Jakarta - Musibah banjir yang melanda sejumlah wilayah di Jakarta, Bogor, Tanggerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada awal 2020 menimbulkan konsekuensi kerugian materil. Bagaimana tidak, imbas luapan air tersebut telah mematikan potensi ekonomi karena terganggung aktivitas warga dalam berproduksi. Dunia usaha juga terganggu produksinya akibat dampak banjir.
Hal tersebut diperparah oleh penghentian sementara suplai energi listrik pada beberapa titik. Belum lagi efek rusak pada sektor properti yang turut berperan besar menyokong angka kerugian.
Lalu, berapa kapasitas ekonomi yang hilang akibat dari problem klasik tahunan ini? Merujuk pada siklus banjir besar lima tahuanan pada 2007 lalu, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebut bahwa total kerugian ekonomi pada periode tersebut mencapai sekitar Rp 5 triliun. Angka tersebut merupakan akumulasi buntung selama sepekan bencana banjir di wilayah Jakarta, Depok, Tanggerang, dan Bekasi (Jadetabek).Pul Blue Bird Puri Indah, Jakarta Barat kebanjiran. (Foto: Instagram/jurnalwarga)
Sektor industri produktif paling parah
Sektor industri produktif menjadi menjadi lini terparah yang terdampak bencana banjir dengan asumsi kerugian mencapai Rp 2,9 triliun. Tercatat, sebanyak 75 industri besar, 560 usaha pertekstilan, dan 24 pusat pembuatan furniture terpaksa menanggung rugi akibat banjir pada 2007 lalu. Belum lagi, belasan ribu pedangang kaki lima (PKL) yang tersebar pada 40 pasar tradisional turut merugi.
Kemudian, sektor properti yang mencatat kerugian mencapai Rp 1,3 triliun, dimana 146.000 rumah terkena dampak banjir kala itu, baik yang mengalami kerusakan berat, ringan, dan hancur/hilang. Selanjutnya adalah kerugian pada sektor infrastruktur sebesar Rp 800 miliar. Angka itu berasal dari kerusakan fasilitas fisik sebesar Rp 300 miliar dan potensi ekonomi akibat rusaknya fasilitas fisik infrastruktur sebesar Rp 500 miliar.
Seorang anak diletakan di dalam keranjang plastik oleh orangtuanya saat melintasi banjir di Jalan Pangeran Tubagus Angke, Jelambar, Jakarta, Kamis (2/1/2020). Banjir tersebut terjadi karena meluapnya Kali Angke. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak)
Menilik kerugian tahun 2007
Lantas, bagaimana mengukur potensi kerugian ekonomi pada bencana banjir kali ini? Jika menilik kerugian pada 2007 yang sebesar Rp 5 triliun, maka bila dikonversi ke satuan dolar AS akan berjumlah US$ 537 juta dolar AS (kurs saat itu Rp 9.300). Melalui asumis yang sama, maka kerugian banjir jika dikonversi dari dolar AS dengan kurs hari ini adalah 537 juta dolar AS x Rp13.800 = Rp 7,4 triliun.
Namun perlu diingat, perhitungan ini merupakan gambaran kasar dan bukan acuan dasar dalam pemenetapan potensi kerugian ekonomi. Terdapat banyak perbedaan indikator dari bencana banjir 2007 dan 2020, seperti diantaranya durasi banjir, wilayah terdampak, sampai pada perbaikan sejumlah infrastruktur. []
Baca Juga:
- ACT Terapkan Total Disaster Tangani Banjir Jakarta
- Pilu Warga Jakarta Rumah Ditelan Banjir Air Ciliwung