Judul Asli: Kang Jalal
Oleh: Sukron Makmun*
Pengagum Rumi yang meninggal 4 hari setelah kepergian istrinya. Inna lillahi wa Inna ilaihi rajiun. Saya mendengar wafatnya Kang Jalal kemarin sore, saat sahabat yang sedang berada di Thailand bertanya, "Ron, apakah Kang Jalal meninggal?" Langsung saya cari kebenaran infonya.
Bagaimana setetes air sanggup bicara tentang samudera yang luas... sepercik cahaya dapat berbicara tentang matahari?
Pagi ini sudah banyak tulisan-tulisan, refleksi orang-orang terdidik tentang Kang Jalal dan pemikirannya. Rata-rata mereka fokus pada sisi intelektualitas juga kepakarannya. Meskipun ada juga, netizen di WAG yang seolah senang dengan kabar kepergiannya. Tipe terakhir ini adalah orang yang tidak mampu berpikir jernih. Kebenciannya timbul hanya karena afiliasi politik ataupun mazab non-mainstreamnya Kang Jalal. Suatu sebab kebencian yang sebenarnya bukan wilayah manusia. Naif memang.
Saya pribadi menyukai tulisan Kang Jalal sejak saya di Kairo; terkagum dengan cara bagaimana ia memuji Sang Manusia Agung yang disarikannya dari salah satu karya sufi besar, Jalaluddin Rumi. "Bagaimana setetes air sanggup bicara tentang samudera yang luas... sepercik cahaya dapat berbicara tentang matahari?"
Saya menyimpulkan Kang Jalal adalah salah satu cendekiawan muslim prolifik, yang tulisan-tulisannya sangat renyah dan berkualitas. Pemikiran-pemikirannya melampaui kebanyakan manusia sezamannya. Kebesarannya semakin tampak setelah ia menghadap Tuhannya melalui tulisan dan kesaksian-kesaksian orang-orang hebat negeri ini. Ia cendekiawan yang mirip Gus Dur, Nurcholis Madjid, Adi Sasono, dan beberapa nama besar lainnya.
Ketika menyebut Muthahhari Bandung, juga mengingatkanku pada seseorang yang tak pernah lekang oleh ruang dan waktu. Ahli homeopatik itu. Ibarat sebutir pasir, saya tidak pantas untuk melukis gunung yang menjulang tinggi. Nama dan kiprahnya, terlalu besar untuk dikecilkan.
*Intelektual Nahdlatul Ulama, penulis buku "Moderatisme Islam dalam Konteks Indonesia Kekinian"