Jokowi Harus Atasi Dualisme Bursa Timah Indonesia

Ferdy Hasiman meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) atasi dualisme Bursa Timah Indonesia, antara JFX, dan memastikan ICDX jadi penjual tunggal.
Presiden Jokowi. (Foto: Facebook/Presiden Joko Widodo)

Jakarta - Peneliti Alpha Recearch Databese, Ferdy Hasiman meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut lisensi BBJ (Bursa Berjangka Jakarta) atau Jakarta Future Exchange (JFX) untuk menjual timah Indonesia. 

Dia mengatakan, JFX sudah lama aktif di bursa, tetapi lisensi hanya untuk menjual komoditas emas dan kopi. Dia menjelaskan, mulai tahun 2018 JFX melihat potensi yang menjanjikan dari timah.

Ini sebenarnya aturan kontroversi, anomali kebijakan. Kehadiran 2 bursa akan merusak (disrupsi) acuan harga dan menyebabkan terpuruknya timah, selain itu pembeli akan bingung dalam menggunakan harga acuan hingga lebih memilih transaksi perdagangan timah Indonesia melalui secondary market

"Masuk ke pasar timah murni batangan dan merusak harga. Diizinkannya JFX menjual timah dicurigai penuh dengan deal gelap di belakangnya. katanya melalui siaran pers yang diterima Tagar, Jumat, 19 Juni 2020.

Dia menjelaskan, Permendag Nomor 53 Tahun 2018, Tentang Ketentuan Ekspor Timah, pada tanggal 16 April 2018, juga membuka ruang bagi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) untuk menambah lebih dari satu bursa timah.

Baca juga: Deretan Saham yang Naik 5 Persen di Sesi Pagi Bursa

"Akhirnya atas perintah atasan, Bappebti menerbitkan lisensi bagi bursa komoditi yang memenuhi syarat untuk ikut memperdagangkan timah murni batangan, yakni JFX sebagai salah satu bursa timah selain BKDI (Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia) atau Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX). Padahal, ICDX sudah lebih dahulu menjadi penjual tunggal di pasar timah sekaligus menjadi penentu harga timah nasional dan acuan harga timah dunia," ujarnya. 

“Saya meminta Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sesegera mungkin mencabut lisensi yang diberikan kepada JFX, dan memastikan ICDX menjadi penjual tunggal timah di bursa komoditas. Presiden Jokowi harus turun tangan dan meminta Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto, untuk mencabut Permendag ini," tambahnya.

Dia menegaskan, dualisme bursa komoditas timah di Indonesia tidak lepas dari kepentingan politik di Kementerian Perdagangan. Pandangannya, pada jaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dibawah pimpinan Menteri Perdagangan Gita Irawan Wirjawan, diterbitkan Permendag RI Nomor 32/M-DAG/PER/6/2013, yang mengatur tata niaga ekspor dan mewajibkan timah diperdagangkan di Bursa Timah sebelum diekspor.

Baca juga: Bursa Saham Asia Melemah Imbas Covid-19 Gelombang 2

Selanjutnya, kebijakan ini menurut dia telah memberi angin segar bagi timah di Tanah Air untuk menjadi acuan harga di pasar timah dunia. Selain itu, dengan adanya satu bursa, timah di Indonesia menjadi besar dan bisa memberikan kontribusi keuangan yang besar bagi penerimaan negara. Keuntungan lainnya adalah stabilitas harga timah di pasar terjaga. 

Kemudian dia mengaku, selain dapat mengurangi jual-beli lisensi bahkan meminimalisir perdagangan timah illegal, hal itu juga dapat mewujudkan rencana Jokowi perihal Pusat Logistik Berikat (PLB). 

"Terbukti Indonesia akhirnya mampu mengendalikan harga timah dunia dan memperluas pasar eskpor timah terbukti harga timah dunia stabil diatas US$ 20.000/MT dari tahun 2016-2018 dan peran Singapura sebagai secondary market dari semula 90 persen di tahun 2014 turun menjadi 20 persen di tahun 2018. Selain itu penerimaan negara dari Devisa Hasil Eskpor (DHE), Pajak dan Royalti terus meningkat," ucap dia.

Namun menurutnya, ambisi besar acuan harga timah dunia dan kedaulatan timah Indonesia sejak lahirnya Permendag tersebut, tidak lagi memberikan angin segar bagi Industri timah Indonesia.

"Karena di rezim Menteri Perdagangan pemerintahan Jokowi-JK, Enggartiasto Lukita dari Partai Nasional Demokrat, tidak lagi menempatkan BKDI/ICDX sebagai satu-satunya bursa penentu harga timah. Permendag No. 53/2018 melalui Bappebti juga menjadikan JFX sebagai salah satu bursa timah selain ICDX. Indonesia hanya perlu satu Bursa Timah, dan BKDI/ICDX adalah satu-satunya Bursa Komoditi dan Penentu Harga Timah di Indonesia," ucapnya.

"Ini sebenarnya aturan kontroversi, anomali kebijakan. Kehadiran 2 bursa akan merusak (disrupsi) acuan harga dan menyebabkan terpuruknya timah, selain itu pembeli akan bingung dalam menggunakan harga acuan hingga lebih memilih transaksi perdagangan timah Indonesia melalui secondary market," ujarnya.

Dia melanjutkan, peningkatan perdagangan melalui secondary market akan mengakibatkan meningkatnya country risk perdagangan timah murni batangan di Indonesia, hingga akhirnya mendegradasi kedaulatan negara dalam menentukan harga dan menurunkan kepercayaan global terhadap Tanah Air. 

Dia menerangkan, permasalahan dualisme Bursa Timah Indonesia menyebabkan harga Timah menunjukan tren penurunan sejak 2019. Di tahun 2020, harga timah terus menurun sampai di bawah US$ 15,000/MT sehingga berpotensi menyebabkan kehilangan pendapatan devisa sebesar US$ 400 Juta. 

"Sebagai negara produsen Timah kedua terbesar dan negara eksportir timah terbesar, kehadiran 2 bursa menyebabkan Indonesia tidak lagi menjadi negara price maker dan kehilangan potensi pasar yang besar. Selain itu, dualisme bursa akan melemahkan pengawasan terhadap tata niaga perdagangan timah Indonesia yang mengakibatkan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan ini menjadi kurang maksimal," ujarnya.

Ferdy juga meminta agar kebijakan pada Pasal 10 PerDirjen No: 05/DAGLU/2/2019 tentang Petunjuk Teknis Verifikasi atas Penelusuran Teknis Ekspor Timah, tanggal 7 Februari 2019, harus dibatalkan.

Pendapatnya, PerDirjen ini dibatalkan karena memunculkan rantai birokrasi yang panjang dan semakin menyulitkan para pelaku pasar timah, bahkan terlihat tidak adanya kepastian hukum. 

"Presiden Jokowi harus segera turun tangan mengatasi persoalan ini. Ini bukan persoalan sepele. Jika tidak diperhatikan, percuma saja Indonesia menjadi negara produsen timah terbesar kedua di dunia, tetapi tak sanggup menentukan harga di pasar global. Padahal, yang namanya barang tambang akan mengalami kelangkaan dan mengalami titik puncak produksi. Cadangan timah kita terus dieksplorasi sampai habis dan tak memberikan andil besar pada penerimaan negara," kata dia. []

Berita terkait
RUU HIP, Jokowi Tampung Masukan Purnawirawan TNI-Polri
Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersama Menko Polhukam Mahfud Md menyambut positif usulan RUU HIP dari Purnawirawan TNI-Polri.
Peluang Putra Putri Jokowi-Ma'ruf Pada Pilkada 2020
Kemenangan Gibran Rakabuming dan Siti Nur Azizah ada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Maruf Amin.
Jokowi Minta Kasus Novel Baswedan Bisa Berlaku Adil
Dini Purwono menegaskan, Presiden selaku Kepala Negara tidak bisa masuk ke dalam persoalan Novel Baswedan terlalu jauh.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.