Hinca Pandjaitan Ungkap Sebab Demokrat Tolak RUU Ciptaker

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Hinca Pandjaitan menjelaskan ada 3 catatan Fraksi Demokrat menolak Omnibus Law Ruu Cipta Kerja (Ciptaker).
Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan saat ditemui Senin, 27 Januari 2020, di lantai 10 Gedung Nusantara I, DPR/MPR, Senayan, Jakarta. (foto: Tagar/Fernandho Pasaribu).

Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Hinca Pandjaitan menegaskan, Fraksi Partai Demokrat secara tegas tidak menyetujui Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dijadikan UU karena didalamnya masih banyak poin yang harus dibahas dengan komprehensif dan mendalam. Jadi, kata dia, tidak perlu terburu-buru dalam membahas RUU tersebut. 

"Kami menyarankan dilakukan pembahasan lebih utuh dan melibatkan berbagai stakeholder yang berkepentingan," kata Hinca Pandjaitan dalam Rapat Kerja Baleg bersama DPD RI dan pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu malam, 3 Oktober 2020. 

Lantas ia menekankan, terdapat tiga catatan kritis dari fraksinya terkait RUU Ciptaker. Pertama, ia menyoroti adanya ketidakadilan di ketenagakerjaan, seperti aturan prinsip no work no pay oleh pengusaha, karena upah dibayar berdasarkan satuan waktu kerja per-jam. 

Akibat pengaturan ini, penggusuran paksa dengan skala kecil sangat mudah dilakukan pemerintah daerah.

Baca juga: Memperjuangkan LPS Koperasi Masuk RUU Cipta Kerja

Menurutnya, aturan mengenai hak pekerja atas istirahat selama dua hari dalam sepekan juga dihilangkan, karena 40 jam dalam satu pekan dikembalikan lagi dalam perjanjian kerja. 

Dia melanjutkan, RUU ini juga mengandung sistem easy hiring but easy firing, misalnya ketentuan mengenai pekerja kontrak dan outsourcing yang dilonggarkan secara drastis juga menyebabkan pekerja kesulitan mendapatkan kepastian hak untuk menjadi pegawai tetap.

Kedua, F-Demokrat menolak karena ada kaitannya dengan sektor lingkungan hidup dan pertanahan. Dia menilai RUU Ciptaker berpotensi memunculkan dampak mengkhawatirkan bagi sektor pertanahan, karena melegalkan perampasan lahan sebanyak dan semudah mungkin untuk Proyek Prioritas Pemerintah dan Proyek Strategis Nasional yang pelaksanaannya dapat diserahkan kepada swasta. 

Dalam masalah lingkungan hidup, kata Hinca, RUU Ciptaker memberi kemudahan syarat pembukaan lahan untuk perusahaan di berbagai sektor dan pengadaan lahan di bawah lima hektare. 

"Padahal untuk wilayah perkotaan padat penduduk seperti Jakarta, Surabaya dan lainnya, luas lima hektare dapat ditinggali oleh ratusan kepala keluarga. Akibat pengaturan ini, penggusuran paksa dengan skala kecil sangat mudah dilakukan pemerintah daerah," ucapnya. 

Ketiga, terkait sentralisasi peraturan dari daerah ke pusat, Demokrat menyoroti pemberian kewenangan yang terlalu besar kepada pemerintah pusat menjadi superior dibandingkan legislatif, yudikatif, dan pemda. 

Baca juga: Ketua DPR Pastikan RUU Cipta Kerja Membangun Bangsa Negara

Padahal, lanjutnya, tujuan RUU Ciptaker adalah mengefektifkan birokrasi namun keberadaan aturan terbaru tersebut ia pandang malah akan merumitkan proses birokrasi dengan tidak adanya kepastian dan kejelasan hukum dalam hal perizinan berusaha.

"Kami juga menilai proses pembahasan poin-poin krusial dalam RUU Ciptaker kurang transparan dan akuntabel. Hal itu karena tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja, dan jaringan masyarakat sipil," ujarnya. 

Sementara, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas memastikan, RUU Ciptaker merupakan RUU pertama yang setiap pembahasannya dilakukan secara terbuka dan transparan lantaran disiarkan melalui TV Parlemen dan sosial media DPR sebagai komitmen terhadap reformasi parlemen. 

Selain itu, menurut dia, terkait kewenangan pemerintah pusat terhadap pemda yang dikritik Fraksi Demokrat, pada pembahasan akhir dikembalikan sesuai Pasal 18 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. 

"Terkait kewenangan pemerintah pusat dan daerah, dalam prosesnya dengan kebesaran hati pemerintah, hubungan pusat-daerah dikembalikan sesuai Pasal 18 UUD 1945," katanya. 

Untuk diketahui, Baleg DPR RI menggelar Rapat Kerja bersama pemerintah dan DPD RI pada Sabtu malam, 3 Oktober 2020 dengan agenda pengambilan keputusan Tingkat I terkait RUU Ciptaker. Dalam Raker tersebut, tujuh fraksi menyatakan setuju RUU Ciptaker dibawa dalam pengambilan keputusan Tingkat II dalam Rapat Paripurna untuk disetujui menjadi UU, dan dua fraksi yang menolak yaitu Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). []

Berita terkait
PKS: Cabut Klaster Pendidikan dari RUU Cipta Kerja
Fikri Faqih mendesak pembahasan klaster pendidikan dicabut seluruhnya dari substansi Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Gerindra Janji Kawal Pembahasan RUU Cipta Kerja
Dasco Ahmad berjanji akan terus mengawal setiap pasal dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja dengan menyerap aspirasi dari Asosiasi Pengusaha.
Diskusi GAMKI - Sofyan Djalil Soal RUU Cipta Kerja
Dihadapan GAMKI, Menteri Sofyan Djalil mengatakan RUU Cipta Kerja merupakan bentuk daripada respons pemerintah terhadap problematika yang ada.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.