Jakarta – Junta militer Myanmar yang berkuasa pada Rabu, 3 November 2021, mempertahankan keputusannya untuk menolak akses bagi utusan ASEAN untuk menemui mantan pemimpin Aung San Suu Kyi yang sedang ditahan. Junta menolak tekanan internasional yang meningkat, yang meminta Myanmar mematuhi rencana perdamaian regional yang disepakati pada April.
Wakil Senior Jenderal Soe Win, komandan kedua junta yang merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Suu Kyi pada Februari, mengatakan memberi izin pada orang asing untuk mendapatkan akses terhadap seseorang yang didakwa melakukan kejahatan adalah bertentangan dengan hukum domestik.
"Saya percaya tidak ada negara yang akan mengizinkan siapa pun untuk melakukan (tindakan) di luar hukum seperti ini," katanya dalam pidato yang dipublikasikan di media pemerintah, sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Reuters, 3 November 2021.
Perdana Menteri Myanmar, Letnan Jenderal Soe Win (kiri), saat upacara Peringatan Hari Angkatan Bersenjata ke-60 di Ibu Kota Myanmar, Yangon, 27 Maret 2005 (Foto: voaindonesia.com - REUTERS/Adrees Latif)Pernyataannya tersebut terkait dengan pertemuan puncak para pemimpin Asia Tenggara yang digelar secara virtual pada pekan lalu. Pernyataan tersebut merupakan bentuk protes atas tidak diundangnya pemimpin junta Min Aung Hlaing dalam pertemuan tersebut karena dianggap tidak menghormati kesepakatan damai.
Junta menganggap bahwa itu merupakan pelanggaran terhadap konsensus ASEAN dan non-intervensi dan menolak untuk mengirim perwakilan yunior pada pertemuan tersebut.
Soe Win menolak tuduhan ketidakpatuhan dan mengatakan perjanjian April dengan ASEAN bergantung pada "urusan internal Myanmar saat ini", dengan akses utusan ke negara itu "berdasarkan stabilitas internal.”
Bantahan Soe Win disampaikan dalam rapat virtual auditor ASEAN, 2 September 2021. Dia mengatakan tuntutan Myanmar yang dibuat pada KTT Asia pekan lalu "diduga mencurigakan karena melanggar citra solidaritas ASEAN."
Aksi protes, pemogokan dan kekerasan sejak kudeta telah melumpuhkan Myanmar. Junta militer berjuang untuk memerintah dan menghadapi perlawanan bersenjata dari milisi dan pemberontak etnis minoritas yang bersekutu dengan pemerintah bayangan yang disebutnya sebagai "teroris.”
PBB mengutip kelompok pemantau lokal, menyebut lebih dari 1.200 warga sipil Myanmar telah dibunuh oleh pasukan keamanan (ah/rs)/Reuters/voaindonesia.com. []
Militer Myanmar Dilaporkan Langgar Hukum Internasional
Kebebasan Pers di Myanmar Memburuk
Penyelidik HAM PBB Serukan Jenderal Myanmar Ditahan
Demonstran Myanmar Gelar Flash Mob Antikudeta
