Ia Menyesal Anaknya Tidak Diberi Vaksin MR

Ia menyesal anaknya tidak diberi vaksin MR. Akibatnya anaknya itu tuna rungu atau tuli.
Ia Menyesal Anaknya Tidak Diberi Vaksin MR | Ilustrasi bayi tuna rungu. (Foto: Gee Gardner)

Pekanbaru, (Tagar 30/8/2018) - Seorang ibu bernama Popi selama tujuh tahun harus merawat anaknya yang cacat tuna rungu (tuli) akibat terserang Measles Rubella (MR) saat hamil.

"Saya tahu anak yang dilahirkan tidak bisa mendengar saat usia empat bulan," kata Popi, Rabu (29/8) dilansir Antara. Ia Koordinator Kelompok Anakku Sayang Pekanbaru.

Popi warga Jalan Ikhlas, Pekanbaru. Ia ingin menceritakan pengalamannya menjadi korban Rubella.

Pro kontra imunisasi menggunakan vaksin MR yang masih terjadi di tengah masyarakat Riau memotivasi dirinya untuk berbagi.

Ia berharap pengalaman dirinya bisa membuat masyarakat berpikir positif begitu pentingnya program imunisasi MR bagi anak.

Dikatakan Popi anaknya menderita tuna rungu karena terpapar penyakit menular MR sejak dalam kandungan.

Ia tertular saat mengajar di sekolah waktu hamil bertemu dengan anak-anak yang sedang menderita MR.

"Saat saya hamil dua bulan tertular campak dari murid hingga menginfeksi janin," katanya.

Penyakit itu baru ketahuan ketika usia anaknya 4 bulan. Pendengarannya terganggu 110 desibel kiri dan kanan, sehingga umur 6 bulan sudah harus pakai alat bantu dengar.

"Sudah pernah terapi di Pekanbaru, ternyata penanganannya salah, akhirnya usia 2 tahun saya upgrade alat implan, alat bantu dengar yang harganya lumayan mahal karena harus impor dari luar," terangnya.

Lebih lanjut disampaikannya, untuk pemasangan implan sendiri prosedur harus operasi, tak bisa dilakukan di Pekanbaru dan harus ke Jakarta.

"Setelah operasi dan pakai alat pun anak saya harus belajar mendengar dan bicara," ungkap Popi sambil bercerita perjuangannya mengajarkan anaknya belajar mendengar dan bicara.

Anak Buta

Andai Indonesia bebas MR maka Popi dan perempuan lainnya tidak perlu menderita hal ini. Karena kini ada sekitar 80 an anak-anak cacat disebabkan Rubella tergabung dalam komunitas Anakku Sayang.

Sebab itu, Popi menilai imunisasi sangat penting untuk memutus mata rantai penularan.

"Itu ditularkan saat ibunya hamil. Misalnya saya ditularkan dari anak murid saya, temannya tertular dari anak sendiri yang dibawa dari sekolah," paparnya.

Ia meyakini program imunisasi ini untuk memutus mata rantai penularan, yang tujuannya melindungi ibu hamil yang tidak dapat dilindungi dengan vaksin.

"Jadi program ini tidak perlu dikhawatirkan, karena dampaknya sangat baik bagi kita seorang ibu melihat anak tumbuh tanpa kekurangan," tuturnya.

Ia tetap bersyukur, buah hatinya itu bisa bersekolah di sekolah umum. Di sisi lain ia harus menerima kenyataan belum bisa hamil lagi, karena tipe Rubella yang dialaminya masih sangat aktif.

"Kebetulan tipe Rubella saya masih sangat aktif. Kalau dicek lab bisa tau igg atau igm. Kalau igg belum bisa hamil dan harus treatmen, karena igg sudah mengkristal dalam darah. Apalagi saya tipe igg positif, harus benar-benar cek tes lengkap," imbuhnya.

Kepala Dinas Kesehatan Riau Mimi Yuliani Nazir membenarkan dampak dari penularan MR memang sangat berbahaya.

Menurutnya selain mengakibatkan anak tuli, MR juga bisa membuat buta anak dan akut jantung tak sempurna dan lainnya.

Karenanya pemerintah melakukan imunisasi MR tahap II untuk wilayah luar Jawa yang sudah dicanangkan 1 Agustus hingga 30 September 2018.

Untuk Riau Diskes menargetkan cakupan imunisasi campak MR mencapai 95 persen dari total 1.955.658 anak usia sembilan bulan hingga kurang dari 15 tahun.

Sebelum Vaksin MR

Praktisi pendidikan usia dini di Pontianak, Kalimantan Barat, Sri Wartati menyarankan perlunya variasi mempersiapkan mental anak didik usia dini sebelum diberikan vaksin MR yang ramai diperbincangkan di tengah masyarakat dan kalangan anak-anak.

"Selain persetujuan orangtua untuk proses vaksin MR, kesiapan mental anak juga sangat dibutuhkan agar mereka tidak mengalami trauma akan jarum suntik," ujarnya di Pontianak, Kamis.

Sri Wartati yang juga pengelola play group dan TK Cerlang Pontianak mengaku telah menerapkan kegiatan sebelum melakukan vaksin, mempersiapkan mental anak selama tiga hari dengan melakukan beberapa kegiatan fisik anak.

Anak-anak tersebut diajak untuk mengikuti kegiatan memanjat ketinggian untuk melatih keberanian anak-anak.

"Tentunya kita awasi betul untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka kita arahkan untuk membuat sendiri jalur memanjatnya, mulai dari meniti tiang bendera, memanjat kursi, meja sampai tangga dimana ini kita lakukan dengan membuat mereka gembira, namun melatih keberanian mereka," tuturnya.

Hal lainnya yang dilakukan adalah dengan memberikan edukasi kepada anak-anak dengan nonton bersama bahaya penyakit Measles dan Rubella atau lebih dikenal dengan campak Jerman.

"Edukasi jelas sangat diperlukan bagi anak, agar mereka tidak takut divaksin. Hasilnya, saat proses vaksin tadi, anak-anak justru rebutan untuk yang disuntik pertama, bahkan mereka tidak menangis saat disuntik," katanya.

Sri menyatakan, sebagai salah satu lembaga PG dan TK yang ada di Kota Pontianak, pihaknya terus berkomitmen untuk menyukseskan berbagai program pemerintah, termasuk pemberian vaksin pada anak. Untuk itu, pihaknya rutin memberikan vaksin kepada anak-anak, termasuk memberikan informasi yang benar kepada para orangtua.

"Untuk izin orangtua, kita kembalikan sepenuhnya kepada setiap orangtua. Jika mereka tidak ingin anaknya divaksin, tentu kita tidak memaksa. Namun, sejauh ini, setiap orangtua anak-anak yang ada di Cerlang ikut mendukung program vaksin ini, bahkan mereka terus menanyakan untuk realisasi vaksinasi tersebut," kata Sri.

Di tempat yang sama salah satu Perawat Puskesmas Kampung Bali Kota Pontianak, Ana Nurliana mengatakan, sampai sejauh ini pihaknya terus melakukan sosialisasi dan proses vaksin MR di wilayah tugas mereka.

"Memang untuk proses vaksin MR ini sempat tertunda karena banyaknya isu negatif yang beredar di tengah masyarakat, termasuk adanya penjelasan haram dari MUI sebelumnya. Namun, dengan adanya imbauan terbaru dari MUI, saat ini proses vaksin MR terus berlanjut dan saat ini masyarakat mulai terbuka untuk melakukan vaksin bagi anak-anak mereka," kata Ana.

Sebelum melakukan vaksin, kata Ana, pihaknya tetap melakukan prosedur yang ada, seperti mengecek kondisi kesehatan anak terlebih dahulu dengan melakukan rekam medis.

Mengenai kondisi anak yang seharusnya tidak boleh menerima vaksin MR (kontraindikasi), Ana menyebutkan dua kondisi, yaitu yang memiliki riwayat kejadian fatal akibat alergi obat (syok anafilaktik) dan gangguan kekebalan tubuh (imunodefisiensi).

Meski begitu, alergi obat biasanya memiliki gejala beragam seperti gatal, bengkak, batuk, sesak napas, mual dan muntah. Jika anak memiliki riwayat alergi obat hingga syok anafilaktik, konsultasi ke dokter spesialis karena ini merupakan dalam kondisi ini anak memang tidak boleh divaksin.

Keamanan Vaksin 

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa vaksin MR aman karena telah mendapatkan rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan izin edar dari Badan POM.

Selain itu, vaksin ini 95 persen efektif untuk mencegah penyakit campak dan rubella dan telah digunakan di lebih dari 141 negara, sehingga vaksin ini sangat perlu diberikan bagi anak-anak, katanya.

Dia menyebutkan, setelah menerima suntikan vaksin MR, tidak jarang akan terjadi demam ringan, ruam merah, bengkak dan nyeri di tempat suntikan.

Namun, hal itu merupakan reaksi normal yang akan menghilang dalam dua atau tiga hari.

"Karena itu, orangtua harus mengetahui betul hal ini, agar tidak panik ketika ada gejala tersebut setelah proses vaksin," katanya, usai melakukan vaksinasi di PG dan TK Cerlang. []

Berita terkait
0
Hadi Tjahjanto dan Masalah Pertanahan di Indonesia
Hadi Tjahjanto membeberkan target, tantangan, hingga strategi dalam mengurai masalah agraria dan tata ruang di Tanah Air