Jokowi Jangan Mau Didikte dalam Menyusun Kabinet

Ketua umum parpol sibuk mendesakkan kader menjadi manteri dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Jokowi diminta tidak mau didikte seperti itu.
Presiden Joko Widodo (tengah) bersiap melaksanakan Salat Idul Adha di Lapangan Astrid, Kebun Raya Bogor, Bogor, Jawa Barat, Minggu (11/8/2019). (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan Presiden Joko Widodo jangan mau didikte keinginan ketua umum partai politik dalam menyusun kabinet kerja lima tahun ke depan.

Bataona mengatakan, jika Jokowi tunduk pada tekanan partai politik, maka secara langsung Jokowi sudah mengorbankan martabat sebagai seorang presiden di negara dengan sistem presidensial.

Ia menyampaikan hal itu berkaitan kabinet kerja Jokowi-Maruf Amin dan manuver pimpinan partai politik dalam meminta jatah menteri.

Jika Jokowi tunduk pada tekanan partai politik maka secara langsung Jokowi sudah mengorbankan martabatnya sebagai seorang presiden di negara dengan sistem presidensial.

Jokowi jangan mengorbankan hak prerogatif dalam menyusun kabinet kerja demi membarter kekuasaan, kata Bataona.

"Prinsipnya adalah Jokowi jangan sampai mengorbankan hak prerogatifnya demi barter kekuasaan," ujar Bataona dilansir dari Antara, Senin pagi, 12 Agustus 2019.

Menurut Bataona, sistem negara Indonesia adalah presidensial, Presiden mempunyai hak prerogatif penuh untuk menentukan susunan kabinet.

Melihat situasi arus bawah politik saat ini, kata Bataona, Jokowi sepertinya terkunci oleh manuver berbagai ketua umum partai politik soal jatah menteri. Jokowi harus tegas.

Demi bangsa, kata Bataona, Jokowi harus berani membuat terobosan dengan menetapkan personel-personel kabinet yang mempunyai kapabilitas, kompetensi dan integritas. Bukan melayani kepentingan partai-partai semata.

Minimal setengah dari isi kabinet mendatang adalah zaken kabinet, atau para profesional yang memahami masalah di bidang-bidang strategis yang hendak dibenahi lima tahun ini, kata Bataona.

"Artinya, jika Jokowi tunduk pada tekanan partai politik maka secara langsung Jokowi sudah mengorbankan martabatnya sebagai seorang presiden di negara dengan sistem presidensial," ujarnya.

Ia menambahkan, dengan kuasa yang sangat besar, sudah saatnya Jokowi tegas dalam hal profesionalitas anggota kabinet demi Indonesia yang maju.

Jika tidak, kata Bataona, Pemilu yang berdarah-darah dengan biaya sangat mahal bernilai puluhan triliun rupiah pada akhirnya hanya menjadi sebuah akrobat politik tanpa makna, karena direndahkan hanya untuk bagi-bagi kursi yang tidak berbasis asas akuntabikitas dan pro pada semangat meritokrasi.

Meritokrasi yaitu semangat membuat penempatan jabatan berdasarkan keahlian dan kemampuan.

Peringatan Buat Partai Politik

Dalam kesempatan terpisah, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan agar partai-partai politik memberikan kesempatan kepada Presiden terpilih Joko Widodo untuk menggunakan hak prerogatif dalam menyusun kabinet.

"Setelah pemilu presiden selesai dan dimenangkan pasangan Joko Widodo-Maruf Amin, saat ini partai-partai pengusung saling tarik-menarik kepentingan siapa mendapat apa, dan siapa mendapat berapa kursi di kabinet," kata Bambang Soesatyo melalui pernyataan tertulis di Jakarta, Minggu.

Menurut Bamsoet sapaan akrabnya, di satu sisi wajar saja jika partai-partai koalisi pengusung pasangan Jokowi-Amin, yang telah bekerja keras bersama-sama memenangkan presiden petahana tersebut menuntut agar kursi kabinet diberikan kepada partai pemenang.

Sebaiknya, partai-partai politik termasuk Partai Gerindra dan lain-lain siap mengawal dan bekerja dalam kabinet pemerintahan Presiden Jokowi hingga 2024.

Namun, disisi lain, lanjutnya, ada kepentingan bangsa yang lebih besar yang harus didahulukan oleh Presiden terpilih Joko Widodo, yakni terjaganya situasi politik nasional yang kondusif, agar rencana pembangunan pemerintahan Presiden Jokowi periode kedua dapat dituntaskan dengan baik.

"Pilihan rekonsiliasi atau tidak, harus diletakkan pada kepentingan bangsa," ujarnya.

Politikus Partai Golkar ini mengingatkan, partai-partai politik pengusung pasangan Jokowi-Amin, agar memberikan kesempatan penuh kepada Presiden terpilih menggunakan hak prerogatif dalam menentukan menteri kabinet.

"Kesempatan itu termasuk memberikan kesempatan kepada Presiden terpilih untuk memutuskan, rekonsiliasi terbatas atau tidak. Sebaiknya, partai-partai politik termasuk Partai Gerindra dan lain-lain siap mengawal dan bekerja dalam kabinet pemerintahan Presiden Jokowi hingga 2024," ujarnya.

Menurut Bamsoet, sinyal Partai Gerindra akan bergabung ke koalisi Presiden Jokowi dinilsi menguat setelah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menghadiri pembukaan Kongres V PDI Perjuangan di Bali, pada 8 Agustus 2019.

Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto seperti menjadi bintang utama di acara tersebut dengan berkali-kali disapa oleh Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Dalam sambutan, Megawati bahkan menyapa secara khusus mantan calon wakil presidennya pada pemilihan presiden tahun 2009 itu.

Prabowo Subianto juga sebelumnya menyatakan akan menyusun gagasan di bidang ketahanan pangan dan energi untuk diajukan kepada pemerintahan Presiden Jokowi.

Beberapa sumber juga menyebut Partai Gerindra akan mengincar kursi Menteri Pertanian, tapi anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra Andre Rosiade mengklaim partainya belum bicara ihwal menteri kabinet. []

Berita terkait
Megawati Minta Jatah Kursi Menteri Terbanyak untuk PDIP
Megawati Soekarno Putri meminta kepada Presiden Jokowi untuk memberi partai PDIP jatah kursi menteri terbanyak.
Demokrat Sebut Guyon Mega Minta Jatah Menteri Tak Etis
Dengan gaya guyon Megawati meminta jatah menteri terbanyak saat menyampaikan sambutan di Bali. Demokrat melihat itu tidak etis.
0
Usai Terima Bantuan Kemensos, Bocah Penjual Gulali Mulai Rasakan Manisnya Hidup
Dalam hati Muh Ilham Al Qadry Jumakking (9), sering muncul rasa rindu bisa bermain sebagaimana anak seusianya. Main bola, sepeda.