Jusmadi, Pelestari Leluhur Bugis Makassar di Sinjai

Era teknologi menggerus budaya leluhur, termasuk di Sulawesi Selatan. Butuh sosok penyelamat budaya Bugis-Makassar. Sosok itu ada pada Jusmadi
Tari Pakarena, merupakan tari penyambutan tamu ala Suku Bugis Makassar. (Foto: pangkepfoto.blogspot.com/Tagar/Ridwan Anshori)

Sinjai - Pengaruh budaya barat melalui perkembangan teknologi dinilai menjadi ancaman yang akan menggerus seni budaya daerah. Hal itu yang membuat resah seniman muda asal Kabupaten Sinjai, Jusmadi.

Alumni Fakultas Seni dan Desain (FSD) Universitas Negeri Makassar (UNM) ini kemudian berupaya sekuat tenaga untuk menyiarkan pendidikan seni budaya di kampung halamannya melalui lembaga Sanggar Seni.

Setelah menyelesaikan pendidikan strata satu di FSD UNM Makassar pada akhir tahun 2013 lalu, ia memutuskan kembali ke kampung halamannya untuk mengajarkan seni budaya daerah agar tidak termakan oleh zaman.

Adi, begitu dia disapa memberanikan diri menjadi guru honorer di dua sekolah kala itu, yakni SMA Negeri Sinjai Borong dan SMA Negeri 12 Sinjai Selatan, Sulawesi Selatan. Dia menjadi tenaga pendidikan mata pelajaran Seni Budaya.

Tak lama dia menjadi tenaga pendidik pada lembaga pendidikan formal, Adi kemudian berpikir bahwa tidak cukup rasanya menanamkan kencintaan terhadap seni budaya kepada siswa hanya sebatas di ruang-ruang kelas dan terikat oleh kurikulum. Baginya, tak cukup banyak alasan untuk bisa berekspresi lebih dalam jika dibatasi kurikulum, ruang kelas dan waktu belajar.

Masih di tahun yang sama 2013, Adi memutuskan untuk mendirikan Sanggar Seni sebagai tempat belajar dan mendalami seni budaya daerah. Berawal hanya Sanggar Seni ekstrakulikuler (ekskul). 

Dia memberanikan diri mengadap ke Kepala Sekolah SMA Negeri 12 Sinjai Selatan, Basri Tama, dia pun disambut baik dan mengajak siswa siswi yang ingin bergabung. Di Akhir tahun 2013 Sanggar Seni Malebbi dideklarasikan sebagai organisasi Ekskul SMA Negeri 12 Sinjai.

Penguatan Warisan Leluhur Dalam Pusaran Era Digital

Adi berujar, kuatnya pengaruh teknologi digital di era 4.0 ternyata memiliki dampak negatif bagi para generasi muda bangsa yang semakin melupakan seni budaya daerah yang di wariskan leluhur di masa lalu. Meskipun memang era 4.0 ini ada bagusnya, tapi setidaknya harus dibarengi dengan penguatan pendidikan yang telah diwariskan oleh leluhur.

Ekskul1Games latihan pendidikan dasar sebagai syarat pendidikan awal bergabung di Eskul Sanggar Seni Malebbi SMA Negeri 12 Sinjai. (Foto: Tagar/Afrilian Cahaya Putri)

"Agar kecintaan ini tidak pudar. Kenapa? Karena mereka condong mengadopsi seni budaya barat yang dianggap kekinian dan melupakan budaya sendiri," kata Adi, Sabtu, 14 Desember 2019.

Dia mengaku, cukup sulit mengedukasi anak-anak di kampung untuk bergabung pada pendidikan Ekskul Seni Budaya. Saat pertama kali Sanggar Seni Malebbi didirikan, partisipasi siswa-siswi sangat kurang peminat.

Namun kondisi itu tidak pernah mengurungkan semangatnya. Berbagai inovasi dilakukan untuk menarik minat para siswa dan siswi, mulai dari kegiatan pentas seni, penampilan karya anak-anak yang sudah bergabung dan sosialisasi yang intens dilakukan di dalam lingkup sekolah.

"Pernah suatu waktu saya mengajak teman-teman seniman dari Makassar, khususnya mahasiswa FSD UNM ke sekolah (SMA Negeri 12 Sinjai) untuk berbagi inspirasi dan mengedukasi anak-anak di sini. Saat pertama efeknya memang tidak terlalu besar, tapi Alhamdulillah ada saja anak-anak sekolah yang secara sukarela datang bergabung," kata dia.

Tidak hanya itu, sederet tantangan telah dilalui Jusmadi untuk mempertahankan sanggar seni yang ia dirikan. Salah satunya adalah menguras kesabaran dan waktu yang cukup lama untuk menumbuhkan semangat dan kecintaan kepada seni budaya daerah.

"Dalam menumbuhkan bakat siswa yang notabene merupakan anak yang masih sangat kurang mengerti, tentunya sangat menguras kesabaran dan tenaga bahkan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mampu membuat siswa berada pada tahap yang maksimal. Namun itu tak menyurutkan semangat kami demi perkembangan seni budaya daerah yang kian usang," ujarnya.

Dia menceritakan masa-masa tersulit saat Sanggar Seni Malebbi hampir saja dibubarkan lantaran sangat minim peminat. Namun karena sekelompok siswa yang masih bertahan dan memiliki semangat yang kuat, sehingga mampu membawa Ekskul ini di masa kejayaannya hingga hari ini.

Kini Adi dan beberapa anak-anak di Sanggar Seni Malebbi serta alumni bisa berbangga dan bertepuk dada. Sanggar Seni Malebbi saat ini cukup dikenal dan eksis di Kabupaten Sinjai. Atas itu pula, sehingga SMA Negeri 12 Sinjai disegani dalam setiap event Seni dan Budaya. Eskul ini sudah menyumbangkan cukup banyak trofi untuk sekolahnya dalam berbagai event lomba kesenian.

"Sebagai wadah untuk melawan derasnya pengaruh budaya asing, Sanggar Seni Malebbi bukan hanya membekali siswa dengan seni teater, tari, musik dan rupa, tapi juga membekali dengan seni kebudayaan daerah setempat seperti osong, anggarru, panggolli botting hingga tata cara pesta pernikahan suku Bugis," kata Adi.

Meski masih terdaftar sebagai Ekskul, tapi sejatinya Sanggar Seni Malebbi sudah merambah semua golongan dan kelompok. Tak hanya siswa dan siswi SMA Negeri 12 Sinjai yang ikut pada setiap forum-forum belajar di Sanggar Seni Malebbi, kadang pula ada orang yang dari luar mengasah kecintaan dan pengetahuan tentang seni budaya daerah di sini.

Jusmadi1Seniman muda asal Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, Jusmadi, berjuang menanamkan kecintaan seni budaya daerah generasi di kampung halamannya. (Foto: Tagar/Afrilian Cahaya Putri)

Bagi Adi, melestarikan seni budaya daerah dengan melakukan transfer pengetahuan sejak dini adalah langkah untuk tetap menjaga eksistensi peninggalan seniman leluhur lebih jauh ke depan. Tak apa baginya berjuang 'berdarah-darah'. Di benak Adi, yang menanam pasti akan memetik.

"Saya takut jika ada kalanya orang-orang yang paham seni budaya daerah langka dicari. Semoga tidak terjadi seperti ini, kita berharap seni budaya daerah terus jaya, sehingga ada alasan kita bangga sebagai seniman Bugis Makassar. Karena jika ini terjadi, yakin saja butuh waktu yang sangat lama untuk mengaktifasi kembali ilmu seni budaya daerah," katanya.

Budaya Bugis yang Mulai  Terlupakan

Dia melanjutkan, ada banyak warisan seni budaya lokal yang perlahan mulai usang. Beberapa yang dia sebutkan, di antaranya Osong atau Anggarru yakni ritual penyambutan tamu kehormatan secara adat, panggolli botting atau ritual penjemputan penganti laki-laki atau perempuan saat tiba dikediaman pasangannya pada pesta pernikahan dan tata cara pesta pernikahan suku bugis.

"Kalau ini tidak lagi dilestarikan, lalu apa lagi alasan kita bangga menjadi orang Bugis-Makassar? Seni budaya daerah itu adalah sebuah identitas dari mana kita berasal. Ini semua hari dibumikan kepada generasi-generasi kita," ucapnya.

Sejak mengawali perjuangan untuk membumikan seni budaya daerah di Kabupaten Sinjai, khususnya Sinjai Selatan, ia selalu bercita-cita agar Sanggar Seni Melebbi akan menjadi tempat yang tidak ada matinya menyampaikan kepada semesta, bahwa ada beberapa seni yang diwariskan pedahulu Bugis-Makassar kepada anak dan cucunya.

"Saya sangat berharap Sanggar Seni Malebbi ini menjadi stimulus untuk melahirkan sanggar-sanggar lainnya di Sulawesi Selatan. Meski memang berat, tapi yang memulai pasti akan menuai hasil. Daripada tinggal berpangku tangan, lebih baik memulai dari hal-hal yang kecil sekalipun," ungkapnya.

Adi mengatakan, saat ini sanggar seni Malebbi telah merancang sebuah kejutan dalam sebuah kegiatan yang akan dilaksanakan di tahun 2020. Meski belum terlalu dewasa, tapi Adi tak hanya lagi seorang diri, kini Sanggar Seni Malebbi dibina oleh Jusmadi, Rina Delfianti dan Rahmawati. Ketiganya merupakan guru SMA Negeri 12 Sinjai.

Lebih jauh, Adi berharap agar seni budaya daerah yang diwariskan oleh leluhur tetap terjaga dan dilestarikan. Menurut dia, sangat penting hal itu dipelajari dan diketahui, karena ada banyak pelajaran budaya daerah yang bisa dipetik dari pertunjukan seni.

"Sebenarnya dalam seni kita bisa belajar banyak hal, khususnya membentuk pribadi yang baik. Di seni budaya kita bisa belajar karakter, etika dan berbagai hal tentang pribadi yang baik. Begitu juga dengan pengetahuan tentang sejarah, akan banyak anda temukan melalui seni budaya," ungkapnya. []

Baca Juga:



Berita terkait
Misteri Makhluk Penunggu Sungai Afareng di Sinjai
Warga sekitar menyakini di dasar sungai Afareng di Sinjai ada makhluk penunggu. Sosok berambut dan berkuku panjang.
Arti Pepatah Bugis Dalam Pidato Pelantikan Jokowi
Presiden Jokowi menutup pidato pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih 2019-2024 dengan pepatah adat Bugis. Apa artinya?
100 Kalimat Padanan Bahasa Indonesia-Bugis
Buat Anda yang bukan orang Bugis, berikut ini 100 kalimat padanan Bahasa Indonesia-Bugis untuk momen pertemuan dengan kawan dari Bugis.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.