Jalan Buntu Konflik Agraria Pesisir Selatan Lumajang

Kasus agraria berulang kali terjadi di Kabupaten Lumajang. Kasus terbunuhnya Salim Kancil tahun 2015 menjadi petanda sering konflik agraria.
Istri dan anak mendiang aktivis lingkungan Salim Kancil turut serta melakukan aksi di depan kantor Kementerian ATR/BPN Lumajang, Rabu, 19 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Lumajang – Mengenakan kaos hitam dengan tulisan Di Tanah Kami, Nyawa tak Semahal Tambang dengan balutan kerudung oranye dan masker merah hati. Rasa lelah seakan tak tampak dari seorang Bu Tijah yang membentangkan poster Kembalikan Tanah Salim Kancil saat aksi, Rabu, 19 Agustus 2020. Didampingi anak perempuannya, Ike Nurilah, dua anggota aktivis lingkungan Laskar Hijau serta ratusan masyarakat. 

Wanita paruh baya ini hanya diam dengan kedua bola matanya tampak basah berkaca-kaca fokus mendengarkan suara lantang para orator menggaungkan orasi-orasi tuntutannya.

Kami selaku rakyat Indonesia meminta keadilan terhadap bapak atau BPN yang telah mengeluarkan HGU PT LUIS.

”Bagi kami, duit Rp 10 ribu itu sangat berarti. Mencari sesuap nasi dari sepetak lahan yang kami dimiliki. Namun kenapa, ini (konflik agraria) terjadi lagi. Kenapa?,” ujar salah satu orator aksi demonstrasi dengan lantangnya di hadapan massa aksi serta aparat keamanan.

Suara lantang orator aksi itu sesekali juga membuat Bu Tijah menundukkan kepala layaknya tak kuat menahan kesedihan. Dia seakan kembali dibawa kenangan masa lalu perjuangan berdarah suaminya, Salim Kancil, menjaga kelestarian kawasan pesisir selatan Kabupaten Lumajang dari cukong-cukong rakus.

Kala itu, laki-laki kurus dan berkumis ini paling getol menyuarakan penolakan aktivitas pengerukan pasir secara membabi buta hingga merusak kondisi kawasan pesisir selatan. Namun, perjuangan warga Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian ini harus dibayar dengan kehilangan nyawanya secara sadis dan keji pada Sabtu, 25 September 2015 silam.

Semangat menggelora perjuangan mendiang Salim Kancil yang belum hilang itu pun ditunjukkannya kembali. Bu Tijah bersama ratusan masyarakat dari lima desa menuntut agar Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang mencabut Hak Guna Usaha (HGU) PT Lautan Udang Indonesia Sejahtera (LUIS) serta mengembalikan kawasan pesisir pantai selatan Lumajang sebagai kawasan lindung.

Hal tersebut berlandaskan dugaan kuat adanya pelanggaran oleh perusahan tambak udang asal Jakarta Barat ini. Diantaranya melanggar Keputusan Presiden (Keppres Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang serta Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lumajang Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRW) Kabupaten Lumajang Tahun 2012 – 2032.

Semua regulasi tersebut menyatakan di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi kawasan lindung. Disebutkan juga semua kegiatan usaha yang berada di dalam kawasan lindung maupun berbatasan langsung dengan kawasan lindung wajib memilik Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

”Kami selaku rakyat Indonesia meminta keadilan terhadap bapak atau BPN yang telah mengeluarkan HGU PT LUIS. Dikarenakan sudah jelas-jelas disitu menguruk tanah garapan bapak Salim Kancil serta melakukan dugaan-dugaan pelanggaran yang meresahkan masyarakat,” ucapnya.

”Karena itu, kami meminta BPN Lumajang mencabut ijin-ijin dan HGU PT LUIS. Jika tidak, kami atas nama masyarakat pesisir akan melawan terhadap kezaliman ini dan siap menumpahkan darah untuk kebenaran,” tuturnya lantang dengan iringan kalimat Allahu Akbar beberapa kali.

Selama kurang lebih dua jam demonstrasi berlangsung. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Lumajang pun memberikan respon dengan mengajak audiensi beberapa perwakilan Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (AMPLI) terkait tuntutan masyarakat tersebut.

Sekitar satu jam lamanya audiensi digelar secara tertutup dan terbatas di kantor bercat putih ini. Sementara, riuh teriakan tuntutan demonstran di kantor Jalan Jendral Panjaitan No.106, Kelurahan Citrodiwangsan, Kecamatan Lumajang ini pun tak terbendung hingga sempat terjadi paksaan untuk ikut masuk.

Di tengah audiensi dan aksi demonstrasi, satu perwakilan dari Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (AMPLI) Ali Ridho menyampaikan bahwa pihak Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang secara tersirat menolak tuntutan masyarakat dengan dalih masih akan melakukan beberapa tahapan.

Dia menyebutkan bahwa Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang masih akan melakukan investigasi terlebih dahulu. Baru kemudian akan dilanjutkan dengan melalui proses persidangan di pengadilan untuk membuktikan pelanggaran-pelanggaran sebagaimana tuduhan masyarakat.

”Sebenarnya kami enggak mau digiring ke sana. Karena kami sadar, kalau dibawa ke pengadilan. Ya jelas kalah dong kita. Itu menurut saya,” kata pria bertopi ini dalam keterangannya kepada Tagar usai aksi siang itu.

Namun, dia mengungkapkan pihaknya memutuskan untuk menyepakati dengan mengikuti hasil mediasi kala itu bahwa Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang akan melakukan investigasi terlebih dahulu. Tentunya, dia menegaskan dengan tetap akan terus mengawal dan menagih janji terkait rencana tersebut.

”Kita akan terus tanyakan dan tagih janji itu. Bahkan, kita akan ikut dalam proses investigasi tersebut. Karena kita yakin, PT LUIS ini sudah jelas melakukan pelanggaran dan merusak kawasan konservasi pesisir selatan Lumajang,” tuturnya.

Ali mencontohkan sebagaimana aktivitas tambak udang ini di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang. Dia menyebutkan PT LUIS belum memiliki surat seperti Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) serta Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk melakukan usaha tambaknya di pesisir selatan.

Salah satunya, kata dia, lokasi usaha tambak udang di Desa Selok Awar-awar. IMB diketahui hanya memiliki untuk usaha di Desa Selok Anyar dengan nilai retribusi sebesar Rp 400 juta lebih. Meskipun belum memiliki IMB, aktivitas berupa pengerukan sudah dilakukan. Bahkan berimbas ikut terkeruknya lahan milik mendiang Salim Kancil.

Tidak hanya itu, Ali juga menyebutkan dugaan pelanggaran lain yaitu luas usaha tambak udang PT LUIS tidak sesuai izin di dua lokasi. Sebagaimana tertulis dalam dokumen HGU tertanggal 09 April 2018 dan izin lokasi tertanggal 11 Februari 2019 bahwa luas lokasi usaha tambak udang di Desa Selok Anyar seluas 208.200 m2 (20 hektar) dan di Desa Selok Awar-awar seluas 1,8 hektare (ha).

Akan tetapi, dia mengungkapkan hasil penelusuran masyarakat didapati total luasnya sudah mencapi 47 ha lebih. Tentunya hal tersebut menjadi bukti dugaan aktivitas perusahaan yang berdiri sejak 30 Maret 2016 ini melanggar beberapa regulasi sangat jelas.

”Makanya, kalau mau objektif. Mereka (PT LUIS) ini sudah melakukan pelanggaran. Ditambah lokasi tambak udang mereka ini diduga kuat juga tidak sampai 100 meter dari bibir sebagaimana peraturan di Perpres 51 tahun 2016. Jelas pelanggaran dan pidana,” tuturnya.

Peta Tambak UdangDokumen peta lokasi permohonan informasi tata ruang PT LUIS untuk usaha tambak udang di pesisir selatan Kabupaten Lumajang. (Foto: Dokumen Bappeda Kabupaten Lumajang)

Investigasi Pelanggaran Perusahaan Tinggal Janji

Sementara, riuhnya orasi-orasi dan teriakan para demonstran di luar kantor sudah semakin panas di tengah audiensi. Tidak lama berselang, pria berkacamata berbaju putih serta ID Card di sakunya keluar dari dalam kantor bersamaan dengan perwakilan AMPLI dan Kepolisian Resort Lumajang menemui massa aksi.

Didampingi salah satu perwakilan AMPLI, Nawawi, Kepala Seksi Hubungan Hukum Pertanahan Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang Slamet Soeradji menyampaikan hasil audiensinya. Dia mengatakan bahwa terkait tuntutan masyarakat agar izin dan HGU PT LUIS dicabut belum bisa dipenuhi dan dilakukan hari itu.

Dia menyampaikan ATR/BPN masih perlu melakukan investigasi di lokasi untuk membuktikan dugaan pelanggaran perusahaan itu sebagaimana tuduhan masyarakat. Dia juga berjanji investigasinya akan segera dilakukan pada minggu keempat di Agustus 2020 kemarin.

Tentunya, kata Slamet, dalam melakukan investigasi harus bersama dengan beberapa instansi terkait. Diantaranya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kepolisian Resort (Polres) Lumajang, Pemerintah Kecamatan hingga Desa.

”Mungkin, kalau minggu depan (minggu keempat bulan Agustus 2020) seluruh instansi bisa. Kita akan segera melakukannya. Soalnya ini kan harus melibatkan beberapa pihak terkait dan menunggu kesiapan mereka,” ungkapnya kepada Tagar.

Seandainya nanti ditemukan ada pelanggaran, dia mengungkapkan tidak bisa serta merta dapat mencabut izin-izin maupun HGU PT LUIS. Dia mengatakan masih harus melalui proses persidangan di pengadilan. Kemudian, dia menyebutkan untuk tindakannya berdasarkan keputusan hakim.

”Kalau untuk pencabutan hak (izin dan HGU) ini ada pada putusan pengadilan. Tentunya harus dibuktikan dulu bentuk pelanggarannya. Makanya, mudah-mudahan ini (investigasi) bisa segera dilakukan,” ujarnya.

Dalam melakukan investigasi, Slamet mengungkapkan juga akan ada surat menyurat untuk memberikan informasi kepada masyarakat terkait waktu dilakukannya investigasi. Dengan harapan, antara semua pihak bisa sama-sama mengetahui prosesnya.

”Tentunya warga juga bisa ikut (investigasi). Tapi hanya perwakilan. Tidak bisa semuanya. Karena sekarang kita masih dalam masa pandemi Covid-19 dan harus mematuhi protokol kesehatan,” kata dia.

Namun demikian, alih-alih Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang menepati janjinya untuk melakukan investigasi, sudah satu bulan lamanya ini masyarakat menyebutkan belum ada ada informasi dan tindak lanjut terkait rencana investigasi tersebut.

Beberapa kali masyarakat sudah sempat menanyakan kembali. Salah satunya oleh perwakilan AMPLI Ali Ridho yang mengaku seakan sudah dibohongi mentah-mentah. Dikarenakan tidak ada jawaban dan kejelasan informasi dari Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang.

”Kalau melihat semangat pembicaraan ketika menyampaikan janjinya di hadapan demonstran. Kami menilai sudah dibohongi. Karena, sampai sekarang belum ditindaklanjuti,” terangnya kepada Tagar saat diwawancarai pada Sabtu, 13 September 2020.

Melihat hal itu, Ali mengungkapkan bukan tidak mungkin dan tidak akan segan untuk menggelar aksi demonstrasi perlawanan kembali dengan massa lebih banyak dari sebelumnya. Tidak hanya akan dilakukan di depan kantor Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang, melainkan juga di beberapa titik lokasi.

”Kami akan demo perlawanan dengan jumlah lebih besar. Selain di BPN. Demo juga akan dilakukan di Polres Lumajang dan Pemkab Lumajang. Pokoknya semua pihak akan kita datangi,” tuturnya.

Dengan catatan, kata dia, tuntutan masyarakat kala aksi demonstrasi beberapa waktu lalu itu tidak dipenuhi. Sekaligus janji palsu rencana Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang melakukan investigasi terkait pelanggaran PT LUIS di pesisir selatan Kabupaten Lumajang.

”Kemarin itu (demonstrasi pada Rabu, 19 Agustus 2020), kami anggap bukan demo. Saya anggap masih sebagai gurau saja. Makanya, (jika tuntutan masyarakat tidak dipenuhi dan janji investigasi tidak ditepati) kita akan menggelar demonstrasi lebih besar,” kata dia.

Dugaan Pelanggaran Perusahaan Tambak Udang

Tidak mudah mencari keberadaan kantor PT Lautan Udang Indonesia Sejahtera (LUIS). Hal itu setelah Tagar mencoba mencari alamat lokasi kantor perusahaan dibidang perdagangan eceran hasil perikanan ini dengan tujuan untuk melakukan konfirmasi terkait tuduhan masyarakat tersebut.

Beberapa kali pencarian sudah coba dilakukan untuk mengetahui keberadaan PT LUIS di aplikasi pencarian google dan bertanya kepada masyarakat akan tetapi tidak ditemukan. Baru kemudian diketahui setelah menelusuri di website resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen AHU Kemenkumham) RI pada Jumat, 21 Agustus 2020.

Dari website resminya di alamat https://ahu.go.id/profil-pt yanh berisi sekitar 122.372 profil perusahaan. Disebutkan bahwa PT LUIS beralamat di Jalan Slamet Riyadi Nomor 29, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur.

Akan tetapi, ketika alamat lokasi tersebut didatangi pada Sabtu, 22 Agustus 2020. Tidak terdapat kantor perusahaan tambak udang ini. Di lokasi hanya terdapat beberapa warung kopi dan makanan, toko sembako dan handphone serta kantor-kantor koperasi swasta.

Sedangkan dalam pencarian di google maps. Alamat tersebut menunjukkan lokasi sebuah pasar bernama Pasar Klojen. Hal itu dibenarkan atas pengakuan beberapa warga sekitar yang juga merupakan pedagang di toko dan warung. Mereka tidak mengetahui dan tidak pernah mendengar perusahaan tersebut.

”Enggak tau perusahaan itu (PT LUIS). Selama saya berjualan di sini, tidak mengetahui dan memang tidak pernah ada perusahaan. Adanya cuma koperasi. Kalau di sini sendiri memang Pasar Klojen,” terang salah satu pedagang berinisial BD kepada wartawan.

Usut punya usut, berdasarkan keterangan beberapa orang menyebutkan perusahaan tambak udang ini ternyata tidak beralamat di lokasi tersebut. Melainkan beralamat di Jalan MT Haryono No 162, Kabupaten Lumajang. 

Mereka menduga dan dimungkinkan memang sempat berlokasi disana dan pindah. Alamat tersebut berdasarkan keterangan dalam dokumen Akta Pendirian Perseroan Terbatas Nomor 35 tertanggal 30 Maret 2016 dengan notaris atas nama Lusiawati, SH. 

Meski demikian, dari alamat tersebut bukan menunjukkan alamat perusahaan ini, melainkan sebuah toko bernama Fajar Jaya. Sedangkan berdasarkan surat Izin Gangguan bernomor 503/00240/427.62/HO/2017 yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) tertanggal 15 Maret 2017. 

Disebutkan bahwa lokasi kantornya beralamat di Jalan MT Hariono No 162 RT 06 RW 06 Kelurahan Jogoyudan, Kecamatan Lumajang dengan catatan surat berlaku hingga 02 Maret 2020.

Lebih jauh, berdasarkan keterangan dalam dokumen Akta Pendirian Perseroan Terbatas Nomor 35 tertanggal 30 Maret 2016 itu disebutkan perusahan tambak udang ini dikomandoi tiga orang. Diantaranya yaitu Mariono sebagai Direktur Utama, R Agus Sulistiono sebagai Direktur Operasional dan Suharsono Sujono sebagai Komisaris.

Perusahaan ini juga memiliki 500 saham dengan nilai nominal sebesar Rp 250 juta dengan dana patungan dari dua orang. Sebanyak 495 sahamnya dengan nilai nominal sebesar Rp 247.500.000 dari Suharsono Sujono sebagai Komisaris. 

Sedangkan sebanyak 5 saham dengan nilai nominal sebesar Rp 2.500.000 dari Mariono sebagai Direktur Utama.

Sementara, terkait dugaan pelanggaran oleh masyarakat bahwa izin-izin dan tidak sesuainya luas pengurukan untuk aktivitas perusahaan tambak udang ini tidak lengkap. Diketahui memang hanya terdapat sekitar 16 dokumen berkaitan dengan perusahaan ini yang dikeluarkan oleh beberapa instansi.

Beberapa diantaranya Akta Pendirian Perseroan Terbatas Nomor 35 tertanggal 30 Maret 2016 sebanyak 21 lembar dan Surat Keputusan Bupati Tentang Pemberian Izin Lokasi PT LUIS di Desa Selok Anyar sebanyak 5 lembar bernomor 188.45/227/427/.12/2017 dengan disahkan oleh Bupati Lumajang Drs. H. As’at, M.Ag tertanggal 30 Agustus 2017.

Satu lembar Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Menengah bernomor 503/00092/427.62/SIUP/2017 dan satu lembar surat Tanda Daftar Perusahaan bernomor 503/00117/427.62/TDP/2017. Kedua surat itu disahkan atas nama Bupati Lumajang melalui Asisten Pemerintah Kabupaten Lumajang Susiyanto tertanggal 15 Maret 2017.

Kemudian surat informasi Tata Ruang bernomor 050/0122/427.71/2017 yang dikeluarkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Lumajang tertanggal 13 Januari 2017. Disebutkan dalam surat tersebut bahwa permohonan izin lokasi tambak udang PT LUIS ini masuk dalam kawasan hutan produksi serta pesisir pantai dan zona rawan bencana tsunami.

Karena itu, dijelaskan pula peraturannya bahwa PT LUIS tidak diperbolehkan melakukan konversi (perubahan) ekosistem mangrove serta melakukan pembangunan fisik dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat sekitarnya.

Selanjutnya, berdasarkan kajian pihak terkait dan kesepakatan bersama bahwa sudah saling menyepakati untuk hal tersebut. Maka dari itu, keluarlah surat Persetujuan Prinsip sebanyak dua lembar bernomor 180/697/427.62/2017 yang disahkan oleh Bupati Lumajang Drs. H. As’at, M.Ag tertanggal 16 Juli 2017.

Dokumen lainnya berupa surat Pendaftaran Penanaman Modal (PPM) bernomor 0131/35.08/PPM/PMDN/2018 sebanyak tiga lembar tertanggal 23 Agustus 2018. Disebutkan bahwa PT LUIS akan melakukan usaha tambak udang di Dusun Timur Persil RT 01 RW 01 Desa Selok Anyar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang di lokasi seluas 400.000 m2 dengan jumlah pekerja sebanyak 35 orang.

Namun demikian, dalam tiga surat Izin Lokasi berdasarkan Nomor Induk Berusaha (NIB) 9120207201113 dengan perubahan kedua dan ditetapkan pada 11 Februari 2019. Disebutkan bahwa PT LUIS mendapatkan izin lokasi melakukan aktivitas usaha tambak udang di lokasi tersebut seluas 54.100 m2.

Selain itu, perusahaan ini juga mendapatkan izin lokasi seluas 1.8630 m2 di Dusun Krajan II RT 59 RW 20 Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang. Kemudian izin lokasi seluas 40 hektar di Dusun Jugil RT 09 RW 01 Desa Selok Anyar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.

Sedangkan berdasarkan dokumen Hak Guna Usaha (HGU) PT LUIS yang dikeluarkan Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang tertanggal 9 April 2018 menyebutkan lokasi usaha tambak udang PT LUIS di Desa Selok Anyar seluas 208.200 m2. Luas tersebut pun sudah diizinkan dengan diukur dan digambar oleh Budi Mulyono dan Anggar dengan batasnya ditunjukkan oleh Mariono.

Berbeda-bedanya luas ini membuat dugaan masyarakat bahwa ada pelanggaran oleh PT LUIS besar kemungkinan dapat dibuktikan. Dikarenakan luasnya tidak sesuai daripada puluhan dokumen diatas serta tidak terdapatnya dokumen berupa AMDAL dan IMB.

Dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) hanya terdapat untuk lokasi usaha tambak udang di Desa Selok Anyar. Sedangkan aktivitas di Desa Selok Awar-awar belum ada. Diketahui hanya terdapat dokumen pertimbangan teknis dari Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang.

Kantor fiktif PT LUISLokasi kantor PT LUIS sesuai alamat di Ditjen AHU Kemenkumham. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Bu Tijah: Tanah Diuruk, Pohon Rusak dan Habis

Hal itu tentunya bertolak belakang dengan temuan serta pengakuan masyarakat saat aksi demonstrasi dan Bu Tijah sendiri. Istri mendiang Salim Kancil ini mengatakan bahwa pengerukan oleh PT LUIS di desanya sudah dilakukan sejak satu tahun lalu atau sekitar akhir tahun 2019.

Dia mengungkapkan separuh petak dari enam petak yang sudah dihibahkan suaminya untuk kawasan konservasi dikeruk oleh perusahaan tambak udang ini. Aktivitas pengurukan itupun, kata Tijah, berimbas dengan rusak dan hilangnya pohon-pohon seperti kelapa dan mangrove yang baru ditanamnya.

”Sekarang sudah banyak (pohon) yang gak ada karena terkikis kena air. Soalnya kan airnya maju usai lahannya dikeruk. Dari enam petak, sekitar separuh petak yang diuruk oleh mereka,” tuturnya.

Dia menyampaikan pohon-pohon tersebut ditanamnya usai mengenang 100 hari wafat suaminya, sehingga kondisinya masih kecil. Tijah mengatakan pohon-pohon tersebut disiram pada pagi hari usai Subuh bersama anaknya, Ike Nurilah, setiap hari.

”Aku menanamnya sama anak ku. Begitu juga menyiramnya. Kalau gak ada hujan, biasanya pagi hari habis subuh aku sirami. Terkadang juga pada sore hari atau Maghrib kesana lagi untuk menyiramnya kembali,” tuturnya.

Dia mengatakan lahan tersebut merupakan warisan berharga dari mendiang suaminya. Dia pun menegaskan bahwa tidak akan menjualnya kepada siapapun. Sekalipun dalam keadaan kesulitan ekonomi apapun.

”Itu menjadi kenang-kenangan bagi kami. Apalagi, kawasan itu sudah dihibahkan untuk konservasi. Makanya, tidak mau aku jual ke siapapun,” kata Tijah sambil duduk ditemani anak perempuannya.

Terkait adanya pengurukan itupun sudah sempat dilaporkannya ke Bupati Lumajang Thoriqul Haq kala itu. Dia mengungkapkan bahwa mantan Anggota DPRD Jawa Timur ini berjanji akan membantu keluarganya dan terus mengawal untuk menyelesaikan permasalahannya.

”Aku sama anakku yang lapor ke Bupati dulu. Saat itu, Bupati janji, katanya tidak akan pernah mengizinkan tambak udang dan sudah menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi,” tuturnya.

Sebagaimana diketahui, laporan istri dan anak Salim Kancil ini juga sudah sempat ditindaklanjuti Bupati Lumajang Thoriqul Haq kala itu. Dia langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) bersama beberapa pihak di lokasi tambak udang milik PT LUIS di Desa Selok Awar-awar pada November 2019.

Hasilnya, Thoriq mengatakan PT LUIS terbukti telah melakukan pengurukan sepihak. Dikarenakan izinnya belum lengkap dengan hanya memiliki pertimbangan teknis dari Kementerian ATR/BPN Lumajang kala itu.

”Bapak belum memiliki izin-izinnya. Hanya ada pertimbangan teknis dari BPN. Tapi ini sudah dilakukan pengurukan,” kata Thoriq dalam sidaknya sebagaimana dikutip dalam video Lumajang TV berjudul “Tanah Salim Kancil Diserobot Pengusaha Tambak Udang, Bupati Tolak Perizinan!”.

Upaya Penyelesaian Masalah Selalu Buntu

Permasalahan lahan di kawasan pesisir selatan Kabupaten Lumajang ini bukan hanya satu dua kali ini saja. Beberapa kali, kawasan tersebut sering kali terjadi konflik agraria antara masyarakat dengan cukong-cukong yang berencana akan mengeruk sumber daya alamnya.

Sebagaimana konflik lahan di kawasan pesisir itu hingga harus menelan korban jiwa dengan tewasnya Salim Kancil pada September 2015 silam. Saat itu, dia bersama warga sekitar getol melakukan perlawanan kepada cukong tambang pasir untuk pergi.

Kemudian, tepat lima tahun dari kejadian berdarah tersebut. Konflik agraria kembali mencuat dan seakan menjadi momok yang mengganggu ketenangan masyarakat dengan hadirnya cukong-cukong yang berevolusi.

Sekali lagi, konflik agraria itu kembali menyeret keluarga Salim Kancil yaitu Bu Tijah dan anaknya. Satu-satunya lahan warisan mendiang suaminya diuruk secara sepihak dan menyebabkan kerusakan pada kawasan konservasi.

Seakan tak ada keinginan penyelesaian masalah. Solusi-solusi yang seringkali ditawarkan beberapa pemangku kebijakan seakan tidak berdampak dengan hanya sebatas seremonial. Perusahaan-perusahaan masih leluasa melakukan kerjanya merusak kekayaan alam di pesisir selatan Kabupaten Lumajang.

Sebagaimana upaya dan solusi yang ditawarkan Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang untuk melakukan investigasi. Sampai sekarang, solusi itu belum dan tidak pernah ada tindak lanjutnya. 

Bahkan masyarakat harus susah payah dengan menagih janjinya dengan menyambangi satu persatu kantor pemangku kebijakan. Puncaknya, ratusan masyarakat dari lima desa menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang pada Rabu, 19 Agustus 2020. 

Kemudian audiensi bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lumajang pada Selasa, 1 September 2020. Salah satu perwakilan AMPLI, Ali Ridho mengatakan sangat menyayangkan upaya para pemangku kebijakan. 

Tidak hanya Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang, melainkan juga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta Pemerintah Kabupaten Lumajang. Beragam upayanya tidak membuahkan hasil. Bahkan pemangku kebijakan terkesan memiliki kepentingan tersendiri. 

Bahkan dia menganggap salah satu upaya berupa audiensi di kantor DPRD Kabupaten Lumajang dengan masing-masing pihak untuk menyelesaikan konflik agraria di pesisir selatan ini tidak memberikan dampak dan hanya menjadi ajang saling klaim.

Hal tersebut, kata Ali, dikarenakan kegiatan audiensina dilakukan secara terpisah-pisah dan bukan dikumpulkan menjadi satu forum. Disebutkannya yaitu antara perusahan, Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang dan masyarakat agendanya dibuat berbeda.

Karena itulah, dia menyampaikan adanya audiensi itu bukan malah menyelesaikan masalah. Melainkan hanya akan menjadi ajang saling fitnah dan klaim pembenaran antara satu pihak dengan pihak lainnya.

”Kami kecewa. Karena saat audiensi, dewan tidak mengkonfrontir semua pihak. Baik BPN, PT LUIS maupun AMPLI. Tapi, malah satu-satu. Kesannya kita bebas saling memfitnah. Seharusnya bisa menghemat waktu (dikumpulkan jadi satu),” kata dia.

Padahal, kata Ali, pihaknya sudah mendatangi masing-masing instansi terkait. Dengan harapan agar ada pertemuan bersama dalam satu forum untuk membahas dan menyelesaikan permasalahan konflik agraria ini. Kenyataannya, dia mengatakan masyarakat seakan dibohongi.

”Kami sudah mendatangi Bupati kemarin untuk menyampaikan tuntutan. Begitu juga BPN, Polres dan DPRD. Tapi, kenyataannya?. Makanya, menurut hemat saya, ini sebagai bentuk upaya agar kami tidak melakukan sesuatu,” kata dia.

Dimintai tanggapan terkait permasalahan di pesisir selatan ini. Bupati Lumajang Thoriqul Haq masih belum bisa memberikan komentar lebih jauh saat ditemui dalam suatu kesempatan di kantor Pemerintah Kabupaten Lumajang.

Namun, berdasarkan keterangan salah satu sumber kepada Tagar menyebutkan Thoriq sudah melakukan koordinasi dengan beberapa pihak. Dengan tujuan utamanya agar segera dilakukan investigasi bersama.

”Katanya sudah ada komunikasi dengan BPN dan pimpinan dewan. Kemungkinan akan segera dilakukan investigasi terkait ini,” ucapnya kepada Tagar saat diwawancarai, Minggu, 13 September 2020.

Sedangkan menurut keterangan Ketua DPRD Kabupaten Lumajang Anang Achmad Syaifuddin menyebutkan pihaknya masih melakukan audiensi dengan beberapa pihak. Selain dengan PT LUIS, beberapa pihak seperti Kementerian ATR/BPN Kabupaten Lumajang dan masyarakat yaitu AMPLI juga dilakukan audiensi.

”Kita dalam hal ini masih mendengarkan penjelasan dari PT LUIS. Begitu juga dengan pihak BPN Lumajang dan masyarakat yaitu AMPLI. Jadi, kita mendengarkan tabayyun (penjelasan) masing-masing dari mereka ini,” singkatnya.

PT LUIS Klaim Sudah Benar dan Hanya Salah Paham

Direktur Operasional PT LUIS, Agus Sulistiyono menyampaikan tuduhan masyarakat bahwa perusahaannya melanggar peraturan dan regulasi adalah tidak benar. Karena itu, dia mengajukan audiensi kepada DPRD Kabupaten Lumajang pada 14 Agustus 2020 lalu.

Dia menjelaskan klarifikasi itu sebagai upaya perusahaan untuk meluruskan persepsi negatif masyarakat. Terutama berkaitan dengan pemberitaan bahwa perusahaannya melakukan penyerobotan lahan milik mendiang Salim Kancil.

Agus mencontohkan sebagaimana tuduhan aktivitas tambak udang di Cemoro Sewu, Selok Anyar, Kecamatan Pasirian. Dia menyampaikan memang ada lahan di luar batas pagar izin lokasi perusahaannya. Namun, dia mengklaim tidak pernah melakukan penyerobotan. Karena memang diluar kewenangannya.

”Tidak benar (tuduhan penyerobotan) itu. Begitu juga di tanahnya Almarhum Salim Kancil. Malah, kami tidak ada urusan di sana. Karena, sejak awal memang tidak ikut dalam pelepasan hak garapnya kepada kami,” tuturnya.

Akan tetapi, dia mengatakan jika memang adanya bukti bahwa tanah milik mendiang Salim Kancil diuruk oleh perusahaannya. Dia mengaku akan segera menyelesaikan permasalahan itu dengan segera menyelesaikan permasalahan di lokasi lahannya mendiang Salim Kancil.

”Mungkin, lahannya itu keuruk dari proyek kami (bukan diserobot). Makanya, kalau memang diminta, kami akan segera bersihkan,” tuturnya.

Disisi lain, misalnya nanti ada pertemuan dengan beberapa pihak untuk menyelesaikan konflik agraria ini. Agus menyampaikan sangat siap untuk membuktikan bahwa perusahaannya sudah benar dan sesuai prosedur perizinan dalam berinvestasi di Kabupaten Lumajang sejak tahun 2017 lalu.

Sebagaimana dalam audiensi kemarin, Agus memaparkan pihaknya sudah memberikan dokumen-dokumen perusahaan kepada DPRD Kabupaten Lumajang. Mulai dari permohonan awal hingga terbitnya HGU. Dokumen itu, kata dia, merupakan bukti bahwa PT LUIS sudah sesuai peraturan.

”Kalau memang diperlukan. Monggo (silakan) dilanjutkan dengan pertemuan pihak terkait yang mencurigai kami tidak benar. Nantinya akan kami buktikan dengan dokumen-dokumen yang kami miliki,” kata dia.

Sementara terkait laporan dugaan pencemaran nama baik dengan melaporkan Bupati Lumajang dan istri mendiang Salim Kancil, dirinya mengaku hal tersebut hanya kesalahpahaman. Dalam hal ini Bupati Lumajang, Thoriqul Haq, pihaknya tidak ada niatan menyalahkan atau memojokkan salah satu pihak.

Bahkan, kata Agus, perusahannya juga tidak ada niatan untuk memenjarakan Bupati Lumajang Thoriqul Haq maupun Bu Tijah. Dia berdalih kasus itu hanya kesalahpahaman tadi. 

”Sebenarnya itu hanya kesalahpahaman belaka. Karena, antara pemerintah dan kami kurang komunikasi. Begitu juga dengan masyarakat yang belum mengenal kami. Sehingga membuat hal itu terjadi,” ujarnya.[](PEN)

Berita terkait
Mengenang Rinaldi Harley, Korban Mutilasi Kalibata Jakarta
Rinaldi Harley, korban mutilasi sadis di Kalibata Jakarta. Berikut sepenggal kisah sebelum ajal menjemput.
Menunggu Pagi di Kebun Tembakau Posong Temanggung
Kawasan perkebunan tembakau di Posong, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, memiliki pemandangan yang eksotis, khususnya saat matahari terbit.
Marsel Pergi Membawa Asa Pulang Tinggal Jenazah
Niat ingin memperbaiki ekonomi keluarga di kampung, Marsel nekat merantau ke Makassar, namun nahas dia pulang tinggal nama.
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.