Tegal - Kongres Sastra Tegalan Kaping Siji yang digelar di Kota Tegal, Jawa Tengah menghasilkan sejumlah rekomendasi terkait pelestarian bahasa dan sastra Tegalan. Salah satunya meminta bahasa Tegalan dijadikan mata pelajaran muatan lokal.
"Pemerintah memiliki kewajiban untuk ikut menguatkan agar semakin dikenal. Sastra Tegalan bisa menjadi muatan lokal di mata pelajaran bahasa Jawa dialek Tegalan," tutur Ketua Panitia Dhimas Riyanto, Selasa, 26 November 2019.
Kongres Sastra Tegalan Kaping Siji digelar di auditorium Universitas Pancasakti (UPS) Tegal. Kongres yang baru pertama kali digelar ini dihadiri Wali Kota Tegal, Wakil Bupati Tegal, sastrawan, budayawan, dan akademisi.
Ketua Panitia Dhimas Riyanto mengatakan, kongres digelar untuk membahas nasib serta perkembangan bahasa dan sastra Tegalan atau teks sastra yang ditulis menggunakan bahasa Tegalan.
"Kongres ini sebagai landasan pacu bahasa Tegalan ini mau jadi apa. Sebelumnya sudah digelar Kongres Basa Tegalan yang menyepakati bahasa Tegalan sebagai Bahasa Jawa dialek Tegal," terang dia.
Dhimas mengungkapkan rekomendasi Kongres Sastra Tegal tertuju ke Pemerintah Kota Tegal dan Pemerintah Kabupaten Tegal. Dua pemerintah daerah itu diminta memberikan perhatian kepada karya sastra Tegalan yang sudah ditulis sastrawan Tegal.
Bahasa Tegal memenuhi syarat untuk dijadikan bahasa pembelajaran lokal.
Di antaranya dalam bentuk novel, cerpen, puisi, naskah drama, syair balo-balo, syair tembang, dan suluk dalang. "Sebab di dalam sastra Tegalan terdapat ide, gagasan, pemikiran, dan keinginan masyarakat Tegal," ucapnya.
Hasil kongres lainnya, ditunjukkan kepada para sastrawan Tegal. Selain terus menghasilkan karya yang bersifat inovasi, mereka juga diminta melakukan regenerasi terhadap pelajar dan kalangan anak muda.
"Rumusan hasil kongres disusun oleh tim perumus yang terdiri dari Dr Maufur, Atmo Tan Sidik dan Hati Utomo," imbuh Dhimas.
Maufur, salah satu sastrawan Tegal mengatakan, Kongres Satra Tegalan bertujuan menghasilkan rekomendasi penerapan bahasa Tegalan menjadi mata pelajaran muatan lokal di sekolah. Sudah ada naskah akademik yang akan diajukan untuk menjadi peraturan wali kota.
"Bahasa Tegal memenuhi syarat untuk dijadikan bahasa pembelajaran lokal," sebutnya.
Sejarawan Tegalan, Wijanarto mengatakan bahasa Tegalan kerap distigma sebagai bahasa kasar dan dijadikan bahan lelucon. Sehingga kalangan anak muda kerap malu dan minder ketika akan menggunakan bahasa Tegalan.
"Untuk itu perlu dimasukkan sebagai pelajaran muatan lokal agar bisa dipelajari orang banyak dan sebagai upaya melestarikan bahasa Tegalan, supaya terus ada," ujarnya.
Hanya saja, lanjut Wijanarto, upaya tersebut membutuhkan proses panjang dan perlu dukungan dari semua pihak. "Kendalanya banyak guru tidak yakin kalau bahasa Tegalan bisa jadi muatan lokal karena stigma bahasa kasar itu," ucap dia. []
Baca juga:
- Pertama Kali, Festival Sastra Digelar di Yogyakarta
- Festival Band Selawat Buktikan Musik-Sastra Tidak Haram
- Gus Mus: Saatnya Sastra Menjadi Panglima Perbaikan Bangsa