Ijtima Ulama Bahas Hukum Pernikahan Online

Pernikahan bukan hanya sebagai salah satu bentuk ibadah tetapi juga merupakan bentuk muamalah
Ilustrasi. (Foto: Tagar/Ist)

Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII berlangsung di Hotel Sultan Jakarta pada 9-11 November 2021. Salah satu materi yang dibahas dala kegiatan bertema 'Optimalisasi Fatwa Untuk Kemaslahatan Bangsa' ini membahas masalah strategis kebangsaan, fikih kontemporer, hukum dan perundang-undangan. Salah satunya adalah hukum pernikahan online..

Dalam materi ijtima ulama ke-VII dijelaskan, pernikahan merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW bagi manusia, agar manusia tidak sewenang-wenang berbuat semaunya seperti binatang yang tanpa aturan.

Pernikahan dalam istilah syara’ diartikan sebagai suatu akad (ijab qabul) antara wali calon istri dan calon mempelai laki-laki dengan ucapan tertentu dan dengan memenuhi syarat dan rukunnya. Definisi ini memberikan pemahaman bahwa dalam melangsungkan perkawinan harus memenuhi syarat dan rukun.

Selain itu, mengingat pernikahan bukan hanya sebagai salah satu bentuk ibadah tetapi juga merupakan bentuk muamalah, maka untuk menyatakan keabsahannya tidak cukup dengan pertimbangan doktrin hukum fikih semata, tetapi juga harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan mempertimbangkan dua aspek hukum ini, seseorang telah melakukan ketaatan kepada Allah SWT dan juga mentaati ulil amri.

Persoalan pernikahan dari zaman ke zaman akan selalu menarik dan mengalami dinamisasi. Khususnya tentang praktik nikah secara tidak langsung atau melalui teknologi.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah menyatakan "hukum pernikahan melalui telepon" pada rapat Dewan Pimpinan Harian MUI yang berlangsung pada 16 April 1996 dan ditetapkan pada 7 September 1996 di Jakarta.

Keputusan tersebut berbunyi, "Sehubungan telah terjadi sejumlah kasus perkawinan atau pernikahan di masyarakat yang dinilai tidak lazim dan dilakukan oleh umat Islam Indonesia, yang sebagian telah diberitakan oleh media massa, sehingga menimbulkan tanda tanya, prasangka buruk, kerisauan dan keresahan di kalangan masyarakat, MUI dalam beberapa hari ini telah menerima pengaduan, pertanyaan, dan permintaan fatwa yang disampaikan secara langsung, tertulis, maupun lewat telepon dari masyarakat terkait masalah tersebut."

Karena itulah, dalam rapat Dewan Pimpinan Harian MUI yang berlangsung pada 16 April 1996 masalah tersebut telah dibahas secara hati-hati dan seksama, dan penuh keprihatinan, dengan mempertimbangkan hasil tabayyun, ketentuan hukum, dan kepentingan umum. Atas dasar itu, dengan memohon taufiq dan hidayah Allah SWT, MUI menyampaikan pernyataan dan ajakan sebagai berikut.

Pertama, pernikahan dalam pandangan agama Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti sunah Rasulullah, dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggung jawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Kedua, ketentuan umum mengenai syarat sah pernikahan menurut ajaran Islam adalah adanya calon mempelai pria dan wanita, adanya dua orang saksi, wali, ijab kabul, serta mahar (mas kawin).

Ketiga, ketentuan pernikahan bagi warga negara Indonesia (termasuk umat Islam Indonesia) harus mengacu pada Undang-Undang Perkawinan (UU Nomor 1 Tahun 1974) yang merupakan ketentuan hukum negara yang berlaku umum, mengikat, dan meniadakan perbedaan pendapat, sesuai kaidah hukum Islam. Yakni, keputusan pemerintah itu mengikat untuk dilaksanakan dan menghilangkan perbedaan pendapat.

Keempat, umat Islam Indonesia menganut paham Ahlus sunnah wal jama’ah dan mayoritas bermadzhab Syafi’i, sehingga seseorang tidak boleh mencari-cari dalil yang menguntungkan diri sendiri. Kelima, menganjurkan kepada umat Islam Indonesia, khususnya generasi muda, agar dalam melaksanakan pernikahan tetap berpedoman pada ketentuan-ketentuan hukum tersebut di atas.

Keenam, kepada para ulama, muballigh, dai, petugas-petugas penyelenggara perkawinan atau pernikahan agar memberikan penjelasan kepada masyarakat supaya tidak terombang-ambing oleh berbagai macam pendapat dan memiliki kepastian hukum dalam melaksanakan pernikahan dengan mempedomani ketentuan di atas. []


Baca Juga




Berita terkait
Ijtima Ulama MUI Akan Bahas Cryptocurrency hingga Pinjaman Online
Kegiatan ini juga akan membahas mengenai hukum Pernikahan Online.
30 Provinsi dan 13 Negara Peserta Ijtima Ulama Gowa
Ijtima Ulama Dunia 2020 atau Ijtima Ulama Zona Asia menjadi salah satu klaster penyumbang penyebaran virus corona atau Covid-19 di Indonesia.
1.500 Warga Jateng ke Ijtima Gowa, 26 Positif Corona
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta warganya yang bepergian dari episentrum virus corona, termasuk di Gowa, jujur dan melapor.