Kebebasan Pers di Myanmar Memburuk

Delapan bulan setelah kudeta militer Myanmar, wartawan lokal di negara tersebut mengaku bahwa kehidupan jurnalis di sana menjadi “semakin sulit”
Jurnalis Associated Press, Thein Zaw (kanan), melambaikan tangannya ketika berjalan bersama pengacaranya Tin Zar Oo (tengah) setelah ia dibebaskan dari penjara Insein di Yangon, pada 24 Maret 2021. Thein ditangkap saat meliput demo menentang kudeta militer di Myanmar (Foto: voaindonesia.com/AP)

Jakarta – Delapan bulan setelah kudeta militer Myanmar, para wartawan lokal di negara tersebut mengaku bahwa kehidupan jurnalis di sana menjadi “semakin sulit”. Sejak merebut kekuasaan dan menggulingkan pemerintah yang dipilih secara demokratis, pihak militer telah berusaha untuk mengontrol liputan media.

Akses ke media sosial dan internet diblokir, serta setidaknya izin lima media lokal telah dicabut. Pihak berwenang juga telah menahan puluhan jurnalis yang meliput protes terhadap junta yang berlangsung di beberapa wilayah di Myanmar.

Pada bulan-bulan berikutnya, media telah dipaksa untuk merestrukturisasi operasi mereka dengan bekerja secara dari atau online atau terpaksa bekerja dari pengasingan.

Win Zaw Naing, seorang jurnalis di Red News Agency yang berbasis di Yangon, mengatakan dia terjebak di dalam rumah selama tujuh bulan, dan harus bekerja hampir seluruhnya secara online.

“Hampir tidak mungkin untuk melaporkan dari lapangan. Saya tidak keluar rumah dan tidak melihat siapa pun. Saya melakukannya secara online, saya melakukan panggilan telepon,” katanya kepada VOA.

Dari 1 Februari hingga 27 September sedikitnya 102 jurnalis telah ditangkap dan setidaknya 48 diantaranya masih ditahan, menurut grup Facebook Informasi Jurnalis yang Ditahan dan Reporting ASEAN, organisasi yang mendokumentasi tindakan kekerasan yang dilakukan militer Myanmar.

polisi tahan jurnalis myanmarPolisi menahan jurnalis Myanmar Now di Yangon, Myanmar, pada 27 Februari 2021. Kebebasan pers di Myanmar memburuk sejak kudeta militer pada awal Februari 2021 lalu (Foto: voaindonesia.com/AFP)

Sebagian besar jurnalis ditahan berdasarkan Pasal 505(a) Hukum Pidana, yang mengkriminalisasi konten yang dianggap menimbulkan ketakutan atau menyebarkan berita bohong mengenai pemerintah. Mereka yang dituduh melanggar menghadapi ancaman hukuman tiga tahun penjara.

Militer Myanmar membantah telah membatasi gerak wartawan. Juru bicara Mayor Jenderal Zaw Min Tun mengatakan pada Maret lalu bahwa militer “menghormati dan menghargai kebebasan media.”

Dalam pernyataan minggu lalu tentang jurnalis Amerika Danny Fenster, juru bicara itu mengatakan, “bagi jurnalis, jika mereka hanya melakukan pekerjaan jurnalistik, tidak ada alasan untuk menangkap mereka.”

Fenster, redaktur pelaksana Frontier Myanmar, telah ditahan sejak 24 Mei 2021 (lt/ka)/voaindonesia.com/VOA. []

Akses Internet dan Media Sosial Ditutup Militer Myanmar

Media Massa di Myanmar Ditutup Bikin Akses Berita Terbatas

Wartawan Myanmar Ditangkap Media Independen Dilarang Terbit

Demo Terbesar di Sejarah Myanmar, Satu Jurnalis Diculik

Berita terkait
Tolak Kenaikan Pajak 11 Persen, CISA: Publik Tak Puas Kinerja Ekonomi Pemerintah Kuartal III
CISA kembali merilis survei yang menunjukkan kondisi ekonomi publik kuartal III, hasilnya publik tidak puas terhadap kinerja ekonomi pemerintah.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.