Yogyakarta- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zaenur Rohman menilai bahwa terpilihnya Wakapolda DIY sebagai Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi cita rasa yang berbeda.
Dia tidak heran maupun kaget dengan hasil seleksi yang dilakukan lembaga antirasuah itu. Karena memang ketiga calon terakhir untuk calon pejabat KPK itu berasal dari kalangan Korps Bhayangkara semua. "Terpilihnya Wakapolda DIY ini tidak mengagetkan," kata Zaenur melalui sambungan telepon pada Selasa, 14 April 2020.
Jadi, kata dia, sekarang jabatan strategis di tubuh KPK dari kalangan polisi semua. "Ada ketua itu polisi, deputi penindakan polisi, Direktur penyidikan polisi, direktur penyelidikan juga polisi. Artinya hanya tersisa Direktur Penuntutan, harus seorang jaksa aktif," katanya.
Pukat UGM menilai bahwa jabatan tersebut hanya didominasi oleh unsur Polri di tubuh KPK pada bidang penindakan tidak ada komposisi lainnya. Berbeda halnya jika dibandingkan dengan periode sebelumya. Di mana bagian penindakan diisi oleh berbagai latar belakang unsur lembaga pemerintah.
Ada ketua itu polisi, deputi penindakan polisi, Direktur penyidikan polisi, direktur penyelidikan juga polisi.
"Sebelumya ada unsur kepolisian, unsur kejaksaan atau Direktur Penyelidikan pernah ada dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Sehingga ada unsur yang saling melengkapi di dalam bidang penindakan KPK. Saat ini jelas berbeda dan memang didominasi oleh polisi (bidang penindakan)," ucapnya.
Namun, pejabat baru KPK yang datang dari unsur Polri tentu akan mewarnai wajah penindakan KPK ke depan. Hal itu sangat dipengaruhi oleh latar belakang para pejabatnya. "Akan seperti apa? Ya tidak ada yang tahu mari kita lihat," kata dia.
Sementara itu Pukat UGM juga menyoroti terhadap proses pemilihan pejabat baru KPK. Dirinya menilai kompetisi yang tidak transparan ini dianggal lebih buruk dari pada seleksi di tingkat kabupaten/Kota yang sangat terbuka.
"Ada sikap pesimis dari masyarakat terhadap KPK. Di mata masyarakat menganggap tidak legitimed kalau dilihat dari level tranparansi kompetisinya. Ini bukan persoalan siapa kandidatnya namun prosesnya yang tidak transparan," katanya. []
Baca Juga:
- Warga Bantul yang Berhak Dapat Jadup Dampak Covid-19
- PAUD di Kulon Progo untuk Karantina Pemudik
- Sekeluarga Kompak Curi 40 Karung Gabah di Sleman