Jokowi Diminta Sentil Kebijakan Menteri Tanpa Gugus Tugas

Presiden Jokowi diminta menyentil menteri bikin kebijakan tanpa melibatkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Presiden Jokowi memimpin langsung penanganan pandemi Covid-19. (Foto: Facebook/Presiden Joko Widodo)

Jakarta - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur anak buahnya di kabinet menyusul tidak dilibatkannya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam kajian awal pembukaan berbagai fasilitas publik untuk pemulihan ekonomi dari pandemi virus corona.

Menurut dia, seharusnya terjalin komunikasi antara kementerian dan lembaga terkait soal kajian awal pembukaan fasilitas publik yang dibuat Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian tersebut.

"Menteri-menterinya tidak paham bernegara," kata Agus kepada Tagar, Kamis, 14 Mei 2020.

Kalau ada yang mentang-mentang berdiri sendiri ya kacau. Buat apa Gugus Tugas? Bubarkan saja.

Agus mengatakan Gugus Tugas bentukan Presiden Jokowi seharusnya menjadi pusat koordinasi dari kebijakan yang dibentuk untuk masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Ia menambahkan, setiap kementerian dan lembaga harus berkoordinasi dengan Gugus Tugas lantaran kebijakan di lapangan bersinggungan dengan upaya menekan penyebaran virus corona.

"Tak boleh berdiri sendiri-sendiri. Kalau ada yang mentang-mentang berdiri sendiri ya kacau. Buat apa Gugus Tugas? Bubarkan saja," katanya.

Agus mencatat kacaunya koordinasi lintas lembaga dan kementerian terkait Covid-19 berulang kali terjadi. Terakhir ketika Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sekaligus Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Achmad Yurianto mengaku tak dilibatkan dalam kajian awal pembukaan berbagai fasilitas publik untuk pemulihan ekonomi.

Senada dengan Agus, pengamat kebijakan publik Yayat Supriatna menganjurkan Presiden Jokowi memanggil menteri-menterinya yang tidak kompak menangani Covid-19. Menurutnya, relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diduga masuk dalam kajian bikinan Kemenko Perekonomian tersebut ada campur tangan pihak lain.

"Ada ketidaksabaran pada pihak tertentu yang mendesak pihak kementerian untuk melakukan relaksasi demi bergeraknya ekonomi," kata Yayat kepada Tagar, Kamis, 14 Mei 2020.

Yayat menilai kementerian yang ingin melakukan relaksasi ekonomi di tengah pandemi Covid-19 sering melupakan atau tidak sengaja tidak berkoordinasi dengan Gugus Tugas dan Kemenkes. Mereka tak ingin koordinasi, kata Yayat, karena jelas rencana tersebut harus berjalan. "Karena bertentangan dengan protokol kesehatan," ujarnya.

Pemerintah, kata Yayat, menghadapi dilema antara kepentingan ekonomi dan kesehatan. Pilihannya selalu berbenturan karena yang dihadapi adalah ketidakpastian. "Ekonomi dan kesehatan ujung-ujungnya adalah kematian karena ketidakpastian kapan Covid-19 akan berakhir," katanya

Agus dan Yayat menyarankan Pemerintah bersabar hingga Covid-19 benar-benar berakhir. Jika relaksasi ekonomi terlalu dini dilakukan, pandemi virus corona sangat mungkin akan memakan korban lebih banyak lagi.

"Kalau langsung dikendorkan pasti akan jebol. Karena sebagian masyarakat sudah tertekan dan tidak punya pilihan ditambah dengan rendahnya disiplin," tutur Yayat. []

Berita terkait
Pakar Hukum Nilai Jokowi Berhak Naikkan Lagi Iuran BPJS
Pakar Hukum Tata Negara Prof Dr. Muhammad Fauzan menilai Presiden Jokowi berwenang menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan meski dijegal MA.
PPP: Iuran BPJS Digugat Lagi ke MA, Jokowi Bisa Malu
PPP menilai Pemerintahan Jokowi akan menanggung malu bila gugatan masyarakat terhadap kenaikan iuran BPJS kembali dikabulkan MA.
Jokowi Soroti Lonjakan Harga Bawang Merah dan Gula
Presiden Jokowi mengatakan saat ini pemerintah menyoroti dua harga pangan ang melonjak di pasaran yakni bawang merah dan gula.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.