Jakarta - Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir menilai jabatan Wiranto sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) bukan representasi dari partainya. Menurut dia, Wiranto memiliki syahwat besar untuk berkuasa hingga sempat menggadaikan jabatan 2 menteri yang seharusnya untuk kader Partai Hanura.
Lalu, kenapa juga hanya demi jabatan Menkopolhukam, kemudian dia rela meninggalkan kepemimpinan di Hanura dengan melepas tanggung jawabnya sebagai ketua umum Partai Hanura?
"Ambisi Wiranto merupakan syahwat keinginan untuk berkuasa yang sangat besar, di mana pada periode pemerintahan yang lalu, dia mempertontonkan kuatnya syahwat berkuasa dengan cara menukar jabatan menteri yang diemban 2 orang kader Hanura dengan jabatan Menkopolhukam (Menteri Politik Hukum dan HAM) untuk dirinya sendiri," kata Inas kepada Tagar, Senin, 16 Desember 2019.
Inas mengatakan saat ini Wiranto sudah tidak lagi memiliki ikatan emosional dan tak memiliki akar yang kuat di Partai Hanura. Ambisi yang diperlihatkan Wiranto itu kemudian menimbulkan pertanyaan di benak Inas, apakah Wiranto tak lagi memiliki rasa cinta terhadap partai yang didirikannya, Partai Hanura?
"Lalu, kenapa juga hanya demi jabatan Menkopolhukam, kemudian dia rela meninggalkan kepemimpinan di Hanura dengan melepas tanggung jawabnya sebagai ketua umum Partai Hanura?" katanya.
Syahwat berkuasa Wiranto, kata Inas, tak kunjung redup bahkan terlihat jelas ketika Wiranto dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Wantimpres di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 13 Desember 2019. "Malahan semakin menggebu-gebu ketika dengan bangga Wiranto berdiri di depan Presiden untuk menerima pelantikan dirinya sebagai Ketua Wantimpres," ujarnya.
Inas memandang setelah masa jabatan sebagai Menkopolhukam habis, seharusnya Wiranto kembali ke Partai Hanura membantu Ketua Umum Oesman Sapta Odang (OSO) membenahi internal partai guna memanaskan mesin politik menghadapi Pemilihan Umum 2024. Namun kenyataan menyatakan sebaliknya, Wiranto memilih kekuasaan dan enggan kembali ke partai.
"Apakah syahwat berkuasa Wiranto belum terpuasi dengan jabatan Menkopolhukam yang lalu? Sejatinya, sebagai seorang negarawan, Wiranto seharusnya kembali dulu ke Partai Hanura untuk turut membenahi Partai Hanura bersama Ketua Umum, bang OSO, agar Hanura dapat kembali duduk di Senayan pada tahun 2024 yang akan datang," ucap Inas.
Menurut Inas, perilaku Wiranto justru berbanding terbalik dengan OSO yang lebih memilih Partai Hanura dibanding lingkup kekuasaan dalam pemerintahan. Inas bahkan mengapresiasi keputusan Ketum Hanura yang menolak tawaran Jokowi untuk menjadi Wantimpres.
"Padahal, bang Oso sudah memberikan contoh yang luar biasa kepada Wiranto ketika Ketua Umum Partai Hanura tersebut menolak ketika diminta untuk duduk di Dewan Pertimbangan Presiden, karena bang Oso lebih mencintai Partai Hanura ketimbang duduk menjadi pejabat tinggi negara," tuturnya.