IPO Desak KPU Terapkan Protokol Next Normal Pilkada

IPO mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak lagi menunda Pilkada 2020. Potokol next normal bisa jadi acuan pelaksanaan pilkada serentak.
Ilustrasi Pilkada 2020 Serentak pada September. (Foto: Tagar/Istimewa)

Pematangsiantar - Indonesia Political Opinion (IPO) mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak lagi menunda pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020. KPU dapat menjalankan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota dengan menerapkan protokol next normal

Pola pikir KPU harus adaptatif, bahkan dalam pelaksanaan tahapan seharusnya dapat dilakukan secara informasional.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai penundaan yang sebelumnya terjadwal pada September 2020 sudah cukup ideal. Karena itu ia meminta pilkada pada tiga bulan berikutnya tidak ditunda untuk kedua kalinya.  

"Pelaksanaan pilkada serentak pada 9 Desember 2020 bisa dilakukan dengan mengacu protokol next normal," katanya dalam siaran pers yang diterima Tagar, Senin, 1 Juni 2020.

Dedi menuturkan dalam ketidakpastian berakhirnya pandemi Covid-19 menjadi alasan mengapa KPU harus berupaya keras mencari alternatif pelaksanaan pilkada. Langkah yang bisa diambil, semisal menyiapkan protokol pemilihan sesuai rekomendasi ahli kesehatan dalam kondisi next normal.

Pandemi yang belum terprediksi masa akhirnya, tidak dapat dijadikan rujukan penundaan kembali. Pemerintah telah membuka peluang untuk menjalankan protokol next normal, KPU harus merespon itu dalam pelaksanaan Pilkada 2020,” katanya.

Menurut Dedi, next normal adalah kondisi kehidupan masyarakat yang beralih secara informasional, minim interaksi tatap muka dan ramah teknologi. Dia menganggap sejauh ini KPU gagal menyiapkan kondisi tersebut. Ketika menghadapi kondisi pandemi, KPU seolah tidak memiliki jalan keluar.

“Pola pikir KPU harus adaptatif, bahkan dalam pelaksanaan tahapan seharusnya dapat dilakukan secara informasional, semisal verifikasi pencalonan perseorangan, pencocokan dan penelitian data. Selama mereka memerlukan interaksi langsung, maka pola pikir itu tidak berfungsi untuk kondisi saat ini” ujarnya.

Dedi menambahkan ada dua faktor yang membuatnya mendesak pelaksanaan Pilkada tetap digelar tahun 2020. Pertama, potensi adanya penyimpangan anggaran terpakai tahun 2020 jika pilkada kembali ditunda hingga tahun depan.

“Kedua adalah soal pergantian kepemimpinan daerah yang terhambat. Padahal kata kunci pembangunan ada pada proses regenerasinya. Jika masa transisi cukup lama tentu bisa berimbas pada pengambilan keputusan yang seharusnya tetap berjalan,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni mengatakan jika pemungutan suara dilakukan tahun ini, tahapan pilkada harus dimulai pada awal Juni atau Juli 2020. Dengan demikian, akan beririsan dengan masa penanganan pandemi.

Titi menyampaikan beberapa prasyarat jika pelaksanaan pilkada tetap berlangsung pada masa pandemi Covid-19. Perlunya dilakukan mitigasi risiko secara komprehensif terhadap setiap tahapan pilkada. Juga perlu menyusun protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dalam penyelenggaraan pilkada, baik pada tahapan pelaksanaan maupun pengawasan. 

Untuk itu, KPU dan Bawaslu perlu menyusun peraturan terkait dengan kebutuhan tersebut. “Ini harus diatur detail dalam tata cara yang harus dipatuhi oleh petugas pemilihan di lapangan,” ujar dia. 

Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian perlu mengeluarkan peraturan khusus untuk mencegah politisasi bantuan sosial di tengah proses pemilihan yang bersinggungan dengan program penanganan Covid-19. 

"Peraturan ini seperti melarang melekatkan citra individu kepala daerah berupa foto, gambar, atau simbol lainnya yang bisa mengarah pada citra individu politik seseorang," ucap Titi. []

Baca juga: 

Berita terkait
Menkominfo Koordinasi dengan KPU Soal Kebocoran Data
Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, mengatakan sudah berkoordinasi dengan KPU dan BSSN soal dugaan kebocoran data pemilih.
Klaim Hacker yang Bobol Jutaan Data KPU
Seorang hacker atau peretas mengklaim telah membobol 2,3 juta data warga Indonesia dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Tunda Pilkada 2020, Perludem: Demi Kesehatan Rakyat
Petisi tunda Pilkada demi kesehatan dan keselamatan publik dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat sedang digaungkan.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.