Investor Perlu Pahami Resiko Saat Investasi Properti

Investasi juga sering disebut dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal.
Real Estate (Foto:Tagar/Pixels/Pixabay)

Jakarta - Investasi merupakan pengeluaran yang berhubungan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan harapan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang atau masa depan. 

Investasi juga sering disebut dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal. Dalam berinvestasi tentunya memiliki resiko yang dapat terjadi dalam proses pelaksanaannya.

Berikut risiko investasi properti sebelum Anda memilih untuk berinvestasi.


1. Beban Perawatan (Management Burden)

Pemilik atau investor properti tak dapat membiarkan investasinya berjalan dengan hasil yang meningkat terus menerus, tanpa memastikan properti tersebut dalam keadaan baik. Dia juga mesti mengeluarkan biaya tambahan guna merawat kondisi bangunan agar income dari sewa bisa meningkat.


2. Investasi Padat Modal (High Capital Investment)

Investasi properti pun dapat dikatakan sebagai investasi yang bersifat padat modal (capital intensive). Karena semakin besar modal yang ditanamkan dalam properti, relatif semakin besar pula hasil yang didapatkan investasi properti tersebut.


3. Keterjangkauan Investasi (Affordability Investment)

Dalam bisnis properti, harga mencerminkan kondisi penawaran dan permintaan. Harga properti ditetapkan berdasarkan sifat-sifat pasar lokal serta tren yang mempengaruhi permintaan dan penawaran properti. Ada satu perbedaan signifikan antara menilai properti dan saham, yaitu affordability. 

Affordability tidak menjadi isu dalam saham, karena transaksi pembelian saham dilakukan secara tunai. Sebaliknya, transaksi properti biasanya merupakan pembelian leverage yang melibatkan pembiayaan dari bank.


4. Biaya Transaksi yang Tinggi (High Cost Transaction)

Untuk berinvestasi di sektor properti, Anda harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dibanding berinvestasi di sektor lain. Biaya-biaya tersebut berupa pajak, antara lain: PPH (5% yang dikenakan bagi penjual) dan BPHTB (5% yang dikenakan bagi pembeli).


5. Waktu Lama untuk Membeli (Time Consuming Acquisition)

Membeli properti yang sesuai keinginan tidak bisa dalam tempo singkat, bisa dalam hitungan minggu atau bulan. Hal ini juga dijelaskan dalam sifat properti yang tidak likuid (lack of liquidity). Bahkan seorang pakar properti dari Amerika Serikat mengatakan, carilah 100 properti, pilih tiga yang terbaik, untuk mendapatkan satu properti yang diinginkan.


6. Terbatasnya Pengetahuan (Lack of Knowledge)

Pengetahuan yang terbatas disebabkan karena properti yang bersifat lokal (localized). Harga sebuah rumah di satu tempat, belum tentu sama dengan di tempat lain. Hal ini membuat investor harus jeli dan membuat survei terhadap di lokasi incarannya.


7. Penyusutan Bangunan (Building Depreciation)

Investasi properti yang berbasis pada tanah dan bangunan, walaupun dari tahun ke tahun meningkat—akibat harga tanah yang meningkat akibat kelangkaan—namun bangunan di atasnya secara teoritis memiliki umur. 

Hal ini berbeda dengan tanah yang memiliki umur panjang alias abadi. Secara teoritis, bangunan dapat berumur 20, 30, atau 40 tahun, tergantung fungsi, kualitas, dan standar kekokohan bangunan (konstruksi).


8. Hancur Bila Terjadi Bencana Alam (Physical Hazard)

Dibandingkan dengan investasi lain, investasi properti memiliki risiko kehancuran tanah dan bangunan yang bisa disebabkan gempa, tanah longsor, tsunami dan lain-lain. Namun, hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan asuransi, sehingga secara praktis kehancuran akibat bencana dapat dihilangkan dengan biaya tambahan untuk membayar premi asuransi.

Itulah resiko-resiko yang akan terjadi dalam berinvestasi di bidang ini. Resiko tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk memulai berinvestasi dan bisa pula menjadi bahan persiapan untuk menghadapi dan meminimalisir resiko tersebut saat berjalannya proses investasi.[]


(Ratu Mitha Amelia)


Baca Juga:

Berita terkait
Risiko Trading atau Investasi di Pasar Saham
Seminar investasi saham hanya akan memberikan informasi kuntungan di pasar modal, jarang sekali menyebutkan risiko apa saja yang mungkin ditemukan.
Jangan Sampai Salah Pilih, Ini Ciri – Ciri Saham yang Sehat
Di pasar modal, ada banyak perusahaan yang terlihat dari luar baik-baik saja produknya, tapi ternyata kondisi bisnisnya buruk, hutangnya menumpuk.
Berniat Investasi? Ketahui Dulu Sejarah dari Saham
Bursa efek pertama di Indonesia didirikan pada tahun 1912 di Batavia pada masa penjajahan Belanda. Berikut sejarah saham yang perlu diketahui.