Hoaks Semakin Canggih, Linimasa Semakin Rentan

Penyebaran Hoaks sudah merajalela, masyarakat harus hati-hati terhadap penyebarang isu di media sosial.
Ilustrasi. (Foto: NU Online)

Jakarta, (Tagar 26/2/2019) - Penyebaran hoaks (kabar bohong) sudah merajalela dan memprihatinkan. Apalagi, teknologi semakin canggih. 

Media sosial menjadi wadah penyebaran hoaks, membuat kabar atau isu menjadi fakta. Tak bisa dipungkiri, media sosial terlampau mudah diakses oleh masyarakat.  

Menurut DailySocial dan Jakpat Mobile Survey Platform yang mencoba mendalami karakteristik persebaran hoaks dari sudut pandang penggunaan platform. Ternyata saluran terbanyak penyebar berita bohong atau hoaks sering dijumpai di media sosial. Dimana Persentasenya di platform Facebook (82,25%), WhatsApp (56,55%), dan Instagram (29,48%).

Media sosial sekarang ini, bukan lagi sebagai wadah pertemanan, silaturahmi, dan menyampaikan status. Tetapi, berubah menjadi wadah penyebaran berita-berita yang belum pasti kebenarannya, atau lebih dikenal dengan hoaks.

Keberadaan berita hoaks ini bukan hanya menyebarkan kebohongan semata. Tetapi juga bisa menyebarkan kebencian, fitnah, dan ketidakpercayaan termasuk pada lembaga publik.

Hoaks sekarang ini dibungkus dalam dalam situs-situs yang seolah-olah situs berita yang kemudian disebarluaskan ke berbagai media sosial. Maka dari itu, Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo mengatakan media arus utamanya harus mengutamakan dan berperan aktif menyampaikan kebenaran dan memegang teguh etika profesi. 

Dengan adanya berita hoaks ini, kata Stanley berita hoaks itu sudah mencemari tugas jurnalis untuk menyampaikan kebenaran pada khalayak. Terhadap hoaks-hoaks yang merajalela ini, diharapkan masyarakat juga ikut memerangi dan memberantas keberadaan berita hoaks tersebut. 

Sementara menurut survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), daerah-daerah di Indonesia yang rawan termakan isu terhadap hoaks adalah Aceh, Jawa Barat, dan Banten. 

Biasanya daerah yang sangat kental nuansa Islam sangat rentan sekali termakan isu hoaks. Namun berbanding terbalik dengan Nahlatul Ulama (NU), organisasi tersebut tidak begitu termakan isu hoaks. Itu karena mengikuti arahan pemimpin umat dikalangan tersebut.

Namun tak bisa juga dipungkuri, penyebar hoaks ini adalah orang-orang yang memiliki wawasan luas. Bahkan orang tersebut sudah sangat mengerti sejarah dan pengetahuan luas terhadap suatu daerah tersebut. Sehingga begitu mudahnya dapat menggiring kepercayaan masyarakat untuk menerima info hoaks itu.

Dari Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan sebagian besar masyarakat Indonesia resah dengan Isu hoax. Hasil survei menyebutkan bahwa 75% responden khawatir atas berita hoax beredar di masyarakat dan 8,7% tidak khawatir terhadap isu hoaks.

Survei yang dilakukan berdasarkan segmen pendidikan minimal sarjana menunjukan hasil dengan angka 91% setuju apabila isu hoaks dibersihkan dari segala aspek, sedangkan untuk responden lulusan Sekolah Dasar (SD) yang setuju hoaks diberantas sebanyak 67,3%, lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 78,9%, dan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) 78,5%. 

Hoaks sudah menjadi permasalahan yang dihadapi masyarakat, media, dan pemerintah saat ini. Salah satu cara untuk menanggulanginya adalah dengan memahami terlebih dahulu bagaimana persebaran hoaks, khususnya melalui platform sosial. 

Maka dari itu, diharapkan hasil survei yang diperoleh bisa menjadi referensi bagi pemangku kebijakan (pemerintah) dan pihak-pihak terkait untuk membantu menanggulangi atau setidaknya meminimalisir dampak informasi hoaks di Indonesia. []

Berita terkait
0
Siapa di Balik ACT, Ini Orang-orang di Balik ACT yang Sedang Dikepung Kabar Miring
Orang-orang jadi kepo, siapa di balik ACT, pengelola dana umat untuk kemanusiaan tapi diduga salurkan sumbangan buat teroris. Pengurus hidup mewah.