Jakarta - Dewan Penasihat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono menilai aturan ekspor lobster dalam Permen KP No. 12 Tahun 2020 cukup ketat dimana diberikan suatu kuota serta memperhatikan stok ketersediaan di alam.
Menurutnya, hal itu dilakukan guna menanggapi pro dan kontra ekspor lobster yang belakangan ramai di perbincangkan.
Tidak hanya soal benih, Permen KP No. 12 Tahun 2020 membolehkan penangkapan lobster tidak dalam kondisi bertelur yang terlihat pada Abdomen luar
Bambang berpandangan, ada beberapa ketentuan untuk melakukan ekspor. Menurutnya, hal itu bisa dilaksanakan jika sudah ada panen secara berkelanjutan dan melepasliarkan 2 persen dari hasil pembudidayaan. Selain itu, perlu juga diatur jumlah penangkapan atau pengeluaran benih bening lobster, termasuk cara membudidayakan.
"Sebetulnya jumlah kebutuhan ekspor lobster hanya sekitar 300 juta benih lobster per tahun yang dibutuhkan oleh Vietnam dimana jauh lebih kecil dari jumlah suplai benih lobster dalam negeri yang ada ratusan miliar tetapi Kementerian KKP juga membuat ketentuan mengenai lokasi penangkapan, " kata Bambang kepada Tagar, Kamis, 23 Juli 2020.
Dia menuturkan, dalam jumlah kuota ekspor yang telah ditetapkan oleh Dirjen berdasarkan masukan dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Kajiskan), penangkapan benih lobster ini harus dilakukan oleh kelompok nelayan kecil yang terdaftar di lokasi, serta wajib menggunakan alat tangkap statis. Sehingga, bisa menumbuhkan ekonomi kerakyatan dari kelompok nelayan setempat.
"Tidak hanya soal benih, Permen KP No. 12 Tahun 2020 membolehkan penangkapan lobster tidak dalam kondisi bertelur yang terlihat pada Abdomen luar dan lobster sudah bisa ditangkap meski ukurannya di atas panjang 6 cm dan berat 150 gram," ujar dia.
Terkait hal itu, ia mengusulkan agar pemerintah membuat payung hukum bagi eksportir lobster dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Ini diperlukan sebab lobster diambil dari alam dan saat ini belum ada payung hukumnya terkait PNBP agar tidak dianggap sebagai pungutan liar,” kata Bambang.
Sementara, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan yang juga seorang pengusaha perikanan Susi Pudjiastuti mengeluhkan dengan jumlah lobster yang semakin sedikit di Indonesia.
Lantas dia menyindir kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam membuka keran ekspor benih lobster yang menurutnya berkontribusi terhadap berkurangnya hewan laut ini.
"Lobster gede-gede sudah jarang, nyari seratus kilo pun susah karena bibitnya diambilin dan sekarang diperbolehkan dijual, nanti kita nunggu habisnya," kata Susi Pudjiastuti ketika menjamu tamunya mantan Wakil Gubernur Jakarta Sandiaga Uno di Pangandaran, Jawa Barat, seperti disiarkan Sandiaga Uno TV, Kamis, 8 Juni 2020.
Semasa Susi memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dirinya membatasi penangkapan lobster dan melarang perdagangan benihnya atau benur.
Bagi pendiri perusahaan ekspor perikanan PT ASI Pudjiastuti Marine Product ini, benur merupakan wujud kedaulatan atas keberagaman sumber daya hayati Indonesia.
- Baca juga: Soal Dinasti Politik, Rakyat Diminta Adil ke Gibran
- Baca juga: Penanganan Corona dan PEN Jangan Jadi Pepesan Kosong
Namun menteri penggantinya justru membuka keran ekspor pada 5 Mei 2020. Tak cukup sebulan, Menteri Edhy telah menetapkan 30 perusahaan yang berhak mengekspor bayi lobster. []