Kasus Djoko Tjandra Dapat Membongkar Mafia Peradilan

YLBHI menentang pemberian sanksi indisipliner bagi aparat hukum yang terlibat kasus buron Djoko Tjandra
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. (Foto: Tagar/Yaqin)

Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut kasus Djoko Tjandra sangat penting demi membongkar mafia peradilan di Indonesia. Oleh karena itu, YLBHI menentang pemberian sanksi indisipliner bagi aparat hukum yang terlibat kasus buron hak tagih Bank Bali ini. 

"Menghukum aparat penegak hukum yang terlibat dengan hukuman disiplin sebenarnya upaya untuk menutupi (kasus) itu, bukan upaya yang untuk membongkar," ujar Ketua YLBHI Asfinawati seperti dikutip dari TagarTV dalam wawancara bertajuk 'Sang Buron Djoko Tjandra di Lingkaran Petinggi Polri' yang diunggah pada Senin, 27 Juli 2020.

Asfin, sapaannya, menyebut kejahatan tindak pidana korupsi (tipikor) sebagai kejahatan yang terorganisir atau organized crime yang tidak dilakukan satu orang. Bahkan menurut dia, kejahatan tersebut mungkin tidak hanya dilakukan satu kelompok saja.

"Misalnya kita bisa lihat ketika ada Nurhadi ditangkap, kemudian ada Lucas ditangkap, itu kan kalau kita gabungkan sebetulnya menunjukkan mafia peradilan atau koruptor itu punya berbagai aktor di berbagai lini," ucap dia. "Mulai dari MA (Mahkamah Agung), Polisi, Kejaksaan, dan Imigrasi mungkin."

Selain itu, Asfin meyakini hasil korupsi tidak hanya mengalir ke 'samping' dan 'bawah', tetapi juga ke 'atas'. Teorinya sudah jelas, kata dia, korupsi itu pasti melibatkan suap dan lain-lain. 

"Yang disuap kan tidak mungkin PKL (pedagang kaki lima), yang disuap pasti orang yang punya otoritas lebih dari dia (yang menyuap)," tuturnya.

Yang disuap kan tidak mungkin PKL

Baca juga:

Adapun Djoko Tjandra diketahui datang ke Indonesia untuk mendaftarkan perkara peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020.

Kemudian, Djoko Tjandra juga sempat membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik dan paspor. Djoko juga berpergian ke Kalimantan bersama pengacaranya, Anita Kolopaking dan Brigadir Jenderal (Brigjen) Prasetijo Utomo.

Dalam perjalanan itu, Djoko menggunakan surat jalan dan tes bebas Covid-19 yang dibuat Prasetijo Utomo.

Terbaru, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah menetapkan Prasetijo sebagai tersangka atas ulahnya tersebut. Hal demikian dikatakan Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Listyo Sigit Prabowo

"Hari ini telah dilaksanakan gelar perkara untuk menetapkan tersangka saudara BJP PU," ujar Listyo di Mabes Polri, Senin, 27 Juli 2020.

Listyo menyebut Prasetijo akan dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 E KUHP dan Pasal 426 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP.

Saat ini, Djoko Tjandra merupakan buronan kasus dugaan korupsi penagihan utang (cessie) Bank Bali sejak 11 tahun silam. Djoko diduga bersembunyi di Malaysia. []

Berita terkait
Setelah Jiwasraya, Benny Tjokoro Terseret Asabri?
Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga tak mau menanggapi dugaan keterlibatan Dirut PT Hanson International Benny Tjokrosaputro di Asabri.
Polda Bali Tangkap Warga AS Buronan Interpol
Polda Bali menangkap seorang WN Amerika Serikat buronan Interpol kasus penipuan investasi. Tersangka buat video porno untuk bertahan hidup di Bali.
Minta Kapolri Mundur, Kompolnas Nilai JW Menyesatkan
Kompolnas menilai pihak yang menyerukan Jenderal Idham mundur dari jabatan Kapolri tak tahu soal hukum pidana
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.