Jakarta - Anggota Komisi III DPR, Hinca Pandjaitan berpandangan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di tahun pertama pada periode ke-2 ini masih belum membangun komunikasi secara maksimal.
Hinca mengatakan, dalam situasi sulit ini diperlukan seorang pemimpin yang mampu mengatasi persoalan yang menimpa Indonesia. Selain itu, dia juga beranggapan kebijakan yang dikeluarkan Jokowi tidak ada yang populer.
Ini menunjukkan tendensi yang sangat tidak baik dilakukan oleh Kepala Negara, seakan tidak mematuhi keputusan hukum yang ada
"Semua harus akui, bahwa tahun 2020 bukanlah tahun yang mudah. Pemerintah harus menghadapi pandemi Covid-19 dilain sisi juga berjibaku dengan ancaman resesi ekonomi. Diperlukan leadership yang jelas dalam mengelola negara di situasi seperti ini," kata Hinca melalui keterangan tertulisnya, Senin, 19 Oktober 2020.
Dia berpandangan, pemerintahan Jokowi masih belum maksimal dalam membangun komunikasi dengan pemerintahan daerah. Hal itu terlihat pada awal terjadinya pandemi Covid-19. Menurutnya, terdapat beberapa perbedaan pendapat serta kebijakan dalam menghadapi pandemi antara pusat dan daerah.
Selain itu, komunikasi yang tidak tepat pun diperlihatkan saat pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Pasalnya, pengesahan dilakukan di saat UU tersebut masih dalam tahap pembahasan.
"Dinamika yang tersaji cukup membuat suasana demokrasi terhimpit dan banyak menyisakan pertanyaan di otak publik tentang nafsu besar pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja," ujarnya.
Kemudian, Hinca kembali mengingatkan buruknya komunikasi pemerintah saat Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres No. 64 Tahun 2020 yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung pada akhir Februari lalu.
"Akan tetapi dua bulan kemudian iuran BPJS kembali naik melalui Perpres No. 64 tahun 2020. Ini menunjukkan tendensi yang sangat tidak baik dilakukan oleh Kepala Negara, seakan tidak mematuhi keputusan hukum yang ada," kata dia.
Selanjutnya, dia juga mencermati satu tahun pemerintahan Presiden Jokowi Periode kedua adalah aspek kebebasan sipil.
Kata Hinca, benar bahwa Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2020 naik menjadi 74,92 akan tetapi Indeks Kebebasan Sipil justru mengalami penurunan sebanyak 1,26 poin.
"Hal ini terbukti Pada Juni 2020, Presiden Jokowi beserta dengan Menkominfo divonis bersalah terhadap pemblokiran internet di wilayah Papua dan Papua Barat. Padahal setiap orang tanpa terkecuali berhak untuk mendapatkan serta mengakses informasi," ucapnya.
Kendati demikian, dia mengaku memahami betul bahwa dalam periode kedua, Jokowi pernah menyatakan bahwa akan memimpin Indonesia tanpa beban. Namun, ia berpandangan bahwa pemerintah acapkali mengeluarkan kebijakan yang tidak populer.
- Baca juga: Hinca Pandjaitan Ungkap Sebab Demokrat Tolak RUU Ciptaker
- Baca juga: Revolusi Mental Jokowi vs Revolusi Akhlak Habib Rizieq
"Akan tetapi saya mengingatkan agar seluruh kebijakan harus sesuai dengan koridor hukum serta kehendak dari rakyat. Boleh saja berbeda warna di periode kedua, akan tetapi tetap saja harus mengutamakan kepentingan Merah-Putih yang kita cintai," kata Hinca.[]