Jakarta - Pembahasan ibu kota baru yang akan berlokasi di Kabupaten Penajam Paser Utara-Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, masih seputar infrastruktur. Peluang munculnya konflik akibat benturan budaya belum banyak disorot.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyebut pemerintah belum melirik ke arah sosial dan budaya baru.
"Hanya infrastruktur seperti kemungkinan adanya gempa atau potensi tsunami. Namun soal kemungkinan terjadi konflik karena benturan budaya belum banyak dibahas," kata dia, seperti dilansir Antara, Senin 26 Agustus 2019.
Setelah itu pemerintah harusnya melakukan kajian lagi, tidak hanya soal risiko bencana, pembangunan, tetapi juga lingkungan dan masyarakatnya.
Trubus menilai, meski dua tempat yaitu Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara yang dipilih sebagai kawasan ibu kota baru pemerintahan, banyak dipenuhi dengan warga pendatang yang lebih terbuka, namun bukan berarti tidak ada kemungkinan terjadi bentrokan budaya.
Sebab itu, pemerintah pun sebaiknya mempersiapkan warga Kalimantan Timur dalam upaya menjadi warga Ibu Kota.
Dia menilai idealnya persiapan untuk pemindahan Ibu Kota minimal tiga tahun, menurut dia harusnya Presiden Joko Widodo mengumumkan wilayah Ibu Kota baru saat sudah terbentuk kabinet baru.
"Setelah itu pemerintah harusnya melakukan kajian lagi, tidak hanya soal risiko bencana, pembangunan, tetapi juga lingkungan dan masyarakatnya. Lalu nanti dibandingkan dengan kajian Bappenas barulah pemerintah mengumumkan lokasi terbaik untuk pemindahan," kata dia.
Ia mengatakan rancangan pemindahan haruslah disesuaikan dengan masyarakat di Kalimantan Timur, oleh sebab itu rancangan pemindahan ibu kota haruslah dibuat secara matang.
"Bappenas itu cara berpikirnya linier, sementara masyarakat dinamis, jangan sampai nanti sudah ada pembangunan malah ada kerusuhan dan kesenjangan, antara pendatang dan warga setempat," tuturnya.