Medan - Presiden Jokowi melantik enam menteri dan sejumlah wakil menteri. Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan, Shohibul Anshor Siregar menilai Kabinet Indonesia Maju justru terlalu gemuk.
Dua dari enam anggota Kabinet Indonesia Maju yang dilantik adalah pengganti menteri yang ditangkap KPK karena korupsi, yakni Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial menggantikan Juliari Batubara dan Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan menggantikan Edy Prabowo.
"Karena ada menteri yang ditangkap oleh KPK, memang harus diganti untuk mengisi kekosongan," ujar Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU, Rabu, 23 Desember 2020.
Namun, kata Shohibul, Indonesia memiliki ciri pemerintahan yang bersifat akomodatif terbatas untuk tujuan stabilitas. Dan itu terjadi sejak Soekarno. Konsekuensinya kabinet selalu sangat gemuk.
"Jumlah anggota kabinet terasa semakin gemuk karena ada jabatan Menteri Koordinator (Menko). Bagi saya selain politik akomodasi terbatas, hanya dua alasan diperlukannya Meko. Pertama, Presiden tidak diyakinkan bahwa dia mampu memimpin sehingga diperlukan orang-orang lain yang posisinya dalam praktik tak ubahnya seperti “presiden terbatas” dan atasan bagi para menteri. Kedua, nilai demokrasi yang belum jauh bergeser dari model kerajaan-kerajaan lama, yakni the king can do no wrong. Jadi Presiden itu diposisikan selalu benar dan tidak boleh salah. Jika ada masalah ya Menko itu yang paling bertanggung jawab," katanya.
Dengan jabatan Wakil Presiden, sambung Shohibul, seorang Presiden di Indonesia dapat terbantu untuk melakukan koordinasi sehingga keberadaan Menko tidak diperlukan sama sekali.
Prediksi saya tak ada perubahan ke depan. Sebaiknya dirampingkan saja
"Kegemukan kabinet itu, masih ditambah lagi dengan para wakil menteri. Tidak sampai di situ, Jokowi pada era pertama kepemimpinannya telah membentuk jabatan khusus untuk Luhut Binsar Panjaitan, yakni KSP. Kini dijabat oleh Moeldoko, mantan Panglima TNI. Jokowi juga memerlukan staf khusus dengan kategori milenial. Masih ada juru bicara-juru bicara. Semua menambah keriuhan di samping kegemukan yang kesemuanya mencerminkan ketidakterkoordinasian," terangnya.
Baca juga:
- Sosok Sakti Wahyu Trenggono, Pengganti Edhy Prabowo
- Kena Reshuffle, Wishnutama Beri Pesan Terakhir Sebagai Menteri
- Ketika Akhirnya Prabowo dan Sandiaga Kumpul di Kabinet Jokowi
Sakti Wahyu Trenggono yang mengisi jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan, menurut Shohibul, masyarakat terus mengingat Susi Pudjiastuti yang meski sama sekali belum mampu menjadi garda terdepan untuk merealisasikan makna poros maritim, tetapi dianggap memiliki sesuatu untuk dikenang.
"Menteri Kelautan dan Perikanan memiliki misi besar sebetulnya tak hanya menegaskan kedaulatan negara, melainkan juga menjamin kelestarian sumber daya dan kemanfaatannya untuk kemakmuran negeri yang selama ini disia-siakan," tuturnya.
Dia menambahkan, Yaqut Cholil Qoumas sebagai Menteri Agama dengan harapan jangan jualan isu intoleransi dan terorisme.
"Itu mewakili pandangan yang terus menerus mempertanyakan ada apa di balik isu kuno dan lebai intoleransi dan terorisme. Jika pemerintah mampu menghadirkan keadilan dan kesejahteraan, dengan menghilangkan kesenjangan, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk intoleran dan apalagi menjadi teroris," katanya.
Budi Gunadi Sadikin sebagai Menteri Kesehatan, menurutnya, tentu akan fokus kepada penanganan Covid-19. Selain itu filosofi dan orientasi BPJS Kesehatan menanti revisi, tak sekadar administrasi belaka.
Muhammad Lutfi sebagai Menteri Perdagangan, lanjutnya, tidak bisa berpikir untuk memihak kepada para importir yang mengejar margin keuntungan harga beli barang impor dan harga jualnya di dalam negeri.
Saatnya berpikir memerdekakan Indonesia dengan produk sendiri dan itu sangat perlu koordinasi dengan kementerian serta lembaga lain.
Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, tambahnya, tidak dilihat orang dari tugas baru yang akan dijalankannya, melainkan sebagai cawapres kalah dan pernah berujar tak mau direkrut ke dalam kabinet.
"Prediksi saya tak ada perubahan ke depan. Sebaiknya dirampingkan saja. Bandingkan negara seberkuasa dan sebesar Amerika, malah tak memiliki kabinet sebesar Indonesia," ucapnya. []