Berebut Kursi MPR, Ini Aturan Hukum Pemilihannya

Parpol yang berhasil menembus ambang batas parlemen dalam Pemilu 2019 memperebutkan kursi keanggotaan MPR periode 2019-2024.
Gambar Gedung MPR

Jakarta - Sejumlah partai politik yang berhasil menembus ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 tengah memperebutkan kursi keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2019-2024. 

Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018, revisi atas UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD, yang biasa disebut dengan UU MD3.

Ketentuan yang termaktub dalam Pasal 15 ayat (1) tertulis, pimpinan MPR terdiri atas satu orang ketua dan tujuh orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.

Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud dalam poin tersebut, dipilih oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap. Selain itu terdapat pula penjelasan mengenai calon ketua MPR berasal dari fraksi partai yang disampaikan dalam sidang paripurna.

Berikut isi lengkap Pasal 15 mengenai Pimpinan MPR

Pasal 15

(1) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 7 (tujuh) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.

(2) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.

(3) Bakal calon pimpinan MPR berasal dari fraksi dan/atau kelompok anggota disampaikan di dalam sidang paripurna.

(4) Tiap fraksi dan kelompok anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan MPR.

(5) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR

(6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak tercapai, pimpinan MPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR dalam rapat paripurna MPR.

(7) Selama pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, sidang MPR pertama kali untuk menetapkan pimpinan MPR dipimpin oleh pimpinan sementara MPR.

(8) Pimpinan sementara MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berasal dari anggota MPR yang tertua dan termuda dari fraksi dan/atau kelompok anggota yang berbeda.

(9) Pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan MPR.

(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan MPR diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.

UU MD3 adalah Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD. Undang-undang ini berisi aturan mengenai wewenang, tugas, dan keanggotaan MPR, DPR, DPRD dan DPD. Hak, kewajiban, kode etik serta detil dari pelaksanaan tugas juga diatur.

Aturan ini menggantikan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 mengenai MD3 yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum.

Mengenai keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden dan dicantumkan juga masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun. Hal ini tertuang dalam pasal 7 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD.

Untuk menjalankan tugasnya, anggota DPR harus mematuhi Pasal 8 sebelum disumpah untuk melaksanakan tugas, berikut bunyinya:

Pasal 8

(1) Anggota MPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam siding paripurna MPR.

(2) Anggota MPR yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan MPR.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.

Dalam UU tersebut diatur juga soal Fraksi dan Anggota MPR. Berikut bunyi Pasal 12 dan Pasal 13 UU MD3.

Fraksi dan Kelompok Anggota MPR

Paragraf satu (1) mengenai Fraksi

Pasal 12

(1) Fraksi merupakan pengelompokan anggota MPR yang mencerminkan konfigurasi partai politik.

(2) Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR.

(3) Setiap anggota MPR yang berasal dari anggota DPR harus menjadi anggota salah satu fraksi.

(4) Fraksi dibentuk untuk mengoptimalkan kinerja MPR dan anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat.

(5) Pengaturan internal fraksi sepenuhnya menjadi urusan fraksi masing-masing.

(6) MPR menyediakan sarana bagi kelancaran tugas fraksi.

Paragraf dua (2) mengenai Kelompok Anggota

Pasal 13

(1) Kelompok anggota merupakan pengelompokan anggota MPR yang berasal dari seluruh anggota DPD.

(2) Kelompok anggota dibentuk untuk meningkatkan optimalisasi dan efektivitas kinerja MPR dan anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil daerah.

(3) Pengaturan internal kelompok anggota sepenuhnya menjadi urusan kelompok anggota.

(4) MPR menyediakan sarana bagi kelancaran tugas kelompok anggota.

Pakar Politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta Ujang Komarudin menjelaskan fraksi partai politik yang ada di Senayan bisa berkompromi untuk menentukan siapa yang diusung menjadi calon ketua dan wakil ketua MPR dalam satu paket. Paket ini ditentukan melalui musyawarah dengan melibatkan anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah).

Dia menjelaskan pemilihan bisa dilakukan dengan cara voting, jika para anggota DPR dan DPD itu telah setuju melakukan musyawarah. Peran dari ketua partai berperan penting dalam melakukan lobi-lobi kepada Jokowi, yang merupakan pemegang keputusan.

"Sistem paket ini, paket 1 dan 2 kan kalau MPR. Kalau ketua DPR ditentukan dari partai pemenang pemilu. Jadi DPR sudah clear tidak ada pembahasan lagi. Sedangkan DPR dan DPD bisa mengajukan sistem paket. Kebijakannya mau yang seperti apa, apakah nantinya akan mengambil koalisi 02 atau Jokowi", kata Ujang kepada Tagar, Jumat, 19 Juli 2019.

Ujang juga menyarankan kalau perebutan kursi Ketua MPR ini harus segera diputuskan, mengingat waktu pelantikan kurang dari tiga bulan lagi.

Baca juga:

Berita terkait
0
SDR: Kenapa KPK Tak Kunjung Panggil Gubernur DKI, Dispora, Bank DKI & FEO
Sementara dalam kepentingan penanganan kasus dugaan korupsi, baik Mabes Polri dan KPK tentunya akan merujuk pada hasil pemeriksaan BPK.