Jakarta - Posisi Ketua Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR) dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menjadi kursi panas bagi koalisi partai yang merasa berhasil mengantarkan Presiden Jokowi meraih kepemimpinan dua periode.
Kursi pimpinan MPR, DPR dan DPD selalu menjadi rebutan karena dinilai akan menjadi lahan basah.
Mobil mewah sudah pasti dapat
Tagar menghubungi orang dalam di Gedung Parlemen, Senayan. Dia menceritakan pimpinan MPR maupun DPR dipastikan mendapat tunjangan berupa mobil mewah jenis Toyota Crown yang harganya miliaran rupiah. Belum lagi soal jatah rumah dinas di Jakarta.
"Mobil mewah sudah pasti dapat. Untuk rumah dinas tersebar ada yang di Widya Chandra bareng menteri-menteri, sekitaran Kuningan dekat jalan Denpasar, dan Kemanggisan. Kalau yang di Kalibata sih cuma buat anggota DPR saja kurang elite," jelas pria berusia 35 tahun ini.
Namun, dia enggan membeberkan gaji hingga tunjangan yang diperoleh ketua MPR, ketua DPR beserta wakilnya. Menurut dia, angka itu sangat fantastis dan akan mencengangkan publik.
Maka itu posisi pimpinan ketua MPR/DPR menjadi perebutan panas. Saya tidak heran
"Makin tinggi posisinya ya jelas, pemasukannya (gaji, tunjangan) makin besar. Itu tidak bisa dipungkiri. Maka itu posisi pimpinan ketua MPR/DPR menjadi perebutan panas. Saya tidak heran," kata dia saat dihubungi, Selasa, 23 Juli 2019.
Salah satu penggelontoran anggaran terbesar dia katakan adalah pada reses. Masa reses merupakan masa di mana DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR. Misalnya, untuk melakukan kunjungan kerja, baik yang dilakukan anggota secara perseorangan maupun secara berkelompok.
Basah, pokoknya duit terus
"Dalam satu tahun bisa lima kali reses semisal ke daerah pemilihan (dapil) saat dia mencalonkan diri sebagai calon legislatif dan menang. Itu duit negara kayanya sih, soalnya sekali kunjungan itu bisa keluar ratusan juta rupiah dan itu pun belum dihitung dana saat melakukan studi banding ke luar negeri. Basah, pokoknya duit terus," ujarnya.
Selain itu, kata dia, pimpinan DPR/MPR pasti mendapatkan pendampingan protokoler.
"Biasanya anggotalah yang mendampingi karena kan pimpinan maunya serba rapi. Dan, ada juga asisten pribadi, itu pasti ada," ujar.
Merunut Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018, revisi UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD atau UU MD3, pimpinan DPR ditambah menjadi 7 kursi atau bertambah 2 kursi, Pimpinan MPR menjadi 11 kursi (bertambah 6 kursi), dan Pimpinan DPD menjadi 5 kursi (bertambah 2 kursi).
Berikut bunyi pasal Hak Protokoler, Hak Keuangan dan Administratif untuk MPR.
Hak Protokoler
Pasal 58
(1) Pimpinan dan anggota MPR mempunyai hak protokoler.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 59
(1) Pimpinan dan anggota MPR mempunyai hak keuangan dan administratif.
(2) Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh pimpinan MPR dan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak anggota MPR diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Berikut bunyi pasal Hak Protokoler, Hak Keuangan dan Administratif untuk DPR.
Hak Protokoler
Pasal 225
(1) Pimpinan DPR dan anggota DPR mempunyai hak protokoler.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 226
(1) Pimpinan DPR dan anggota DPR mempunyai hak keuangan dan administratif.
(2) Hak keuangan dan administratif pimpinan DPR dan anggota DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh pimpinan DPR dan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: