Hukum Pidana Agustinus Pohan mendesak kepolisian mengungkap temuan tim koalisi aktivis sekaligus peneliti kebijakan publik Ravio Patra.
Satu di antaranya, termasuk temuan koalisi bahwa Ravio mendapatkan panggilan dari nomor telepon asing dengan kode negara Malaysia dan Amerika Serikat milik seseorang berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) berinisial HS dan Kolonel ATD.
Kalau informasi-infomasi yang sifatnya spekulatif sebaiknya tidak dirilis. Nanti kan tambah gaduh
"Soal AKBP siapa ya itu harus diselidiki. Harus semua diselidiki. Semua kemungkinan harus dibuka, karena harus dijelaskan siapa yang sebetulnya melakukan provokasi. Nah harus diungkap," ujar Agustinus kepada Tagar, Jumat, 24 April 2020.
Baca juga: Ravio Bebas, Polisi Dituntut Ungkap Identitas Peretas
Menurut dia, pengungkapan itu agar informasi yang beredar tidak simpang siur dan justru menjadi pertanyaan di tengah masyarakat. Namun, dia mengingatkan siapapun tidak menyebarkan informasi yang sifatnya spekulatif dan menyudutkan pihak tertentu.
"Jangan membuat pernyataan-pernyataan yang menyudutkan pihak tertentu baik dari pihak kepolisian terhadap pihak Ravio maupun sebaliknya. Kalau informasi-infomasi yang sifatnya spekulatif sebaiknya tidak dirilis. Nanti kan tambah gaduh," ucap Agustinus.
Baca juga: Pengamat Kecewa Polisi Tangkap Ravio Patra
Sebelumnya, Amnesty Internasional Indonesia menyebut Ravio mendapat panggilan sebelum ditangkap.
"Di antara pukul 13.19 WIB hingga 14.05, Ravio mendapatkan panggilan dari nomor 082167672001, 081226661965 dan nomor telepon asing dengan kode negara Malaysia dan Amerika Serikat. Hasil penyelidikan KATROK menemukan nomor tersebut merupakan milik AKBP 'HS' dan Kol. 'ATD'," tulis @amnestyindo di Twitter, Kamis, 23 April 2020.
Terbaru, Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (Katrok) merilis siaran pers terkait kasus Ravio. Katrok pun memberikan beberapa catatan dan menduga peretasan serta penangkapan Ravio terkait erat dengan kritik-kritik yang sering disampaikannya di media daring atau media sosial kepada pemerintah.
"Kritik yang terakhir sering dilancarkan Ravio adalah terkait kinerja dan konflik kepentingan Staf Khusus Presiden dan pengelolaan data korban Covid-19," kata Katrok dalam keterangannya seperti dikutip Tagar, Jumat, 24 April 2020. []