Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Peringkat 102, Hinca: Lampu Merah

Transparancy International Indonesia (TII) merilis Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia saat ini berada di peringkat 102 dari 180 negara.
DR Hinca IP Pandjaitan XIII. (Foto: Tagar/Instagram @hincaippandjaitanxiii)

Jakarta - Transparancy International Indonesia (TII) merilis Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia saat ini berada di peringkat 102 dari 180 negara. Ranking setara dengan salah satu negara di Afrika, Gambia.

Melihat realitas ini, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat DR Hinca IP Pandjaitan menegaskan bahwa hal ini sudah dalam posisi lampu merah.

"Indonesia berada diperingkat 102 CPI yang dirilis TII, setara dengan negara Gambia. Ini sudah lampu merah!" tukas Hinca dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 29 Januari 2021.

Dikatakannya, ini adalah tragedi yang tidak bisa dianggap sebagai angin lalu bagi pemerintah. Menurut Hinca, pihaknya sebagai bagian dari kamar legislatif juga berkaca atas CPI yang merosot ini.

Namun dia mengingatkan, realitas peringkat tersebut menjadi sebuah tamparan keras bagi penguasa, bahwa ternyata dalam proses mengejar ease of doing business, negara ini kecolongan.

"Kerangka investasi ekonomi yang menjadi prioritas Presiden Jokowi mungkin menjadi sebab tren menurunnya CPI negara kita," jelasnya.

Dia menyebut, pada tahun 2017 lalu Gambia, negara yang ada di Afrika tersebut mengalami krisis keuangan yang luar biasa, kas negara mereka sampai kosong akibat korupsi yang dilakukan oleh Yahya Jammeh, mantan Presiden Gambia yang kalah dalam pemilu satu tahun sebelumnya.

Yahya pun kabur dari negaranya dan diduga melakukan korupsi hampir setara USD 1 Miliar. Banyak pejabat lainnya juga melakukan korupsi di negara tersebut dan akhirnya dipecat.

"Apakah kita sudah separah Gambia? Mungkin saja, jika melihat CPI 2020 tersebut. Sangat ironis, ini adalah soal manajemen pemerintahan yang menurut saya telah masuk dalam kategori buruk. Harus banyak yang dilakukan perubahan, sudah terlalu banyak kita kecolongan," tukas Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat tersebut.

Baca juga: 

Menurutnya, apapun jawaban Istana atas kemerosotan ini, hanya ada satu kata yang harus diucapkan oleh presiden atau juru bicaranya, yakni meminta maaf. Penguasa harus muhasabah diri atas hasil yang buruk ini.

Demikian juga lembaga lainnya yang turut berperan atas kemerosotan ini. Yang jelas, sambung Hinca, pucuk pimpinan di atas harus memiliki agenda baru di tahun ini untuk mengejar ketertinggalan dalam tabel klasemen Indeks Persepsi Korupsi tahun depan.

Lebih baik jujur dan hal ini jadi cermin agar kita semua melakukan evaluasi lebih serius

Apalagi karena masih banyak mega skandal korupsi yang masih berjalan untuk dikejar dan dibongkar. Jiwasraya belum usai, Asabri pun begitu, apalagi Bansos Covid-19 yang masih ditelusuri hingga ke akar.

"Sekali lagi, ini dukacita kita. Anggaplah bahwa kita sudah jatuh dalam zona degradasi. Kita menjadi negara semenjana dalam tabel persepsi korupsi. KPK sebagai penyerang harus lebih haus gol untuk membongkar banyak kasus dan skandal, presiden sebagai playmaker harus pandai mengatur irama bernegara, DPR sebagai pemain bertahan harus rajin menggigit, menggunting dan membuang seluruh peluang korupsi melalui mekanisme pengawasannya, dan tentu kepada pengusaha sebagai supporter juga harus patuh pada aturan dan jangan membiasakan diri menerobos masuk tribun tanpa tiket," tandasnya.

Penggiat antikorupsi yang juga mantan Jubir KPK Febri Diansyah lewat cuitannya di akun Twitter @febridiansyah pada Kamis, 28 Januari 2021 dilihat Tagar juga menyampaikan hal serupa.

"Ini juga menyedihkan," demikian Febri di awal cuitannya. "Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia turun dari 40 ke 37. Kita di rangking 102 dari 180 negara. Padahal rata-rata CPI Asia Pasific 45 dan global 43. Komitmen Pemberantasan Korupsi Indonesia memburuk. Dampak revisi UU KPK dan pelemahan KPK?" tulisnya.

Febri kemudian mengingatkan apakah fakta ini tidak cukup sebagai peringatan bagi pemerintah, parlemen dan peradilan.

"Cukupkah ini jadi warning bagi pemerintah, parlemen, peradilan dll? Indeks Indonesia memburuk di 5 dari 9 indikator. 3 tetap, 1 naik tipis. Lihat indeks yang paling menukik turun: korupsi terkait sektor bisnis. Gak mungkin bicara investasi dan pertumbuhan ekonomi tanpa komitmen pemberantasan korupsi," tulisnya kemudian.

Dia menyebut, semoga pemerintah dan berbagai kalangan terkait berhenti menepuk dada mengatakan berhasil memberantas korupsi atau bahkan menyebut KPK baik-baik saja di tengah penilaian global seperti ini.

"Lebih baik jujur dan hal ini jadi cermin agar kita semua melakukan evaluasi lebih serius. Masyarakat sebagi penikmat pelayanan publik dan sektor bisnis juga perlu lebih konsisten menjalankan prinsip-prinisp antikorupsi dan membangun sistem pengendalian pencegahan korupsi/compliance di korporasi masing-masing," ujarnya.[]

Berita terkait
Hidayat Nur Wahid Komentari Korupsi BPJS Ketenagakerjaan
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, mengatakan bahwa korupsi di Indonesia semakin ekstrem adalah fakta. Berikut berita selengkapnya.
Said Didu: Posisi OJK dalam Korupsi BPJS Ketenagakerjaan
Berikut penilaian Said Didu terhadap OJK sebagai pengawas sektor keuangan perihal kasus dugaan Korupsi di BPJS Ketenagakerjaan.
Terkuak Jeleknya Kualitas Sembako yang Dikorupsi Mensos
Hasil audit BPKP soal pengadaan bantuan sosial (bansos) sembako untuk penanganan Covid-19 oleh Kementerian Sosial (Kemensos) ditelusuri KPK.