Jokowi Dipaksa Datang Persidangan Uji Materi KPK

Presiden Jokowi didesak datang ke persidangan uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi (MK).
Foto bagian depan gedung MA dan MK

Jakarta - Pemohon uji formil dan meteril Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang terdiri dari pegiat antikorupsi memaksa Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk datang ke persidangan uji materi UU KPK di Mahkamah Konstitusi (MK).

Tim advokasi UU KPK tersebut menyebutkan perwakilan pemerintah yang hadir di persidangan tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para hakim berkaitan dengan uji materi.

"Sayangnya, Presiden tidak hadir pada saat pemerintah diberi kesempatan untuk menanggapi. Selain itu, wakil pemerintah saat itu gagal untuk menjawab berbagai persoalan penting yang ditanyakan pihak-pihak. Oleh karena itu, demi keadilan MK perlu memanggil presiden dalam sidang-sidang berikutnya," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulis yang diterima Tagar, Senin, 9 Maret 2020.

MK mesti dengan bijak memberikan tolok ukur pembentukan undang-undang yang konstitusional, supaya kecacatan prosedur yang melahirkan kecacatan substansi.

Menurut Kurnia, persidangan MK memiliki peranan penting karena mengungkap kesimpangsiuran proses revisi UU KPK. Prosesnya, kata dia, juga dilakukan secara terbuka.

Sidang UU KPKKetua Majelis Hakim MK Anwar Usman (tengah) didampingi Majelis Hakim MK Wahiduddin Adams (kiri) dan Enny Nurbaningsih (kanan) memimpin sidang pendahuluan uji formil UU KPK di Gedung MK, Jakarta, Senin (14/10/2019). Sidang tersebut menguji tentang perubahan kedua atas UU KPK terhadap UUD 45 terkait dewan pengawas KPK. (Foto: Antara/Rivan Awal Lingga)

Dalam perspektif yang lebih luas, kata Kurnia, pertimbangan MK dalam perkara ini tidak hanya akan menyelamatkan kelembagaan KPK saja, melainkan juga putusan perkara akan menjadi landmark decision untuk menjamin ketaatan Presiden dan DPR terhadap mekanisme pembentukan undang-undang.

"Oleh karena itu, MK mesti dengan bijak memberikan tolok ukur pembentukan undang-undang yang konstitusional, supaya kecacatan prosedur yang melahirkan kecacatan substansi, sebagaimana terjadi di Revisi UU KPK, tidak terulang lagi," ujarnya.

Kurnia menjelaskan lagkah itu penting mengingat pemerintah saat ini sedang menyusun Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, RUU Perpajakan, dan RUU Ibu Kota Negara yang prosedur penyusunannya berpotensi menabrak sendi-sendi konstitusi dan hak-hak konstitusional.

"Maka itu standar konstitusional pembentukan undang-undang harus ditegaskan dengan lantang oleh MK agar setiap pembentukan undang-undang tidak dilakukan secara serampangan, menyalahi nilai-nilai konstitusi, bahkan mencederai hak-hak konstitusional warga negara," katanya.

Diketahui saat ini, sidang uji materi UU KPK di MK telah memasuki tahapan pemeriksaan ahli-ahli. Artinya, sidang segera memasuki babak akhir. "Hal ini juga berarti hampir genap 5 bulan pelemahan KPK melalui Revisi UU KPK terjadi. Selama 5 bulan, pelemahan mencolok yang diketahui publik adalah nyaris tidak adanya OTT dan penyadapan," tutur dia. []

Berita terkait
Jokowi Sebut UU Baru Tidak Melemahkan KPK
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai UU terbaru KPK tidak melemahkan pekerjaan komisi antirasuah, karena tetap bisa melakukan OTT.
Istana Tanggapi 3 Pimpinan KPK Gugat UU KPK di MK
Pihak Istana menanggapi keputusan tiga pimpinan KPK menggugat UU KPK hasil revisi ke Mahkamah Agung (MK).
Respons Pegawai, Pimpinan Turun Gunung Gugat UU KPK
Ketua Wadah Pegawai KPK merespons pimpinan KPK turun gunung melakukan uji materi UU KPK hasil revisi.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)