Magelang - Di tengah capaian industri tembakau Indonesia yang terbilang sukses, para petani tembakau, khususnya di Jawa Tengah (Jateng) ternyata hanya bisa gigit jari. Kesejahteraan mereka berbanding terbalik dengan apa yang didapat pelaku industri.
Hal itu diketahui setelah Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma) melakukan riset tahun 2019 lalu. Lewat salah satu penelitinya, Heni Setyowati, kondisi ironis tersebut merupakan fakta dan membutuhkan perhatian semua pihak.
Di tengah kondisi yang kurang menguntungkan ini, ternyata mulai ada perubahan pergeseran alih tanam maupun diversifikasi.
Sesuai data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2019, Indonesia merupakan negara produsen tembakau nomor enam di dunia setelah China, Brasil, India, Amerika Serikat, dan Malawi. Total produksi tembakau mencapai 136 ribu ton atau sekitar 1,9 persen dari total produksi tembakau dunia.
Sedangkan provinsi penghasil tembakau di Indonesia adalah Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Tengah.
"Secara umum, melihat produksi tembakau Indonesia, tentunya harus seimbang dengan kesejahteraan petani tembakau yang ada. Namun, fakta menunjukkan hal yang berbanding terbalik," kata Heni, dalam paparan hasil penelitian petani tembakau Jawa Tengah, di kampus Unimma, Sabtu, 25 Juli 2020.
Heni menambahkan, masa pandemi juga menuntut langkah ketahanan pangan, sehingga terjadi penurunan area lahan dan produktivitas tembakau.
"Di tengah kondisi yang kurang menguntungkan ini, ternyata mulai ada perubahan pergeseran alih tanam maupun diversifikasi. Dimana petani tembakau mulai mencari alternatif tanaman lain selain tembakau," ujarnya.
Menurutnya, petani ini yang kemudian dikenal sebagai petani multikultur. Lahirnya petani multikultur ini memunculkan banyak tantangan dari teknologi budi daya, kelembagaan petani, keberpihakan kebijakan pemerintah, dan lainnya.
"Atas dasar kondisi tersebut, MTCC Unimma telah melakukan upaya pemberdayaan, pendampingan, dan riset terkait petani multikultur," tutur Heni.
Baca juga:
- Cukai Naik, Perokok Tembakau Bermigrasi ke Vape
- Semakin Dilarang Vape, Perokok Terus Isap Tembakau
- Bahaya Kandungan Vape dan Solusi Tembakau Alternatif
Peneliti lainnya, Retno Rusdjijati menambahkan, riset yang dilakukan oleh MTCC menghasilkan sejumlah kesimpulan. Di antaranya, ketidakberdayaan petani tembakau dialami karena faktor internal maupun faktor struktur sosial.
"Perlu upaya strategis dan mekanisme untuk menguatkan kapasitas petani multikultur," katanya.
Kemudian, skema kebijakan terkait infrastruktur ekonomi pedesaan harus menjadi prioritas pemulihan ekonomi. Dan penguatan modal, kelembagaan, jejaring antarpetani harus menjadi perhatian utama pemerintah.
"Masalah-masalah terkait petani tersebut menjadi prioritas program MTCC Unimma. Salah satunya dengan riset-riset terkait yang dilakukan secara periodik," ucapnya. []